Bab 4: Ritual Pura-Pura Mati

43 4 2
                                    

"Mereka membaringkan ketiga anak itu di pinggir pantai," sahut Bi Lena bergidik. "Setengah dari tubuh mereka terendam air laut, setengahnya tergeletak di atas pasir. Bu Cynthia tahu tidak, apa yang terjadi selanjutnya?"

Bu Cynthia menggelengkan kepalanya, membayangkan hal terburuk yang mungkin telah terjadi. Bola matanya tampak membulat.

"Ketiga anak itu tetap saja diam dan bertahan pura-pura mati meskipun ombak menerjang tubuh mereka. Lalu teman-temannya menakut-nakuti dengan mendorong tubuh anak-anak itu lebih jauh lagi. Eee ... tetap saja diam seperti patung, bertahan tidak mau mengalah."

"Trus, Bu Lena, duh, seram sekali kedengarannya!"

"Akhirnya, mereka sepakat menantang ketiga anak itu untuk berbaring di atas papan yang mengapung dan celakanya, ketiga anak itu tetap bertahan dan menurut I Made Buleleng, anak-anak lain menjadi semakin geram dan mendorong papan-papan itu makin jauh ke tengah laut, berharap mereka akan berhenti pura-pura mati, tapi mereka tetap bertahan sampai tiba-tiba sebuah gelombang besar menerjang."

"Ya ampun, apa yang terjadi!?" pekik Bu Cynthia ngeri. Dia meletakkan pulpen dan menutup buku catatan novelnya.

"Mereka terseret arus dan tentu saja, pada saat ini mereka sudah tak mampu lagi berpura-pura mati, eee... mereka berteriak-teriak dan membuat orang-orang di sekitar pantai menjadi panik dan berlarian untuk menolong. Tapi ...."

"Tapi apa, Bu Lena?"

"Dennis, dia ... tetap bertahan dengan pemainan pura-pura matinya itu. Dia tidak berteriak-teriak meskipun ombak besar itu menerjangnya dan terus tergulung dibawa gelombang atau mungkin tenggelam, begitulah menurut cerita."

Bu Lena merapikan letak piring-piring, lalu melanjutkan, "Kedua anak lain tentunya sudah menjerit-jerit duluan saat ombak besar itu menerjang pertama kali dan berhasil ditolong saat berenang melawan arus. Setelah beberapa menit melakukan pencarian, mereka melihat tubuh Dennis mengapung dan para petugas penjaga pantai segera berenang dan menyeretnya ke tepi pantai. Denyut jantung dan nadinya sudah berhenti. Semua orang panik dan ketakutan. Seseorang berusaha melakukan ... eh, apa itu namanya?

"CPR - pernapasan buatan?" sambung Bu Cynthia cepat.

"O iya, Ce-pe-er, tapi nihil dan Bu Cynthia tahu tidak, apa yang terjadi berikutnya?"

Bu Cynthia menggelengkan kepala dengan wajah terlihat cemas.

"Di tengah kepanikan semua orang, anak itu tiba-tiba membuka matanya, mengeluarkan suara 'menggeram kejut' seperti monster dalam sinetron horor dan menggerakkan tangannya seperti mencakar, lalu tertawa terbahak-bahak sambil berteriak, 'aku menang!' Dasar sinting si Dennis itu!"

Bu Cynthia membayangkan seperti apa 'menggeram-kejut' sebentar, berusaha menahan geli dan pura-pura batuk.

"Ah, hebat anak itu," desis Bu Cynthia tanpa sadar kagum terhadap betapa jagonya Dennis dalam cerita Bu Lena tadi. Bu Lena menatapnya tajam.

"Eh, maaf, apa yang terjadi selanjutnya, Bu Lena?"

"Akibat dari kenakalan Dennis di pantai itu, seseorang memanggil polisi dan mereka dinasehati habis-habisan untuk tidak melakukan permaian saiko itu lagi."

"Bi Lena," sela Bu Cynthia, "kejadian di pantai itu, Dennis barangkali mengalami mati suri, tidak?'

"Begitulah awalnya yang semua orang kira. Tapi kalau mati suri kan denyut jantung atau nadi masih berdetak, ya? Lagi pula anehnya, menurut cerita anak-anak itu, bukan hanya saat di pantai itu saja denyut jantung dan nadinya berhenti, tapi hampir di semua permainan Pura-Pura Mati yang dia lakukan. Aneh kan, benar-benar saiko anak itu, Bu Cynthia!"

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now