43. AKU INGIN MENJADI DIA, DIA INGIN MENJADI AKU

316 110 3
                                    

Seharunya aku yang menjadi tepatnya berlabuh, bukan dia yang saat ini bersamanya

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Seharunya aku yang menjadi tepatnya berlabuh, bukan dia yang saat ini bersamanya.

_Luna Dellarisa_

Sore itu, Alula kembali ke rumah yang sepertinya tidak bisa di sebut rumah karena tidak adanya kenyamanan dan rasa aman di sana.

Begitu tiba di sana, rasa sepi itu kembali menyapa, sangat hening rasanya, tidak ada kegiatan di sana, dan Alula tidak berpikir akan ada orang di rumahnya.

Alula dan Gara berdiri di depan pintu, melihat ke arah gerbang di mana sebuah mobil berawan hitam berjalan memasuki pekarangan.

Alula tau betul jika itu adalah mobil milik ayahnya, senyuman itu perlahan mengembang ketika seorang laki laki paruh baya keluar dari bangku pengemudi, namun beberapa detik kemudian senyuman itu berubah dengan tatapan bingung penuh tanda tanya, kemudian Vanya dan Luna turun menyusul Ayahnya.

Seperti yang bisa Alula lihat, kedua perempuan ular itu berjalan layaknya seorang model dengan tubuh yang  sepertinya sengaja diliuk liukan dan juga menenteng beberapa paper bag di tangan kiri dan kanannya.

Vanya mengejar, Ibu tirinya Alula itu kini berdiri di samping Renan sambil menggandeng tangannya, sementara Luna kini berdiri di samping kiri Ayahnya sambil menatap tajam ke arah Alula yang mencurigakan karena datang bersama Gara.

"Sore om," Sapa Gara kemudian mencium punggung tangan Renan dan juga Vanya, ibu tirinya Alula.

"Makasih udah nganterin Alula," Belum sempat membalas, ucapan Gara tiba tiba langsung di dahului oleh Alula.

"Ayah udah pulang?" Tanya Alula

"Udah, semalem ayah pulang."

"Gimana? Carina udah sembuh?" Gara dan Alula bertukar pandang, seolah olah keduanya saling bertanya.

"Carina?"

"iya, kata Bunda semalem kamu di rumah sakit, nemenin temen kamu, temen kamu di sini Carina doang kan?"

Alula melihat ke arah Vanya dan saat itu juga keinginannya untuk mencakar wajah ibu tirinya semakin bertambah, namun sebisa mungkin ia tahan karena tidak ingin di marahi Ayahnya.

"Kamu sih, Bunda udah bilang ayah kamu mau pulang, malah tetep mau temenin temen kamu di rumah sakit," Sahut Vanya, dan tentu saja Gara tidak terima dengan cerita palsu tersebut.

"Engga om, sebenernya Alula _" Gara yang hendak menjelaskan tiba tiba berhenti ketika Alula menarik tangannya dan memberikan tatapan seolah olah berkata jika ia tidak boleh melanjutkan ucapannya.

"Kenapa Alula Gar?" 

"Ayah abis dari mana?" Tanya Alula untuk mengalihkan pembicaraan

"Abis makan di luar, nih ayah bawain novel buat kamu, sekalian tadi nganter Luna nyari buku," Renan memberikannya kepada Alula, dan lucunya, buku yang Ayahnya beli ternyata sama dengan yang Alula beli sebelumnya.

Gadis itu tersenyum getir sebelum akhirnya berucap terima kasih, ini adalah bukti seberapa pentingnya sebuh komunikasi, padahal jika Ayahnya bertanya lebih dulu, Alula yakin senyumnya yang terukir saat ini tidak akan palsu, dan rasa sakit mendapat kenyataan jika ia di tinggalkan sendirian saat sedang terbaring hingga tak sadarkan diri di rumah sakit mungkin akan menjadi lebih baik karena sesuatu yang Ayahnya bawakan untuknya.

"Aku masuk duluan," Ucap Luna setelah tadi hanya terdiam dengan tatapan tidak suka dengan kedekatan Gara dan Alula. tidak tau saja jika keduanya bahkan sudah berpacaran.

"Oh ya, lain kali kalo di ajak ikut Al, biar kita bisa family time bareng bareng" Lanjutnya setelah berharap hadapan dengan Alula.

"Ayah sama Bunda juga ke dalem ya, buatin minum tuh Gara nya" Ujar Ayahnya kemudian berlalu meninggalnya.

Jangan tanya bagaimana keadaan Alula saat ini, gadis itu saja bahkan tidak bisa menjabarkan bagaimana perasannya, rasanya sesak, dan sangat sakit.

Padahal, jika di ingat ingat, pagi ketika di rumah sakit tadi, Alula sempat mengirim pesan kepada Ayahnya, ia memberi tau jika ia ada di rumah sakit, karena ia yang sakit, bukan temannya. Tapi entah bagaimana, pesan itu tidak tersampaikan dan ia akhirnya di tinggalkan sendirian di rumah sakit.

Alula tau ini bukan kesalahan Ayahnya, tapi tetap saja rasa sakitnya sama, dan ketika membayangkan bagaimana kebersamaan ketiganya tadi siang, Alula sungguh terluka, bukankah seharunya Ayahnya ada menemaninya di rumah sakit?, bukan malah bersenang senang menemani Luna dan Ibunya berbelanja dan melupakannya begitu saja.

"Kamu kenapa ga bilang aja sih Al?" Tanya Gara yang tadi sempat tersulut emosi dengan pernyataan palsu dari Vanya dan Luna yang menempatkan Alula di posisi yang tidak seharunya.

Alula menghembuskan nafasnya pelan, gadis itu menarik tangan Gara agar ikut duduk dengannya di teras.

Untuk saat ini, Alula tidak memiliki banyak tenaga untuk membalas perlakuan Luna dan Ibunya, gadis itu diam bukan berati menerima atas semua yang keduanya lakukan, hanya saja Alula merasa kekurangan bukti untuk menunjukkan seperti apa Vanya sebenarnya.

Gadis itu hanya tidak ingin memperburuk keadaan, dan saat ini juga ia sadar sebesar apa cinta Ayahnya untuk Ibunya Luna, dan Alula yakin jika Ayahnya tidak akan semudah itu untuk percaya, ia tidak ingin jika Vanya memutar balikan fakta dan berakhir dia yang di tinggalkan Ayahnya, Alula tidak mau.

"Makasih udah mau belain aku," Ucap Alula sambil menggenggam tangan Gara.

"Aku bakal selesain semuanya dengan secepatnya ko," Sambungnya dengan senyuman yang masih terlihat palsu di mata Gara.

"Aku mau bantuin kamu, jadi seperti yang pernah aku bilang sebelumnya, kalo ada apa apa langsung hubungin aku, aku bakal datang kapan pun dan di manapun kamu berada, aku bakal samperin kamu."

"Aku kadang masih ga nyangka tau Gar, bisa milikin hati kamu sekarang, bisa rubah kamu yang awalnya ga pernah peduli sama aku tiba tiba jadi care banget kayak sekarang," Jelas Alula memberitahukan perasannya saat ini, perasaan bahagia karena bisa menjadi kekasih dan di kasihi oleh seorang Heksagara Pranadipta.

"Siapa bilang?"

"Siapa bilang dulu aku ga peduli?" Alula membelalakkan matanya, gadis itu merasa jika Gara dulu seperti sangat risih ketika di dekatinya, dan juga tidak peduli terhadapnya, bahkan laki laki itu tidak segan segan menyuruhnya menjauh ketika ia ingin mendekat.

"Aku suka dan peduli sama kamu, tapi aku ga pandai untuk mengekspresikannya, dan rasa takut kehilangan kamu yang akhirnya ngasih dorongan ke aku untuk ungkapin apa yang aku rasain sama kamu, kalo selama ini bukan cuma kamu aja yang deg degan deket sama aku, tapi aku juga,"

Alula kembali tersenyum, dan Gara berhasil mewujudkannya, mewujudkan untuk membuat Alula tersenyum tanpa pura pura.

Namun di balik pintu yang tertutup rapat, seseorang mendengarkan obrolan Alula dan Gara dengan hati yang terluka.

Luna tidak menyangka jika Gara memang sesuka itu kepada Alula, dan ia tidak menyangka jika keduanya benar benar sudah resmi menjadi sepasang kekasih.

Lagi lagi, untuk kesekian kalinya, Luna tidak bisa memiliki apa yang ingin ia miliki, gadis itu mengepalkan tangannya dengan kuat, ia kembali menyalahkan Alula atas semua yang terjadi padanya.




Teruntuk pembaca ku tersayang, terimakasih atas vote dan komennya, yang belum vote, mohon dukungannya ya, ayo kita saksikan kelanjutan kisah Gara dan Alula, Terima Kasih.
。・:*˚🌷:✧。

HEKSAGARA PRANADIPTA (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora