Jangan gila

338 39 4
                                    


Vidio yang tersebar kemarin berhasil membuat gaduh seantero sekolah, bahkan hingga sampai ke tangan Papa dan Bundanya Beby.

Galih memang sangat brengsek, bisa-bisanya merekam kejadian menjijikan itu tanpa sepengetahuan Beby dan tanpa pikir panjang pria bejat itu menyebarkan vidionya tanpa memikirkan bagaimana psikis Beby setelah itu.

Beby benar-benar berada di jurang ke hancuran, dirinya sudah sangat menjijikan di hadapan umum bahkan orang tuanya sekali pun.

Ucapan Papa nya masih terngiang-ngiang jelas di telinga. Bagaimana kecewa dan marahnya mereka kepada anak tunggal yang mereka sayang dengan sepenuh hati dan malah bertindak memalukan seperti itu.

"Mau di taruh dimana muka saya di depan Pak Rohmat?" Maki sang Papa.

"Saya sudah susah payah besarkan kamu dengan sepenuh hati dan tenaga, tapi balasan kamu malah seperti ini? Melempar kotoran ke wajah saya?"

"Kamu sangat menjijikan, saya menyesal punya anak seperti kamu."

Belum lagi wajah syok dan kecewa sang Bunda. Hati Beby benar-benar hancur sehancur-hancurnya. Bahkan untuk satu jam selanjutnya saja Beby sudah tak yakin apakah ia masih bisa bertahan hidup.

Beby menghapus air matanya, sekencang apa pun ia menangis dan berapa banyak air mata yang keluar dari matanya tak akan bisa mengembalikan keadaan apa lagi membersihkan namanya yang sudah sangat kotor.

Menelusuri trotoar jalan, Beby menatap kosong ke depan dengan raut frustasi. Wajah putus asa tergambar jelas disana. Kakinya melangkah tak beraturan.

***

"Minyak, tepung-- ah lupa kan garam gak ke beli." Gerutu Nara, mengabsen setiap barang yang di belinya di dalam plastik.

Nara menepuk jidatnya pelan, mau tak mau ia harus kembali ke toko tadi dari pada Mamanya ngomel nantinya.

"Duh, demi makan kue buatan mama harus kerja dua kali kan."

Kaki Nara melangkah kembali menelusuri jalan yang sama. Untung saja tadi ia belum naik angkot, jika sudah bukan hanya kerja dua kali tapi juga buang uang dua kali untuk bayar angkot.

"Mobil besar begitu nyucinya pasti cape," gumam Nara saat melihat mobil pengangkut barang yang ukurannya besar.

"Nyanyi aja deh dari pada gabut kan yah."

"Polusi sangat banyak, bikin tumbuh jerawat--" Nara mulai bernyanyi random.

Langkah Nara berhenti seketika saat melihat seorang gadis menyebrang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Gadis itu tanpa melihat kiri kanan melangkah ke tengah jalan dan berhenti di tengah-tengah. Nara yang melihat segera menarik lengan gadis itu dengan cepat sebelum mobil besar yang melaju dengan kecepatan tinggi menghantam tubuh mungilnya.

"Aw--" Nara meringis.

Ia terjatuh di pinggir trotoar bersama gadis tadi. Sikunya tergores aspal jalan hingga menimbulkan luka.

"Lo gila apa? Banyak mobil besar kalo lo ketabrak terus mati gimana?"

Nara mendongakkan wajah melihat gadis itu yang sudah berdiri menepuk-tepuk bokongnya yang kotor.

"Beby," gumam Nara pelan.

"Lo gila yah? Kalo tadi Lo ketabrak gimana?" Omel Nara sudah berdiri di hadapan Beby.

Beby menatap Nara tajam.

"Bukannya lo seneng kalo gue mati? Gak ada yang ganggu lo sama Athalla lagi."

Nara hanya geleng-geleng tak habis pikir.

"Sempit banget dunia, ketemu lo lagi lo lagi!" Gerutu Nara.

"Hidup gue udah gak berguna, udah hancur dan hina. Apa lagi yang gue harapin dari hidup ini, hah?"

Nara hanya melongo mendengar ucapan Beby.

"Tapi nabrakin diri bukan solusi tepat, bego." Omel Nara.

"Lagian kalo mau mati cari tempat sepi, di sini banyak orang, sama aja bohong. Lo sengaja biar banyak orang lihat terus nolongin lo, sama aja gak mati bego." Maki Nara.

"Satu lagi, kalo mau mati jangan di depan gue, Lo mau buat gue trauma seumur hidup apa!"

Beby hanya memutar matanya malas. "Bacot banget lo jadi manusia." Pekik Beby sebelum berlalu meninggalkan Nara.

"Eh, udah di tolong juga bukannya makasih." Desis Nara.

Nara memegangi siku kanannya yang lecet.

"Mana sakit lagi siku gue, tau gini biarin aja dia mati."

***

Entah mimpi apa Nara semalam harus menyaksikan adegan menjijikan di depannya. Aneh rasanya melihat Jane yang ketus dan jutek tiba-tiba saja luluh oleh seorang Fenly.

Fenly menyuapi bakso kepada Jane dengan penuh cinta.

"Buka mulutnya pacar, aaa---"

Jane menurut, ia membuka mulutnya, melahap bakso yang di sodorkan sang pacar.

Fenly mengelus puncak kepala Jane sementara gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu Fenly, tangannya mengelayut dengan manja.

"Jijik banget gue sumpah. Alay, ih--" protes Nara, mengusap-usap tangannya yang merinding.

"Alah, kaya lo gak pernah aja sama si Kinan." Balas Fenly.

"Pindah yuk pindah, ngapain nonton begituan. Bikin mual aja." Wawan membawa mangkuk dan gelasnya, beranjak untuk pindah meja.

"Besok gue beli pacar 10 di shopee pas tanggal kembar. Liat aja, gue bakal pamer ke penjuru sekolah." Kata Wawan.

"Gue nitip satu, Wan, yang kaya Chimon yah." Timpal Nara.

"Jak Lo mau nitip juga gak?" Tanya Wawan.

"Gak, gue masih laku, bisa cari sendiri."

***

Beby menarik napas panjang, otaknya sudah mentok. Tidak bisa lagi berpikir jernih. Keputusannya sudah bulat.

Beby sudah capek dengan hinaan-hinaan yang di tujukan padanya, belum lagi para pria yang seolah merendahkannya. Menganggap Beby gadis yang tidak baik. Padahal itu bukan kemauannya, Beby di paksa oleh si bejat itu.

"Hotel Mawar kamar 102, malam yah cantik." Ucap kakak kelasnya sembari mencolek dagu Beby.

"Tarifnya jangan mahal-mahal dong, kan udah bekas." Ucap pria satunya.

Seketika tawa ke empat pria di hadapannya itu pecah.

Satu pria yang cukup menonjol di antara tiga lainnya, merangkul Beby tanpa permisi.

"Di rumah kakak aja, sepi," ucapnya, pria itu mendekatkan wajahnya ke telinga Beby.

"Biar puas." Bisiknya.

Beby sudah capek dengan ucapan menjijikan itu.

Sekali lagi, ia memejamkan mata, memikirkan matang-matang apa yang akan ia lakukan ini.

"Maafin Beby, Pa, Bun." Desis Beby lemah.

Segala kejadian menyenangkan bersama papa dan bundanya di saat ia masih kecil terputar silih berganti bagaikan film di dalam otaknya. Sesak memenuhi ruang dada Beby. Ia meremas tangannya, cairan bening yang susah payah ia bendung akhirnya runtuh juga, mengalir deras tak tertolong.

"Maafin Beby udah bikin kalian malu,"

"Ma-- maafin Beby yang belum bisa jadi anak baik buat kalian."

"Maafin Beby udah hancurkan harapan kalian."

"Maaf--" lirihnya.

Beby menyeka air matanya dengan ibu jari.

"Ini akan menjadi akhir dari semuanya."

Beby menatap Nara botol di tangannya, berharap setelah ini kehidupannya akan lebih baik dan tidak ada lagi luka-luka lainnya.

"Maaf--" ucap Beby lemah sebelum akhirnya ia meleguk habis cairan dalam botol.

Hanya beberapa menit sampai akhirnya tubuhnya kejang-kejang dan busa keluar dari mulutnya.

Nathalla [Selesai]Where stories live. Discover now