Kabar buruk dan kabar baik.

366 40 4
                                    


Tiga jam berlalu, dokter masih belum juga memberikan kabar baik.

Orangtua Beby sudah tiba 2 jam yang lalu, sang ayah duduk tertunduk sambil sesekali memijat keningnya. Bundanya hanya menatap kosong ke depan dengan air mata yang tak henti mengalir.

Nara, Jane, Fenly dan Kinan masih di tempat yang sama. Menunggu kabar dengan perasaan tak karuan.

Jane memang kesal dengan Beby, tapi karna Nara ngotot ingin tetap tinggal mau tak mau Jane harus menemani. Lagi pula seburuk-buruknya Beby, Jane masih memliki setidaknya sedikit nurani dan simpatik pada gadis itu.

Jane hanya khawatir dengan psikis Nara yang akan terganggu oleh rasa penyesalan, padahal dalam hati Jane ia malah bersorak senang. Bukankah itu balasan dari apa yang di perbuat Beby?

Beberapa menit kemudian, dokter perawakan tegap dengan lesung pipi itu keluar dari ruangan.

Ayah Beby menghampiri sang dokter dengan sorot penuh harap, sementara dokter hanya menggeleng kecil sebelum memberitahu yang sebenarnya.

"Bagaimana, Dok?" Tanya ayah Beby.

Dokter itu menggeleng. " Maaf, Pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun takdir Tuhan tidak bisa di hindari."

Ayah Beby berusaha mencerna ucapan dokter, beliau menatap dokter dengan wajah tidak bisa di tebak.

"Anak saya tidak apa-apa kan, Dok."

"Karna racun yang masuk kedalam tubuhnya terlalu bahaya dan menyebar dengan cepat, anak bapak tidak bisa kami selamatkan."

"Maaf," ucap dokter.

Ayah Beby mencekal baju atas sang dokter dengan kedua tangannya, urat-urat rahangnya menegang. Pria yang sudah hidup hampir setengah abad itu meluapkan kemarahannya kepada sang dokter. "Untuk apa anda jadi dokter jika tidak bisa menyelamatkan anak saya!"

Beberapa orang mencoba menahan ayah Baby. Sampai akhirnya cengkramannya melemas, ayah Baby jatuh terduduk dengan air mata yang tak kuasa di tahannya lagi.

Sebelu pergi dokter itu menepuk pundak ayah Baby dan kembali mengucapkan maaf.

Sama halnya dengan ayah Baby, mendengar kenyataan pahit itu Nara langsung terduduk lemas, ia sangat syok mendengar kabar dari dokter. Tubuhnya langsung melemah, matanya memejam dengan tumpahan air yang tak lagi bisa tertahan.

Nara memeluk lututnya, menenggelamkan wajah disana. Terisak dengan hebat.

Jane hanya bisa mengelus pundak Nara, ia sendiri bingung harus bereaksi bagaimana.

"Jane-- khiss-- ini salah Nara, yah?"

Jane memeluk tubuh Nara dari samping.

"Jangan ngomong gitu, ini bukan salah lo."

"Kita pulang yah," ajak Jane. Memapah tubuh Nara.

***

Bayang-bayang Beby seolah enggan pergi dari pikiran Nara. Gadis itu seolah sedang menatap Nara dengan penuh kebencian dan dendam. Senyum menyeringai menghiasi bibir indahnya.

Mata Nara kembali terpejam, buliran air mata sudah tumpah dengan hebat.

Nara menyandarkan tubuhnya di badan kasur, menenggelamkan kepalanya di lutut.

"Gue benci, lo, Ra! Sampai mati pun gue akan tetap benci lo!"

Suara lemah Beby masih terdengar jelas di telinga, membuat rasa sesak dan sesal memenuhi ruang dada.

"Lo udah hancurin hidup gue! Lo udah buat gue menderita Nara- lo sama seperti seorang pembunuh, Ra. Lo bunuh harapan orang-orang yang sayang sama gue. Lo pembunuh!" Makian itu bahkan terus terputar di kepala Nara, suara lantang Beby memekik telinga Nara.

Nathalla [Selesai]Where stories live. Discover now