Bab 35: Upaya Penduduk Desa

10 2 0
                                    

Kegaduhan mungkin saja tidak akan mereda saat telinga mereka tiba-tiba menangkap suara berisik dari dalam hutan. Keributan yang mereka timbulkan telah menarik minat Donian, sejenis anjing liar yang mirip dengan African Wild Dog yang bermukim di Locusta Originia. Anjing liar itu tampak bergerombol dan bergerak hendak memangsa mereka dengan ganas. Para penduduk desa itu sontak lari tunggang-langgang dan beberapa dari mereka mengalami luka di kaki dan tangan akibat serangan anjing liar itu.

Kisruh dan kemelut yang melanda desa ini telah menyebabkan kepala desa, Pak Arthur Conrado dan wakilnya berkeliling keseluruh desa. Dia memperingatkan para penduduk untuk tidak melakukan penafsiran yang salah terhadap kitab solusi hujan atau pun mencoba berksperimen yang dapat mebahayakan jiwa mereka.

"Saya sangat, sangat yakin," seru Arthur Conrado, berdiri di atas kereta kuda di hadapan para penduduk yang bergerombol. "Dewa Hujan itu tidaklah tolol meminta dan mengemis tumbal yang aneh-aneh dengan cara mengorbankan jiwa, mengapa kalian menjadi sinting begini? Ini penghinaan terhadap Dewa Hujan, mengerti? Jadi tolong, hentikan kegiatan-kegiatan konyol yang dapat membahayakan jiwa kalian!"

Namun, peringatan kepala desa itu ternyata tidak menghentikan langkah mereka untuk mencari solusi deraian air mata. Mana mungkin dalam situasi seperti ini mereka dapat memahami bahwa solusi yang satu aneh dan yang lain tidak. Di dalam pikiran mereka sekarang yang penting dapat menangis - meneteskan air mata dan membuat masa seribu tahun itu dapat diperpanjang betapa pun anehnya solusi yang harus mereka kerjakan.

Tidak mengherankan pada suatu siang, penduduk desa dikejutkan oleh sepuluh wanita paruh baya yang tiba-tiba berdiri di tengah pusat kota dan tampak menyanyi dan berlenggang-lenggok. Para wanita tersebut menyebut pertunjukan mereka sebagai "In Laughter, There's a Cry" - di dalam tawa tersimpan tangis.

Pemimpin mereka, seorang wanita yang memiliki ekspresi wajah seperti penyihir, telah memberikan pidato singkat dan berapi-api sebelum mereka melakukan atraksi. "Tafsir yang kami dapatkan dari buku itu berasal dari terawang Lady Tamara Emanuell Gracia yang seperti kalian semua ketahui telah menuliskan pengalaman hidupnya dan terkenal dengan Prinsip: Tersenyum setiap detik walaupun hati menyimpan duka nestapa."

"Oh, begitu ya?" sela salah satu penduduk yang tampak sangat ragu setelah terkekeh dan bertukar pandang dengan teman di sampingnya, "Ibu yakin akan membuat kita semua yang menonton sekarang akan menangis dan meneteskan air mata dengan cara tertawa?"

"Kau meragukan Lady Emanuell Gracia, eh?" tantang wanita itu dengan dagu terangkat tinggi dan mata sebelah yang menyipit. "Sangat sangat yakin!"

Wanita ringkih dengan semangat menggelora itu mengangkat tangan ke atas, diiringi suara seperti menggeram-geram sehingga membuat seluruh penonton bertepuk tangan. Para wanita paruh baya itu sebenarnya telah menimbulkan tawa yang hebat sejak langkah kaki pertama mereka memasuki pusat kota. Mereka berdandan seperti orang gila dengan pakain compang-camping dan rambut yang diikat dengan pita-pita aneh secara serampangan.

Dennis dan teman-teman kebetulan berada di antara penonton. Remaja itu menjadi teringat pada pengamen sinting di jalanan yang sering menggunakan kaleng-kaleng sebagai instrumen musik di Locusta Originia. Wanita itu mulai menari-nari sambil menabuh sejenis genderang yang dikalungkan di leher sambil tertawa terbahak-bahak.


♬ Yeiii....Yeiiii, tertawa, tertawalah!

Jangan pendam bahagiamu, Sweety

Dan Jangan simpan tangismu, my darling

Kita kan tertawa dalam derai air mata ♬


Benar, para pendududuk yang berdiri mengitari tampak terpingkal-pingkal menyaksikan ulah dan tingkah ke sepuluh wanita berusia senja itu. Namun, setelah sekitar satu jam, tak seorang pun meneteskan air mata, ke sepuluh wanita itu menjadi sangat gusar. Mereka mendelik dan mendekati para penonton yang sedang tertawa terbahak-bahak, memeriksa setiap mata yang mungkin telah meneteskan air mata dan sekonyong-konyong menjerit dengan histeris.

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now