Bab 5: Capung

588 91 81
                                    

Kegalauan sering tersirat dalam pancaran mata remaja, dan kesan itu tampak jelas tercermin di wajah Dennis. Waktu yang bergulir terasa sepi dan teramat membosankan.

Tak memiliki seseorang tempat berbagi cerita atapun sandaran bahu untuk mengadu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tak memiliki seseorang tempat berbagi cerita atapun sandaran bahu untuk mengadu. Keluarga baru yang tinggal di seberang penginapan kelihatannya menyenangkan, terutama Bu Cynthia yang selalu bersikap ramah kepadanya. Akh, andai saja dirinya bagian dari keluarga itu, barangkali dia tidak akan segelisah ini dalam mengarungi hari-harinya.

Seekor capung hinggap di jendela, mengalihkan lamunannya. Barangkali serangga itu berusaha menghindari hujan. Dennis nyengir. Tak seorang pun tahu, binatang ini sangat spesial baginya. Rasanya sudah lama berselang saat dia pertama kali merasa takjub terhadap seekor capung. Saat itu dia masih di New York, dititip di rumah salah satu kenalan ayahnya.

Melamun di taman seorang diri saat seekor capung tiba-tiba melintas, dikejar dan diburu seekor capung lain. Bahaya mengancamnya, sehingga capung itu harus hinggap di atas daun, lalu tiba-tiba jatuh tergeletak dengan punggung terbalik. Dennis keheranan saat capung pemburu yang mengejar mengamati sejenak, lalu berlalu begitu saja. Sesaat kemudian, capung yang tergeletak tampak bergerak dan terbang melarikan diri.

Pura-pura mati, desisnya dalam hati, terkesima menyaksikan capung dengan aksi uniknya itu. Sepertinya asyik juga kalau bisa seperti capung ini, bisa terhindar dari masalah, pikirnya. Sejak saat itu, ide tentang pura-pura mati tak pernah lepas dari benaknya.

Saat membaca artikel tentang Dean Preston, bintang film Hollywood yang meninggal dunia karena overdosis, Dennis membahasnya Dengan Rivaldy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat membaca artikel tentang Dean Preston, bintang film Hollywood yang meninggal dunia karena overdosis, Dennis membahasnya Dengan Rivaldy. Seluruh koran tak henti-hentinya memberitakan kejadian itu bahkan setelah setahun bergulir. Penggemar yang tak dapat menerima kenyataan berspekulasi bahwa Dean Preston masih hidup dan telah dengan sengaja memalsukan kematiannya sendiri.

"Tapi bagaimana dengan sidik jari, golongan darah dan DNA?" tanya Rivaldy saat mereka berada di kantin sekolah. "Bagaimana kau menjelaskan ini? Dan teorimu tentang mayat yang diganti benar-benar bertentangan."

"Semua itu palsu," ujar Dennis dengan yakin. "Mayat-mayat palsu."

"Mustahil," tandas Rivaldy menyelipkan bakso ke dalam mulutnya. "Tidak ada yang bisa memalsukan tubuh manusia, sidik jari, golongan darah dan DNA."

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now