Marah

330 40 2
                                    


Athalla meleguk minuman kaleng dengan perasaan yang sulit di jelaskan.

"Arghhh!"

Rahang Athalla mengeras hingga urat-uratnya terbentuk dengan sempurna di sana.

Athalla meremas kaleng di tangannya dengan kencang, membuangnya ke jalan aspal dengan keras lalu menendangnya penuh amarah.

"Sial!" Makinya, Athalla menjambak rambutnya frustrasi, tak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan Nara dan membantah ucapan konyol Beby.

Athalla tahu kejujuran yang keluar dari mulutnya itu bisa saja di anggap lelucon pria bejat yang suka bertindak seenaknya dan tidak mau mengakui perbuatannya. Athalla juga tau, ia tidak punya bukti yang kuat untuk meyakinkan semua orang bahwa bukan ia pelakunya. Tapi bukan berarti pria itu akan pasrah dengan tuduhan yang dilayangkan Beby padanya. Athalla dengan tekad penuh akan terus mencari bukti terlebih mencari siapa ayah dari anak yang di kandung Beby itu.

***

Nara menatap pantulan dirinya di cermin kamar, gadis itu dapat melihat senyum getir di bibirnya juga tatap kecewa dari bola mata indahnya.

Kejadian-kejadian manis beberapa kali terputar bergantian dalam kepalanya, layaknya film.

Wajah panik Athalla saat di Rooftop, tawa Athalla yang seolah menggema di telinganya juga tingkah-tingkah absrud pria itu yang selalu sukses membuat Nara tertawa.

Baru saja Nara merasakan bahagia, kenapa kejadian bodoh ini harus menimpanya. Di saat Nara sudah menyadari bahwa Athalla bahagianya, mengapa semesta seolah kejam merenggut kasih dalam dekapnya.

Nara tertawa kecil, tawa yang penuh dengan luka. Ia mengusap wajahnya kasar, berharap ini semua hanya mimpi buruk baginya.

"Kalo pun ini benar terjadi, gue harus apa?"

Pertanyaan yang selalu memenuhi otaknya itu sampai saat ini belum juga terjawab. Nara tak pernah berhenti berharap dan meyakinkan dirinya bahwa ini hanya sebuah mimpi buruk, ia hanya perlu berusaha untuk terbangun dan semua akan baik-baik saja seperti semula.

***

Athalla mengusap kasar wajahnya, ia mencoba menetralkan mimik muka sebelum memasuki rumah.

Athalla menarik nafas berat sebelum akhirnya memegang hendel pintu dan membukanya.

Baru saja beberapa langkah, Athalla sudah merasakan hawa yang tidak enak di tambah perasaanya mendadak menjadi tidak karuan.

Beberapa orang duduk dengan tegang di ruang tamu, wajah datar Rohmat menjadi sorotan Athalla saat baru saja menginjakan kaki di sana.

Tatapan Rohmat sangat sulit di artikan, Papa nya itu hanya menatap kedepan dengan kosong.

"Assalamualaikum,"

Semua orang yang tadi hanya saling diam sekarang menoleh kompak kearah Athalla yang sedang berdiri sembari menatap mereka heran.

Karin menjawab salam Athalla dengan pelan, sementara Shasa hanya menunduk seolah tak ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Rohmat yang menyadari kehadiran Athalla, segara bangkit dari duduknya, ia menghampiri anak lelaki kesayangannya itu dan---

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Athalla hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.

Shasa hanya bisa memejamkan mata sembari menutup kedua telinganya.

Athalla memegangi pipinya yang memanas menatap sang Papa tidak percaya.

"Pa?" Suara Athalla bergetar.

Mata Athalla sudah berembun, bukan hanya karna sakit di pipi saja, tatapan Rohmat yang seolah penuh amarah, sangat terluka dan merasa di bohongi itu membuat dada Athalla terasa sangat sakit. Ini kali pertama Rohmat memperlakukan Athalla seperti ini.

"Memalukan!" Seru Rohmat

Satu kata pertama yang keluar dari mulut Rohmat berhasil menjawab semua pertanyaan dalam benak Athalla sedari tadi.

Athalla menoleh ke arah sofa, sepasang suami istri menatap gondok bercampur jijik kearah Athalla.

Athalla menggeser kan pandangan ke gadis yang duduk di sebelah wanita berambut sebahu itu, gadis yang ia tahu itu Beby, hanya menunduk lemah tanpa kata.

"Pa, Athalla gak pernah ngelakuin hal sebodoh itu." Ucapnya lemah.

Athalla mencoba untuk menjelaskan, tapi sepertinya ucapannya tidak akan berpengaruh disini.

Rohmat yang selalu tertawa riang dengan lawakan bapak-bapak itu, kali ini meneteskan air mata. Sangat kecewa dengan perlakuan sang anak.

"Menjijikan! Kenapa bisa papa punya anak seperti kamu?" Murkanya, Rohmat menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan.

"Apa salah papa hingga kamu mempermalukan papa seperti ini, Athalla?"

"Papa selalu memperlakukan anak-anak papa dengan baik, mendidik dengan nilai-nilai agama." Jeda seperkian detik, "Apa karna papa terlalu memanjakan kamu sampai kamu berani bertingkah seenak jidat?" Nada suara Rohmat memelan.

"Papa gak pernah minta kamu jadi orang sukses Athalla, papa cuma pinta kamu jadi orang baik dan menjaga kemaluan kamu. Karna derajat manusia di nilai dari rasa malunya."

"Papa juga gak minta kamu takut sama Papa, papa cuma pinta kamu takut sama Tuhan. Karna segala tindakan yang kamu lakukan akan di minta pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan."

Rohmat ingin marah dengan emosi yang meledak-ledak, tapi apa semua akan mengembalikan semuanya? Apa memaki Athalla akan mencegah perbuatannya di masa lampau itu? Rohmat masih dapat mengontrol emosi dan jalan pikirnya. Bagaimana pun, Athalla tetap anaknya.

"Tapi, Pa, Athalla gak ngelakuin itu." Ucap Athalla.

"Athalla punya Mama, Athalla juga punya kakak yang harus Athalla jaga. Kalau Athalla berani bertingkah sebrengsek itu sama perempuan artinya Athalla juga udah membuka peluang orang-orang brengsek buat bertingkah senonoh ke kakak dan Mama." Jelas Athalla.

"Athalla tau karma itu ada, Pa, Athalla juga tau hal buruk yang Athalla lakukan akan berbalik ke Athalla sendiri."

"Papa kecewa sama kamu." Ucap Rohmat sebelum akhirnya berlalu meninggalkan ruangan.

Ayah Beby yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan kali ini ikut bangkit dan menghampiri Athalla.

"Saya tidak butuh penjelasan kamu anak muda, saya hanya minta kamu bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan pada anak saya." Murka ayah Beby dengan lantang.

"Sumpah demi Tuhan saya tidak pernah melakukannya." Ucap Athalla penuh penekanan.

"Jangan sok suci pakai bawa-bawa Tuhan jika perlakuan anda saja sangat kotor." Maki ayah Beby.

Kali ini Athalla menyoroti Beby, ia tersenyum kecut kearah Beby.

"Beb, mau lo apa sih?" Tanya Athalla, mulai muak dengan permainan Beby.

"Mau buat hidup gue hancur? Mau buat papa, mama dan kakak benci sama gue? Mau buat Nara pergi dari hidup gue?" Nada bicara Athalla naik dua oktaf

Athalla tertawa miris, "Baik sama lo sama aja kaya nolong macan liar yang kejepit tau gak. Jangan kan terima kasih, lo malah menerkam gue dan ngebunuh gue secara perlahan."

"Sebrengsek itu, lo, yah." Maki Athalla.

Tak ada sahutan dari Beby yang ada hanya sebuah tamparan keras yang kali ini di layangkan oleh ayah Beby.

"Jaga ucapan kamu!" Pekik ayah Beby tidak terima.

Athalla kembali tertawa, "Harusnya bapak yang jaga anak bapak." Ucap Athalla sebelum akhirnya berlalu meninggalkan mereka di ruang tamu.

Nathalla [Selesai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora