Terdiam saja mungkin akan tetap salah, sakit rasanya.
_Alula Almathea_
Alula dan Gara berjalan menyusuri koridor sekolah bersamaan, keduanya saling bergandengan tangan tanpa memedulikan tatapan tidak suka dari orang orang, katanya Alula tidak cocok dengan Gara, tapi Alula tidak peduli, terserah bagaimana orang lain memandangnya karena yang Alula butuhkan hanyalah pandangan Gara terhadapnya.
Ketika sampai di parkiran, gadis itu tersenyum manis ke arah Gara, nampak mencurigakan, dan kecurigaan Gara terbukti dengan Alula yang tiba tiba meminta sesuatu yang tidak terduga.
"Gimana kalo sekarang aku yang bawa motor," Katanya sambil bergelayutan manjan di tangan Gara.
"Jangan aneh aneh deh."
Bukannya tidak mau, laki laki itu hanya sedikit tidak percaya jika Alula bisa mengendarai motor, terlebih kota Jakarta di sore hari biasanya lebih ramai dari siang maupun pagi, di tambah keadaan Alula sehabis bertengkar dengan Luna tadi membuat Gara semakin meragukannya.
"Kamu abis jatoh di motor Gar, aku liat juga jalannya aga pincang gitu," Jelasnya memberi alasan dengan mimik muka yang terlihat meyakinkan, lebih tepatnya Alula khawatir pada laki laki itu.
"Aku ga papa."
"Gara," Alula memajukan bibirnya lucu.
"Beneran deh, aku bisa tau bawa motor dulu aja aku sering boncengin Javier."
Gara yang tadi sudah menaiki motornya, kini kembali turun dan memberikan kunci motornya kepada Alula.
"Ayo," Katanya dengan wajah datar.
Masa lalu mungkin memang adalah hal yang sudah terlewatkan, dan Gara tau betul jika Javier hanya sebagian dari masalalu Alula, tetapi setiap kali gadis itu menyebutkan nama Javier, Gara selalu tidak suka.
Melihat perubahan raut wajah laki laki itu Alula tersenyum, namun ia tidak bertanya apa apa sebab ia simpan untuk menjadi topik pembicaraan di perjalanan pulang.
YOU ARE READING
HEKSAGARA PRANADIPTA (END)
Teen FictionKetika tuhan mempertemukan dua manusia dengan karakter yang berbeda, Alula yang penuh luka yang di sembunyikannya, Dan Gara yang datang membawa cinta dan kasih sayang untuk obatnya. Akankah kisah itu berakhir bahagia?, atau justru malah berkahir sa...