Bab 8: Sang Pemadam Obor

572 66 102
                                    

Pagi itu kota New York masih seperti yang diingat semua orang di seluruh penjuru dunia, megah – seakan menyihir untuk terus bermimpi – sekaligus melontarkan peringatan untuk selalu berhati-hati dengan mimpi itu saat terjaga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi itu kota New York masih seperti yang diingat semua orang di seluruh penjuru dunia, megah – seakan menyihir untuk terus bermimpi – sekaligus melontarkan peringatan untuk selalu berhati-hati dengan mimpi itu saat terjaga. Mimpi kadang mengecoh seseorang yang tak memahami bagaimana cara menganalisis dengan tepat.

Di sudut kota itu, dua pria dengan sinar mata seakan menerawang kepingan mimpi baru saja menjejakkan kaki di sebuah kafe dan menyapa seorang laki-laki yang sedang meringkuk dan termenung sendirian.

"Peter Reeves!" seru Bardley Matz, pria berusia 40, berkumis dan berambut cokelat menyapa dengan riang gembira. "Sahabat terbaikku, lama kita tidak bertemu! Kenalkan, ini Erick Gore, teman baru kita."

Erick Gore, pria berusia 35 tahun berjabat tangan dengan Peter Reeves yang meskipun menyeringai ramah, memiliki tatapan mata dingin dan tajam. Dengan rambut cokelat kepirangan acak-acakan dan pancaran mata demikian, Gore merasa harus waspada terhadapnya. Mereka duduk di salah satu sudut dengan arus lalu lintas yang terlihat hiruk-pikuk dari balik dinding kaca. Tiga cangkir kopi yang semerbak dan mengepul panas segera berhamparan di atas meja.

"Sebelum memulai obrolan kita," gumam Bradley Matz, "saya ingin menyampaikan kepada Reeves, Gore adalah sahabat baru kita yang akan bergabung dalam organisasi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sebelum memulai obrolan kita," gumam Bradley Matz, "saya ingin menyampaikan kepada Reeves, Gore adalah sahabat baru kita yang akan bergabung dalam organisasi. Gore seorang Lucid Dreamer terbaik di kota New York."

Peter Reeves berusaha untuk tidak mengernyitkan keningnya.

"Tidak apa-apa," tukas Matz mengebaskan tangan. "Nanti saja kujelaskan soal Lucid Dreamer itu." Dia membuka dan merogoh tasnya, lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dan menyodorkannya kepada Reeves dan Gore.

"Maaf, Reeves, sebagian dari isi dokumen ini telah kau ketahui, tapi bagi Gore merupakan hal yang baru. Aku minta kalian membaca dokumen ini sebentar."

Peter Reeves dan Gore mengangguk dan mulai membaca dokumen tersebut.

Selat Sunda Indonesia, 1000 tahun sebelum 1883.

Jauh di dasar lautan, di bawah gunung Krakatau, melewati lorong-lorong yang dingin dan gelap gulita, terbaring sebuah gua kecil yang misterius. Setengah dari gua itu kosong dan tidak terendam air. Tetesan air dari langit-langit gua jatuh ke atas permukaan air dan membentuk tumpukan lapisan kristal yang mengeluarkan cahaya redup dan tipis seperti lentera minyak yang menerangi permukaan air dan langit-langit gua itu.

PURA-PURA MATIWhere stories live. Discover now