Obsesi II

335 42 6
                                    

Bukannya semua akan terungkap, sepandai apa pun lo nutupin, baunya pasti bakal ke cium juga.

Nara masih penasaran, siapa yang menyebarkan Vidio itu dan apa lagi motif di baliknya? Ini memang bagus, tapi ia juga kasihan.

"Siapa yah, yang sebar?"

Jane mengangkat pundaknya, "Entah, gak peduli juga."

Jane mengembuskan napas lemah, menatap Nara dalam-dalam.

"Tapi yang harus lo tau, bahwa setiap hal buruk yang di tanam pasti akan menuai hasil yang sama, jangan berharap lebih dari kejahatan, Ra." Ucap Jane sangat bijak.

Nara mengangguk, semesta memang punya hukum alam meskipun tidak se-instan azab di sinetron ikan terbang, setidaknya hukum yang berlaku cukup nyata dengan proses yang berbeda.

Dan Nara sendiri percaya karma. Setiap kita melakukan kebaikan, karma baik selalu berbalas dengan manis dan saat kita melakukan kejahatan rasanya balasan yang datang malah lebih dari yang di lakukan, percaya atau tidak itu memang nyata.

Nara menggelengkan kepala beberapa kali, menetralkan pikirannya.

Jane yang hafal sekali Nara, menepuk pundaknya pelan.

"Gak usah di pikirin, itu udah rencana Tuhan untuk menyadarkan umatnya yang sesat kaya, dia."

"Emang dia sesat?" Tanya Nara dengan wajah polos, matanya mengerjap gemas bagaikan anak bayi.

Melihat itu, Jane hanya memutar bola matanya malas.

"Tau, deh, puyeng ngobrol sama bocah."

***

Setangkai bunga mawar tergeletak cantik di dalam loker membuat Beby mulai kesal karna merasa di telor oleh sang pengirim. Padahal sudah seminggu belakangan telor mawar itu berakhir, kali ini ia kembali, Beby yakin sesuatu pasti terjadi.

"Ah!" Pekiknya.

Kesal, Beby membanting pintu loker, membiarkan saja mawar itu membusuk di dalamnya.

Beby membenarkan rambutnya kebelakang dengan sedikit kasar.

"Gue yakin, dia lagi rencanain sesuatu." Pikir Beby.

Beby menendang loker cukup keras untuk melampiaskan emosinya sebelum meninggalkan loker.

Kaki Beby terus melangkah, mengayun menelusuri lorong. Entah apa yang salah pada dirinya, Beby merasa hampir semua pasang mata menatapnya dengan tatapan sinis dan menjijikan.

Banyak pasang manusia yang berbisik saat Beby lewat, sebagian dari mereka bahkan terang-terangan menyindirnya.

"Eh, dia gak punya malu, yah," bisik gadis berambut sebahu pada temannya.

"Urat malunya udah di gade buat sewa kamar." Balas temannya.

Beby yang mendengar bisikan mereka samar-samar itu hanya mengalihkan pandang, tak peduli.

Ia kembali mengayunkan langkah.

"Eh, udah tekdung berapa bulan, lo?" Kali ini seorang gadis secara terang-terangan menegur Beby, tidak lagi bisik-bisik seperti yang lain.

Beby hanya menatap dia ketus.

"Apaan sih, lo," Beby pergi begitu saja, tidak memperdulikan gadis itu.

Nathalla [Selesai]Where stories live. Discover now