Bab 29: Jaring laba-laba ber-embun

27 2 0
                                    

Dennis bercerita, berkali-kali mengulang sampai Bu Cynthia dan Nicky benar-benar memahami. Remaja itu tampak berpikir keras. "Bu, apakah Ibu masih menyimpan cincin itu? Cincin yang dulu kuberikan kepada Ibu."

"Aku masih menyimpannya," sahut Nicky, yang kemudian mengambil tas dan merogoh tiga cincin dari kantong tasnya.

Dennis berkata, "Ibu dan Nicky harus bisa bermimpi bertemu dengan Nicolas Al-Portero lagi. Kenakan cincin itu lagi."

"Tapi cincin ini selalu ada di sini," ujar Nicky. "Kami sama sekali tidak pernah bermimpi tentang pria berjubah biru itu."

"Karena cincin itu harus diberi kata kunci, Nick – sejenis mantra," jelas Dennis. "Dulu aku yang memberi batu itu mantra yang kudapat dari petunjuk Nicolas Al-Portero, pria berjubah biru yang sering mucul dalam mimpiku. Aku akan memberikan mantra itu lagi, tapi sebelumnya, Ibu dan Nicky harus bisa melarikan diri dari tempat ini."

"Tapi bagaimana caranya, Dennis?" tanya Bu Cynthia. Ekspresi wajahnya terlihat benar-benar gamang.

Dennis menjawab, "Aku akan mencoba kembali menjadi Dennis dengan vibrasi Morte-Orbis. Karena Ibu dan Nicky tidak memiliki rasa takut lagi, aku tidak akan terlihat menakutkan, cuma berubah menjadi transparan. Setelah itu, aku akan mencari jalan keluar dari tempat ini."

Dennis menekan tombol di cincinnya, tetapi tidak terjadi apa-apa. Dia mencoba berbaring di tempat tidur, menghentikan detak jantungnya. Bu Cynthia dan Nicky terpana sebab detik itu juga Dennis berubah jadi transparan dan perlahan memudar.

"Bu Cynthia ... Nicky," suara Dennis terdengar bergema. "Tunggu di sini sebentar."

Dennis melakukan konsentrasi penuh, lalu menaikkan vibrasi-nya, melesat keluar dan menembus dinding. Dia menemukan tingkap, lorong yang mengarah keluar dan tembus ke halaman belakang rumah yang luas dan dipagari tembok tinggi. Sekarang, apa yang harus dia lakukan? Dennis memutar otak, oh tentu saja, dia harus menemukan kunci pembuka pintu ruang tahanan Bu Cynthia dan Nicky.

Tubuhnya kembali melesat di dalam lorong yang remang-remang, melewati kamar tahanan Bu Cynthia dan Nicky. Kemudian di kejauhan, pandangan matanya terbentur pada dua sosok pria bersenjata bertampang sangar dan sedang bercokol di dekat pintu besi berjeruji. Dilihatnya ada banyak kunci tergantung di dinding di dekat penjaga yang terdengar sedang larut dalam obrolan.

Saat dia semakin dekat, perasaan sakit mulai menderanya. Serpihan rasa takut di dalam jiwa manusia benar-benar tajam seperti pisau di dalam kegelapan. Sejenak, terlintas dalam benaknya, barangkali itulah sebabnya selama ini, sosok hantu sungguhan gemar main kucing-kucingan dengan manusia.

Dennis menahan suaranya yang hampir tersembur karena mengalami rasa sakit yang mendera. Insting itu memang benar-benar bersemayam sana, sebab saat Dennis meringkuk diam di dalam dalam kegelapan, salah satu dari pria bersenjata itu mulai tampak gelisah.

"Hendra, kau lihat bayangan berkelebat tadi di sana?" sang pria berkata. Wajahnya tampak tegang.

Hendra bangkit berdiri, tangannya otomatis meraih senjata di sampingnya. "Kau yakin, Sam?"

"Jangan!" cegah Sam, makin cemas. "Jangan ke sana, Hendra! Sosok itu bukan manusia! Gerakannya cepat sekali."

Naluri kesadaran yang dimiliki kedua pria tersebut terhadap keberadaan yang tak terlihat mengirim energi yang menyakitkan bagi Dennis. Lehernya kembali seperti ditusuk pisau tajam. Dia mulai berkonsentrasi. Saat energi itu semakin menyakitkan lehernya, usaha kosentrasi-nya menyebabkan energi itu melesat dan membuat sebuah kaleng bir terpelanting di lorong itu.

Prang!

Kedua pria itu terkejut setengah mati.

"Siapa di sana?!! Ayo keluar!!"

PURA-PURA MATIOnde histórias criam vida. Descubra agora