Bab 15: Argumen di Stadium

106 16 1
                                    

Stadium bundar itu terlihat megah, dengan dinding kokoh menjulang tinggi. Ukiran eksostis terpahat di dinding, beberapa patung kuda dan naga terletak di beberapa tempat. Aura purba dan misterius mengitari sebab kabut putih menyelimuti area sekitar. Di kejauhan, tampak bangunan kuno yang mirip kastil, bertebaran di beberapa tempat. Langit temaram, sebab hari sudah menjelang malam. Beberapa kerumunan tampak berdiri di sekitar, dengan pakaian bernuansa abad kuno yang mirip dengan kepunyaan penduduk Village of Endless Rain.

 Beberapa kerumunan tampak berdiri di sekitar, dengan pakaian bernuansa abad kuno yang mirip dengan kepunyaan penduduk Village of Endless Rain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dennis Reeves memperhatikan, para penunggang kuda berjubah dengan pedang terikat di punggung, berseliweran di dekat stadium itu. Anak itu menyukai suasana kuno yang tercipta di sana.

"Apa mereka nyata?" bisik Albert Reinwald yang saat ini berada di atas sepeda motor, di tengah-tengah rombongan The Eagle's Wings Squad.

"Nyata dan tidak nyata," sahut Denziel. "Sebagian adalah pengikut Black Scientist yang datang ke pulau ini secara langsung seperti kita, dan sebagian lagi adalah... hologram."

"Hologram?" Albert mengernyitkan kening.

"Benar," ujar Denziel, "aku pernah mendengar, hologram jarak jauh yang dihubungkan dengan Island of Missing Time, telihat sempurna. Hologram-hologram manusia itu tentunya para pengikut Black Scientist di luar sana yang sedang mengamat-amati kita di sini."

"Tapi, tubuh mereka – hologram itu – tidak benar-benar berada di sini, kan, Denziel?"

"Mestinya tidak," jawab Denziel, "hanya hologram-nya saja kurasa, kalau kita sentuh, tubuh itu tentunya akan tembus."

Dua pria berpakaian seperti kesatria Eropa kuno, dengan selempang cokelat terjulur panjang di punggung, duduk di atas dua ekor kuda hitam di dekat sebuah pintu. Mereka melambaikan tangan, memberi kode agar The Eagle's Wings Squad memasuki stadium.

"Ayo, ikuti kami," seru salah satu penunggang kuda dengan suara serak.

Dengan perasaan gelisah, rombongan The Eagle's Wings Squad meluncur di atas sepeda motor melalui pintu masuk, melewati sebuah lorong gelap, lalu tiba di tengah stadium luas. Terlihat lintasan seperti sebuah gundukan tanah yang menanjak dan luncuran papan arena balap sepeda motor. Suasana sepi dan kursi penonton yang berjejer melingkar ke atas tampak kosong melompong.

Kedua penunggang kuda itu tiba di hadapan sebuah dinding batu yang tiba-tiba bergeser dan terbuka sendiri, menampakkan sebuah lorong lain. Salah satu dari mereka kembali melambaikan tangan agar The Eagle Wings Squad terus mengikuti. Lorong itu terlihat temaram diterangi obor yang menempel di kiri kanan dinding.

Kedua pria itu berhenti tepat di ujung lorong, lalu turun dari kuda.

"Letakkan sepeda motor kalian di sini," perintah salah satu dari mereka.

Dennis dan para sahabatnya memarkir kendaraan dan melangkahkan kaki mengikuti kedua penunggang kuda. Salah satu dari pria itu menarik gagang di pintu dan terbuka.

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now