Kantor polisi

284 37 3
                                    

Nara syok bukan main. Nara harap ini hanya mimpi. Sungguh, dirinya tidak pernah melakukan kejahatan apa pun. Tapi mengapa malah mendapatkan surat panggilan?

Reni yang melihat wajah syok Nara, segera memeluk tubuh putrinya. Mencoba menenangkan dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

Athalla hanya mengernyitkan dahi, membuat beberapa kerutan di jidatnya. Ia menarik kertas di tangan Nara, membacanya dengan teliti.

"Kok bisa?" Tanya Athalla yang kebingungan.

Reni merenggangkan pelukan dari putrinya, menghirup udara untuk meringankan sesak sebelum menjelaskan apa yang di katakan petugas kepolisian tadi.

"Pihak keluarga Beby merasa ada kejanggalan dalam kasus meninggalnya Beby. Di temukan barang bukti sebuah botol dan beberapa jenis obat-obatan gak jauh dari tubuh Beby saat kejadian." Reni mencoba menyampaikan apa yang di katakan petugas tadi.

Nara dan Athalla hanya diam mendengarkan penjelasan Reni. Mencoba mencerna baik-baik dan menghubungkannya dengan surat panggilan yang di terima Nara.

"Ada banyak kandungan obat berbahaya yang menyebar di tubuh Beby hingga membuat dia dan anak di kandungannya tidak bisa di selamatkan."

"Tunggu-tunggu," Athalla merasa ada yang tidak beres.

"Jadi maksudnya, pihak keluarga Beby secara tidak langsung menuduh Nara sebagai pelaku pembunuhan berencana terhadap putrinya?"

Reni dengan ragu mengganggu. Ia sebagai ibu sangat yakin bahwa Nara tidak mungkin bertindak tidak manusiawi. Apa lagi sampai menghilangkan nyawa dua orang sekaligus. Melihat kucing terluka saja anak itu sudah histeris tak tertolong.

Athalla menggeleng tidak habis pikir.

"Kenapa bisa?"

"Karna di temukan beberapa sidik jari Nara yang tertinggal di botol dan tubuh Beby."

Nara menelan saliva dengan susah payah. Wajahnya sudah pucat pasi, ia sangat panik jelas. Bahkan tubuhnya sudah bereaksi sedari tadi. Gemetar dan lemas. Ia tak menyangka kejadiannya akan seperti ini.

"Ma, Thalla--" dengan mata yang sudah merah dan siap meluncurkan cairan beningnya. Nara menatap Athalla dan Reni secara bergantian.

"Kalian percaya sama aku, kan?"

Nara sudah tidak bisa lagi menahan air matanya, gadis itu membiarkan saja pipinya basah oleh air mata yang mengalir dengan derasnya.

Reni mengangguk, ia juga ikut menangis dan memeluk putrinya.

"Percaya, nak. Sangat percaya. Mama tau anak mama kaya apa. Jangan takut, ada mama dan Ayah yang selalu dukung kamu. Kebenaran akan terungkap nak, jangan takut, kita punya Allah."

Athalla mengangguk, ia menyentuh pundak Nara. Menyalurkan segala energi di sana.

"Gue akan berusaha kumpulkan bukti, bahwa Lo gak bersalah." Athalla sangat yakin. Bukankah kebenaran akan selalu menemukan jalan?

***

Nara tidak bisa tidur memikirkan hari esok. Ia akan pergi ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan.

Nara tidak tahu apa yang akan terjadi di sana. Meskipun katanya Nara hanya di mintai keterangan, tapi bagiamana kalau dia justru tidak bisa menjawab? Bagaimana jika dengan bukti sidik jarinya, Nara dinyatakan bersalah dan di penjara? Bagaimana nasibnya?

Kepala Nara terasa berat dan sangat pusing memikirkan hal itu. Ia memilih turun ke bawah untuk mengambil minum.

"Sayang,"

Nathalla [Selesai]Where stories live. Discover now