Bab 12: Undangan

354 46 47
                                    

"Ayo bangunkan anak itu!" perintah Peter Reeves kepada istrinya, Jessica. Saat itu pagi-pagi sekali, beberapa tahun silam. Mereka sedang berkemas-kemas di penginapan Bali Sunset untuk berangkat ke Chekoslavia. "Jangan sampai kita ketinggalan pesawat."

Jessica membangunkan anaknya, Dennis kecil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jessica membangunkan anaknya, Dennis kecil. Namun, anak itu diam tak bergerak dengan kepala tergeletak ke samping. Wanita berparas dingin itu menampar pipi Dennis secara perlahan dan mengguncang-guncang tubuhnya. Namun, tetap tak ada gerakan. Dia mencoba sekali lagi. Sama saja, anak itu tetap terpejam. Wanita itu menjadi panik.

"Peter, apa yang terjadi!?" teriaknya. Jessica meraba denyut nadi anaknya. "Astaga! Dennis! Dennis mati, Peter!"

Laki-laki berwajah beringas itu memeriksa pergelangan tangan, detak jantung dan kemudian berjalan dengan wajah pucat pasi. Dia melihat ke arah jam tangannya.

"Celaka, Kita bisa terlambat kalau begini," umpatnya panik.

"Bagaimana dengan Dennis?" Jessica sangat kebingungan. "Tidak bisakah kita membawanya ke dokter?"

"Percuma," cetus Peter yang saat ini pikirannya seperti disibukkan hal lain. "Dia sudah mati."

Jessica kembali memeriksa Dennis, hampir tak percaya dengan semua yang terjadi. Dahulu, hal yang sama pernah terjadi, di pantai. Namun, waktu itu Dennis cuma pingsan dan keadaan di pantai membuat mereka tidak teliti memeriksa tubuh anak itu. Dan sekarang jelas sekali bahwa anak ini sudah mati.

"Konferensi rahasia itu lebih penting dari masalah kita sekarang," Peter Reeves membuka laci, merogoh dan memasukkan barang-barang dari laci itu ke dalam tas. "Benar-benar anak sial, pembawa celaka, membuat kacau saja. Kita bisa masuk penjara gara-gara dia."

"Lalu akan kau apakan Dennis?" Jessica berdiri kebingungan.

"Sebentar." Peter Reeves celingak-celinguk.

Laki-laki itu mengambil gelas berisi air dan menyimburkannya ke wajah Dennis, tetapi anak itu sama sekali tak bergerak. Dia kemudian membungkuk dan menjepit cuping hidung Dennis dengan kedua tangannya selama beberapa menit, sama saja, Dennis tetap terbujur kaku.

Peter berjalan mondar-mandir, lalu mematung dan memegang dagunya memutar otak. "Kita tinggalkan dia di sini. Ini misi terkhir kita di Bali. Misi sampah dan buang-buang waktu. Kita tidak akan pernah datang ke sini lagi. Tak mungkin kita sempat mengurusinya dalam situasi seperti ini, kita akan terlibat banyak masalah. Lagi pula kita tak punya waktu yang cukup untuk itu." Dia kembali melirik jam tangannya.

"Kita tinggalkan dia di sini begitu saja?" Jessica memijit keningnya.

"Ya, apa gunanya, dia sudah mati!" Ucapan yang keluar dari mulut Peter Reeves terdengar seakan-akan Dennis bukan anak kandung mereka. "Lagipula, dia cuma jadi beban kita saja selama ini. Tidak memiliki bakat yang bisa dikembangkan di organisasi, tidak seperti anak teman-temanku yang hebat dan punya bakat untuk jadi penguasa dunia yang tangguh di masa depan. Lemah dan tak berguna! Aku sangat kecewa punya anak seperti ini. Coba kau cek sekali lagi."

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now