#039 Final Arc: Pemberontakan (1)

2.3K 545 178
                                    

"Ternyata sangat praktis bepergian dengan benda ini,"

Kei membawa Jake, Jungwon, Jay, dan Sunghoon bersamanya ke Central. Agar mereka cepat lolos dari pemeriksaan di pintu gerbang, Jake membiarkan Kei menggunakan pusaka Hanbin dan menteleportasi mereka ke rumahnya.

"Hari ini?" tanya Jake.

"Ya, kapan lagi," Kei melempar Choco pada Jake yang langsung dengan sigap ditangkapnya.

Mereka berjalan dengan santai menuju istana seperti tidak akan terjadi apa-apa. Kei bahkan meninggalkan pengawalnya di Kota Shin dengan dalih melindungi kota itu selagi mereka membawa dewa mereka kesini.

"Tapi, benar-benar sepi sekali," komentar Jake saat mereka melewati pasar, "Kau kemanakan semua orang ini?"

"Kami tidak butuh korban yang tidak perlu, jadi aku meneliti latar belakang setiap orang selama bertahun-tahun dan mengungsikan mereka yang menurutku tidak pantas mati dalam pemberontakan."

Jake berdecih, "Cih! Sudah seperti dewa saja, beraninya menentukan mana yang pantas mati dan mana yang tidak."

"Terserah apapun opinimu, semua rencana ini berjalan atas standar yang ku berikan," kata Kei, "Aku tidak mau bertengkar denganmu, Jake. Jadi, berhentilah protes."

"Omong-omong, mana Tentara Revolusi?" tanya Jay.

Langkah mereka berhenti di depan gerbang istana. Tepatnya di depan colloseum –bagian istana pertama yang pernah dikunjungi oleh Jake dan kawan-kawan.

"Mereka sedang bersembunyi dan akan menyerang tepat saat lonceng dibunyikan."

Memasuki area colloseum, mereka disambut oleh riuh sorak sorai para penonton yang duduk di tribun. Di tengah-tengah lapangan, ada puluhan pria yang ditundukkan paksa dan beberapa pisau guillotine ditata berjejer di hadapan mereka.

"Kau kejam sekali, membiarkan tentaramu jadi tawanan bahkan diletakkan dalam kondisi entah akan hidup atau mati," komentar Jake.

"Aku tidak pernah meminta mereka," Kei mengambil satu batang rokok lalu menyalakannya, "Mereka sendiri yang menawarkan diri. Orang yang sudah kehilangan semuanya itu tidak akan takut mati."

"Yakin mau membunuh orang-orang yang ada di sini?" Jay yang menoleh ke kanan dan ke kiri, memperhatikan bahwa kursi tribun sudah penuh. Kalau dihitung mungkin ada ribuan orang di sini dan –demi dewa Kei bilang mereka harus dibunuh semuanya.

"Kau pikir orang macam apa yang bersuka ria saat menonton orang lain dipenggal dengan guillotine? Bahkan sejak awal, tempat ini tidak dibangun untuk tujuan baik."

"Lihatlah, itu raja!" Jungwon menunjuk pada singgasana tertinggi. Duduklah Taki –Raja Stalzr beserta Perdana Menteri di sisi kirinya.

"Ada Euijoo dan Niki juga," Sunghoon memberitahu, "Tapi, aku tidak melihat jenderal. Bagaimana kalau dia kembali membawa bala bantuan?"

"Tenang saja. Bala bantuan tidak akan datang, Tentara Revolusi yang menjamin itu."

"Jenderal?"

"Oh, kalau itu bagian Daniel."

.

.

Salah seorang algojo memberi isyarat tangan, memerintahkan agar para tahanan dibawa maju dan meletakkan leher mereka di bawah tajamnya pisau guillotine. Sorak sorai penonton semakin keras, mungkin akan terdengar sampai ke luar istana. Sedang di singgasana, Taki duduk dengan wajah pucat dan napas yang tidak beraturan.

"Apa Anda ketakutan melihat ini?" tanya Perdana Menteri.

"Tidak, aku hanya merasa sedikit tidak sehat," jawab Taki, "Bisa kalian percepat? Aku ingin segera kembali ke kamar dan istirahat."

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDWhere stories live. Discover now