Bab 25 : Rencana Denziel

217 20 114
                                    

 "Jadi kau tak pernah menangis, Noah?" tanya Serena. Gadis itu berusaha keras untuk tidak terlihat terlalu kentara mengagumi mata Noah yang menurutnya sangat meneduhkan. Dia membayangkan tetes air mata di mata keren milik Noah.

 Dia membayangkan tetes air mata di mata keren milik Noah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Saat ini mereka masih berada di kafe.

"Kami bisa menangis, tapi tak meneteskan air mata," sahut Noah, nyengir tampan. "Kami sungguh berharap, kami akan mampu meneteskan air mata di hari-hari terakhir ini, atau setidaknya, ada keajaiban yang memicu tetesan air mata. Kau tahu Serena, satu orang saja penduduk menangis, bisa menular ke seluruh desa."

"Apa kalian bisa hidup di luar desa ini?" tanya Serena. Ekspresi wajahnya terlihat prihatin. Akh, dia tak dapat membayangkan andai harus terdampar di sebuah kota seumur hidupnya dengan rintik hujan yang tak pernah berhenti sedetik pun.

"Tidak bisa," ujar Noah menggigit bibirnya. "Kami tidak bisa 'bernapas' tanpa curah hujan di sekeliling kami. Kami akan menggelepar-gelepar seperti seekor ikan yang terlempar keluar dari akuarium."

"Pernah ada yang keluar dari desa ini dan mencoba hidup di tempat lain?" tanya Serena. Gambarang situasi terkungkung yang meresahkan memenuhi benaknya.

"Ada," sahut Noh, datar. Dia tampak gembira dengan obrolannya dengan Serena yang tertarik dengan celotehnya. "Tapi resikonya terlalu besar, mereka tentu saja – mati. Tidak, Serena, kami tidak bisa hidup di luar desa ini."

Serena bertanya, "Apa yang menyebabkan kalian tidak bisa hidup di tempat yang tidak ada curah hujannya, Noah?"

"Banyak ilmuan dari luar yang telah meneliti fenomena ini dan menurut mereka kami memiliki gen khusus," ungkap Noah. "Namun menurut legenda turun-temurun, kami adalah keturunan Dewa Hujan."

Serena termenung. Dia merasa beruntung bisa bersekolah di atas Kapal Pesiar The Eagle's Wings yang telah membawanya berkeliling ke banyak tempat yang menakjubkan di seluruh negeri. Gadis yang sedang jatuh cinta ini merasa kasihan dan bersimpati dengan Noah dan Michael yang telah 'terjebak' di desa ini seumur hidup mereka.

"Apakah kalian tidak memiliki keinginan melihat dunia luar?" tanya Serena.

"Tentu saja, tapi keterbatasan yang kami miliki menghalanginya," sahut Noah. "Namun, kami telah belajar menerima kondisi ini sejak masih kecil. Kami telah secara alami tertarik dan menikmati rintik hujan dalam fantasi yang mungkin lebih dari apa yang pernah dirasakan oleh orang di kota lain."

"O, ya?" Serena membayangkan kondisi yang terasa suram di pikirannya.

"Ya, hujan itu mungkin mirip sunset bagi kalian," ucap Noah, senyum kecil terpampang di sudut bibirnya. "Nah, kau dapat bayangkan jika kau mendapatkan sunset di tepi pantai setiap detik dengan perasaan yang terpesona, begitulah kira-kira perbandingan yang kami rasakan terhadap hujan."

Kondisi desa yang unik membuat Serena penasaran. "Mengapa penduduk desa ini tetap hidup dan mempertahankan tradisi – tidak menggunakan listrik, televisi dan peralatan modern lainnya?"

PURA-PURA MATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang