Bab 2: Syarat

13 2 0
                                    

"Kita?" Paolo terbahak-bahak. "Kasihan sekali the Eagle's Wings, ya! Sudah begitu terpurukkah kalian?" Dia kembali tergelak. "Barangkali kalian cuma bisa membangga-banggakan satu-satunya prestasi – kapal termegah di dunia – dan sudah ketinggalan banyak dalam segi lain. Kalian sendirilah yang akan hancur lebur, sedangkan kami sudah memiliki cara jitu untuk menyelamatkan diri jika kapal rongsokan kalian meledak. Kami bukan 'si bodoh' itu lagi!"

Setelah Salvator melakukan berbagai cara dan upaya untuk membujuk pihak Black Scientist, Paolo Moravcsik berkata, "Anda tidak perlu repot-repot menyerahkan kepemilikan kapal itu kepada kami. Well, kami sendiri yang akan menyerahkan bahan bakar yang Bapak inginkan."

"A-apa maksud, Bapak?" Salvator tercengang. "Benarkah demikian, Pak?"

"Well, dengan satu syarat," desis Paolo dengan sinar mata berkilat-kilat.

"Apa syaratnya, Pak? Kami bersedia melakukan segalanya untuk Bapak."

Paolo Moravcsik diam sebentar, lalu menatap Pak Salvator dengan tajam.

"Serahkan rahasia pembuatan kapal itu kepada kami."

Salvator D' Albertis tersentak kaget.

"A-apa?"

"Anda dengar ucapan saya! Serahkan rahasia bagaimana cara membuat kapal itu mengapung di udara!"

Pak Salvator nyaris pingsan. Apa yang baru saja didengarnya sangat mustahil sebab rahasia pembuatan kapal itu telah dibawa oleh Elmendorf D' Albertis ke liang kubur. Siapapun yang menjadi generasi Elmendorf D' Albertis memahami bahwa tujuan ilmuan eksentrik itu adalah membuat seluruh generasi Morte Orbis berpikir cerdas dalam menemukan rahasia kapal itu. Dan memang, sampai detik ini, tak seorangpun – tidak juga para ahli yang paling jenius – berhasil menemukan rahasia pembuatan kapal itu.

"Well, kalau Anda tidak mampu memenuhi keinginan kami," ujar Paolo sinis, "silahkan cari jalan sendiri, buktikan mulut besar leluhur kalian yang sok pintar itu, buktikan bahwa kalian mampu mengatasi masalah sendiri."

Pak Salvator kembali ke kapal dengan perasaan seperti seorang pecundang. Harga dirinya sangat jatuh ketika dia bermaksud menyerahkan kepemilikan kapal dan ditolak. Dia merasa seluruh leluhur pendahulunya pasti meratap di dalam liang kubur mendengar keputusan nekad yang baru saja dilakukannya. Fakta bahwa pihak Black Scientist menolak penyerahan kepemilikan kapal tidak membuatnya lega.

Keesokan harinya, seluruh mata murid terpaku pada Megan, Serena, Denziel dan Logan saat mereka berempat dipanggil keluar kelas untuk menghadap Bu Joanne Dawson terkait dengan misi ke Island of Missing Time. Logan kembali menoleh ke arah Dennis, dan ketika dia berjalan melewatinya, anak berwajah angkuh itu merundukkan kepala dan berbisik, "Selamat tinggal, pecundang."

Pemanggilan keempat anak itu dan dua anak lain yang berada di kelas lain dilakukan karena persiapan pengiriman ke Island of Missing Time akan segera dimulai. Mereka memiliki waktu tiga hari untuk mempersiapkan diri bersama para pelatih yang akan memberikan training.

"Hanya kami berenam yang akan berangkat," seru Megan saat mereka berempat berada di kamar Dennis. "Kau bisa bayangkan betapa angkuhnya Logan ketika kami diberi tahu bahwa nilainya yang paling tertinggi di antara kita."

"Hanya berenam?" tanya Dennis tertarik dan mengabaikan informasi tentang nilai Logan. "Bagaimana dengan 14 anak lain yang nilainya memenuhi standar?"

"Seluruh orang tua mereka keberatan," jelas Serena. Gadis ini masih saja merasa tidak bersemangat dengan misi yang akan mereka jalankan. "Mereka telah meminta ke 14 anak itu untuk mengundurkan diri. Pihak the Eagle's Wings tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa mereka ikut dalam misi ini."

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now