Bab 1: Gelisah

272 31 23
                                    

Setidaknya, tiga hal fundamental telah menyeret Dennis Reeves ke dalam suasana hati yang murung saat ini. Yang pertama, hilangnya Bu Cynthia dan Nicky dalam proses Pura-Pura Mati saat melarikan diri dari Locusta Originia ke Morte-Orbis. Kedua, kenyataan bahwa Dokter Harris sepertinya sangat meradang terhadapnya, dan ke tiga, tak pelak lagi - Kapal Pesiar The Eagle's Wings.

Perasaan Dennis sangat beralasan jika mengingat batalnya keluarga Dokter Harris mengangkatnya sebagai anak. Peristiwa itu telah menorehkan luka psikologis yang teramat dalam dan diperparah dengan perangai Dokter Harris yang mendadak antipati terhadapnya, seakan semua perkara merupakan kesalahan Dennis Reeves semata.

Belum cukup dengan semua itu, kini rencananya membenahi puing kehancuran kehidupan keluarga Dokter Harris - dengan memalsukan kematian mereka dan pindah ke Morte-Orbis - berakhir dengan tragedi saat Bu Cynthia dan Nicky menguap jejaknya. Kapal Pesiar The Eagle's Wings, satu-satunya harapan yang tersisa untuk mengecap sekeping kebahagiaan dalam hidupnya pun seakan tak dapat diraihnya. Segala hal yang telah dilakukan untuk mengubah hidupnya terpental dan terlepas dari genggaman tangan.

Hari ini, remaja yang dilanda kegalauan itu mendapat balasan surel dari maskapai Kapal Pesiar The Eagle's Wings. Kabar buruk, lowongan beasiswa untuk bersekolah di sana telah ditutup. Kegundahan hatinya makin merebak saat dia berbincang dengan Rivaldy melalui ponsel. Rivaldy mengutarakan, Dokter Harris tidak dapat dihubungi, seakan sengaja menghindarinya dengan memaparkan alasan sedang sibuk mengurus ini dan itu. Hari-hari menanti dimulainya sekolah pun terasa membosankan, meskipun suami-istri Rotternbergh kerapkali melibatkannya dalam beberapa kegiatan.

Kedua pasang suami-istri yang baik hati itu sering terlihat menghabiskan waktu mengobrol dengan seorang wanita paruh baya, tetangga yang kadang berdiri di luar jendela rumah Pak Rotternbergh. Wanita itu melongokkan setengah tubuhnya melalui jendela dan bergosip dengan kedua suami-istri yang berada di dalam ruangan tentang berbagai topik hangat. Mereka sering meminta Dennis untuk bergabung sambil minum teh dan nonton acara televisi.

Hari ini Dennis meminjam Oliver, perahu milik Serena Drew dan berkayuh mengitari danau. Suasana sekitar terlihat sepi. Hanya ada beberapa perahu lain melintas di sudut danau. Perahu Dennis berhenti di tengah. Dennis kemudian bangkit berdiri dan mencoba melempar pesawat kertas ke udara, mengendalikan gerakannya dengan kekuatan pikiran. Namun ternyata, kemampuan khususnya itu benar-benar telah menghilang. Alfonso dan Dieogo tampak berenang di permukaan air membututi perahunya. Dennis sesekali mengangkat kedua kura-kura itu ke atas perahu dan mengobrol dengan kedua reptilia bercakang yang ukurannya tampak makin besar sekarang.

Dennis Reeves tampak lebih jangkung dari sebelumnya. Penampilannya sudah mulai terlihat seperti remaja pada umumnya, tidak terlalu berkesan kekanak-kanakan lagi. Wajahnya terlihat tampan dengan alis yang semakin menebal akibat selalu dikucek-kucek untuk menutupi cabang di ujung. Apa yang diungkapkan Serena Drew dulu ke Megan benar, Dennis Reeves terlihat gundah dan memancarkan kesan misterius di wajahnya.

Ingatan tentang Kapal Pesiar The Eagle's Wings di dalam mimpinya dulu sungguh mengacaukan pikiran Dennis saat ini. Kilasan-kilasan mimpi yang ditunjukkan oleh Nicolas Al-Portero itu dari hari ke hari semakin gamblang. Dan ternyata, bujukan pria berjubah biru itu kepadanya untuk memalsukan kematian dan pindah ke Morte-Orbis bukan cuma mimpi sekilas dalam satu malam. Mimpi itu telah ditunjukkan ribuan kali dalam upayanya membujuk Dennis memalsukan kematian dan berpaling ke dunia Pura-Pura Mati.

"Bayangkan, Diego, Alfonso," keluhnya tak tahan memendam unek-unek setelah kecewa membaca balasan surel dari Maskapai Kapal Pesiar The Eagle's Wings, seakan-akan kedua kura-kura itu memahami apa yang dia ucapkan. "Nicolas Al-Portero mengatakan, aku harus pindah ke sini, agar La Antorca tak dapat memburuku, agar mesin penghancur dunia itu tak dapat bekerja. Aku selalu menolak dan sekarang kupikir, dia berdusta dengan semua celotehnya itu. Dia terus-menerus membujukku hampir setiap malam dengan mendatangiku dalam mimpi, menggiringku ke dalam Kapal Pesiar The Eagle's Wings dan akibatnya, aku terbujuk."

Dennis menggeram.

"Tapi sekarang? Lihatlah, saat aku sudah berada di sini, dan kapal itu tepat berada di depan batang hidungku, apa yang kudapat? Nicolas Al-Portero cuci tangan, tidak menggubrisku lagi setelah semua keinginannya terkabul. Bersembunyi di mana dia sekarang? Mengapa tak pernah muncul-muncul lagi?"

Dia meletakkan dayungnya, mengangkat kedua telapak tangan dan mendekatkan ke mulut, lalu berteriak, "Nicolas Al-Porterooo ... di mana kau bersembunyi?? Hoiii Nicolas ...!"

Hening. Tak ada Nicolas, hanya desir angin yang mengembus permukaan danau hingga beriak-riak kecil. Dennis menghempaskan ujung dayung ke atas permukaan air dengan geram, membuat Alfonso dan Diego terperanjat. "Kenapa, Dieogo, Alfonso, kenapa segala hal menentangku?" Dennis menutup wajahnya dengan tangan, menunduk getir. Dia ingin sekali membenci Dokter Harris tapi tak pernah sanggup.

"Berjanjilah untuk selalu menjadi seorang jagoan untuk Bapak, Dennis."

Kalimat yang pernah diucapkan Dokter Harris kini telah terpatri di dalam sanubarinya. Ucapan yang senantiasa membuatnya berpikir bahwa Dokter Harris adalah orangtuanya dan kelak mesti menjadi ayahnya, membuat posisinya sama seperti Rivaldy dan Nicky. Belum pernah didengarnya ujaran dukungan se-elok tutur kata yang diucapkan Dokter Harris dalam hidupnya seperti hari itu. Meskipun segala kemelut dan tragedi telah mengacaukan segalanya, Dennis yakin bahwa dia masih memiliki harapan untuk bisa menjadi bagian dari keluarga Dokter Harris. Itulah sebabnya, sampai saat ini, meskipun Dokter Harris seperti membencinya, Dennis berusaha tidak membalas dengan permusuhan.

Di tengah-tengah kesuraman kemelut di dalam pikirannya, ponsel milik Dennis yang disediakan oleh instansi imigran berdering.

"Hello Dennis," terdengar suara Serena Drew di ponsel. "Kami di sini, di tepi danau."

Serena Drew dan Megan tampak berdiri dan melambaikan tangan di kejauhan. Hari ini, Serena yang sudah menangkap gejala murung di wajah Dennis memutuskan memberikan kejutan hiburan dalam sesi adaptasi pendampingan imigran. Dennis tampak memutar dan kemudian menambatkan perahunya ke tepian.

"Bagaimana Dennis?" Suara Serena terdengar ceria, "Kau sudah siap dengan kejutan kami?"

"Ahh, maaf, aku hanya bercanda kemarin," ucap Dennis berjalan mendekat dan tersenyum. "Jangan diambil hati, ya."

"Masa, Megan," Serena berpaling ke arah temannya, berseloroh, "Dennis bilang, dunia Morte-Orbis ini absurd, tidak seperti dunia rahasia yang digambarkan dalam film-film yang ditontonnya di Locusta-Originia."

"O ya? Ckckcck," Megan menggelengkan kepala dan mengedipkan matanya. "Apa yang diharapkan oleh seorang Dennis untuk ditemukan di sebuah dunia rahasia, Serena?"

"Dia bilang," celoteh Serena sambil menggigit bibir, "Mengapa tidak ada yang aneh-aneh, mengapa tidak ada pesawat canggih di langit, mengapa mirip kota-kota tua di Eropa, mengapa ada minuman es kelapa? Memang salah kita ya, Megan, dunia Morte-Orbis berbentuk seperti ini?"

Dennis tergelak. "Iya, iyaa, my friends, maaf, aku terlalu terpengaruh film sci-fi yang kutonton dulu, tapi jujur, aku lebih menyukai dunia rahasia yang seperti ini, kalau terlalu banyak barang canggih, aku pasti merasa kaku dan terasing. Begini lebih baik kupikir, lebih natural."

"Wah, wah," Megan menggelengkan kepalanya, berpura-pura sewot. "Tidak bisa ini, benar-benar penghinaan dan pelecehan terhadap dunia Morte-Orbis ya, Serena ckckcck."

"Benar, Megan," sahut Serena, ikut mendecakkan lidah. "Ayo, kita buktikan kepada pendatang baru ini bahwa dunia rahasia Pura-Pura Mati Morte-Orbis tidak seburuk yang dia kira!"

Ketiga remaja yang makin akrab itu tertawa geli dengan candaan mereka sendiri, berjalan menusuri jalan di antara rumah-rumah penduduk dan asyik mengobrol. Serena Drew dan Megan Heffner terpikat mendengar cerita Dennis tentang pulau Bali dengan penari dengan kerling mata yang menawan dan para remaja Locusta Originia yang gemar bermain game daring pagi, siang dan malam. Sesaat kemudian, mereka tiba di terminal dan naik bus yang menurut Megan katanya menuju ke tepi pantai.

Bus itu bergerak melalui jalan di tepi danau yang menampakkan beberapa sisi yang tidak dibangun perumahan dan perbukitan yang menjulang tinggi. Sepanjang perjalanan, Dennis meminta bocoran tempat kejutan rahasia yang akan mereka tunjukkan. Namun tentu saja, Serena dan Megan bungkam seribu bahasa dan tak mau memberi petunjuk sedikitpun. Mereka tiba di sebuah kota, dan bus itu kemudian berbelok dan menelusuri sebuah jalan selama sekitar satu jam. Sesampai di pantai, mereka naik ke atas sebuah kapal kecil bersama para penumpang lain menuju ke tengah lautan yang saat ini terlihat biru dan jernih.

Follow, Vote, and comment, Gaes. Thank you :)

PURA-PURA MATIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora