#008 Klan Elve (3)

2.9K 717 63
                                    

Sunoo duduk di bawah pohon sambil tertawa kecil ketika Jake atau Jay mengeluh soal punggung mereka yang hampir copot karena mencangkul sawah. Walaupun Klan Elve bisa menumbuhkan tanaman hanya dengan menebar bijinya saja, mereka tetap harus mengolah tanahnya sendiri.

"Melihat gelagat mereka berdua sepertinya kalian benar-benar orang Central yang tidak tahu kerja keras. Laki-laki itu juga," Jungwon menunjuk pada Sunghoon yang beristirahat di pematang sawah.

Sunoo hanya tertawa.

"Kau juga, kau terlihat yang paling manja disini."

Sunoo tersinggung, "Tidak dengar cerita kemarin, ya. Jay itu tuan muda di klannya pantas saja dia tidak pernah kerja berat. Sunghoon juga besar di keluarga utama bersama Jay."

"Lalu kau dan Jake?"

"Oke!" Sunoo menjambak rambutnya kesal, "Ku katakan saja, aku dan Jake memang besar di Central tapi kami tidak lahir di sana."

"Kau pikir aku percaya?"

Sunoo berdiri, mensejajarkan tingginya dengan Jungwon. Dia melepaskan gelang perak di tangannya. Sunoo terlalu kesal dengan kelakuan Jungwon sampai tidak bisa menahan diri lagi. Gelang perak itu tiba-tiba berubah jadi sebilah pisau yang tajam dan sedetik, ujungnya sudah berada tepat di depan mata Jungwon.

"Sekali lagi kamu ngatain aku dan Jake orang Central, ku congkel bola matamu."

Tapi dasarnya Jungwon adalah anak yang ajaib, bukannya takut dia malah merampas pisau Sunoo dan menatapnya dengan pandangan berbinar.

"Kau klan mana? Pengrajin? Tapi setahuku klan pengrajin masih butuh api untuk menempa dan benang untuk menjahit," tanya Jungwon antusias tanpa ia sadari saat ini Sunoo sedang menunduk.

"Eh? Kenapa menangis?" Jungwon gelagapan mendapati air mata Sunoo menetes di atas tanah.

"Klanku sudah tidak ada, percuma kau bertanya," setelah mengatakan itu, Sunoo duduk kembali. Merampas pisau peraknya dari Jungwon dan mengubahnya menjadi gelang seperti semula.

Jungwon mengerucutkan bibirnya. Dia merasa bersalah. Sudah jadi hobi Jungwon untuk menggoda orang lain, menurutnya itu lucu melihat wajah kesal orang-orang. Tapi tidak lucu lagi kalau dia sampai menangis begini.

"Hei, aku minta maaf," Jungwon tidak pernah minta maaf pada seseorang sebelumnya bahkan pada ayahnya sendiri. Entah kenapa, kali ini dia ingin minta maaf pada Sunoo.

"Dimaafkan."

"Ngomong-ngomong, kenapa kalian masih di sini? Kalian tidak berniat membantu kami, kan?"

"Kalau mau dibantu bilang saja."

Jungwon menunduk sambil menggesekkan sandalnya ke atas tanah, "Kami Klan Elve hanya tahu caranya menumbuhkan tanaman. Kami bahkan tidak perlu merawatnya. Tapi, kami tidak tahu bagaimana melindungi diri. Sebut saja kami naif. Kami terlalu senang mendengar sayuran kami disukai oleh warga ibukota jadi kami menerima permintaan mereka dengan tangan terbuka."

"Kehidupan kami terlalu sederhana dan bahagia. Oleh karena itu, kami mudah dimanfaatkan. Bahkan ketika pasukan tuan tanah menusuk salah seorang dari kami, kami hanya bisa bersedih tanpa berpikiran untuk balas dendam."

"Ketika seorang warga desamu tertusuk, apa kau marah, Jungwon?" tanya Sunoo.

"Tentu saja aku marah! Aku bahkan sudah membawa garpu sawah dari gudang ayahku untuk pergi ke rumah tuan tanah, tapi warga desa menghalangiku dan mengatakan bahwa dewa yang akan memberikan hukuman. Mereka bilang aku tidak boleh mengotori tanganku yang harusnya digunakan untuk menumbuhkan kehidupan."

"Nah sekarang aku bertanya lagi, pusat Klan Elve itu orangnya seperti apa?"

.

.

"Kami sangat terbantu dengan kedatangan kalian," seorang bapak-bapak menghampiri Jake yang sedang berjongkok untuk mencuci tangan di sungai.

"Sesama manusia memang harusnya saling bantu, kan?"

"Kau benar. Kemarin aku melihat petirmu, itu luar biasa sekali. Pertama kalinya aku melihat petir seterang itu dalam jarak dekat. Kau berasal dari klan mana? Aku tidak pernah mendengar ada klan yang bisa mengendalikan petir."

Jake menggeleng, "Saya juga tidak tahu dari klan mana saya berasal. Tapi, ada sebuah pulau bernama Olympus yang punya petir dan kilat sepanjang tahun. Saya yakin disitulah klan saya tinggal."

"Pulau Olympus?" bapak itu mengernyitkan dahi.

"Iya, apakah Anda tidak tahu Pulau Olympus?"

"Aku tahu, aku sangat tahu pulau itu. Nenekku sering mendongengkannya padaku. Tapi, Nak Jake, seperti kataku barusan, bukankah Olympus itu hanya dongeng?"

Wajah Jake menggelap, "Apa maksud Anda?"

.

.

Sunoo sedang berdiri di depan pintu rumah Jungwon dengan hati gelisah. Langit sudah sore dan Jake tidak kunjung kembali. Sedangkan, Jay dan Sunghoon sudah tepar di atas kasur mereka.

"Permisi, apakah Anda melihat Jake?" Sunoo bertanya pada seseorang yang lewat.

"Ah, Jake. Terakhir aku melihatnya duduk di dekat sungai. Dia tidak menjawab saat aku mengajaknya pulang, ku pikir dia sedang bersantai di sana."

"Terima kasih."

Sunoo bergegas menyusuri satu-satunya sungai yang mengalir di ladang Midgard. Tak butuh waktu lama bagi Sunoo untuk menemukan Jake yang sedang menekuk lututnya di pinggir sungai.

"Jake, kenapa tidak pulang?"

"Sunoo,"

"Hm?"

Jake mengangkat kepalanya, wajah tampannya tampak berantakan, "Bagaimana kalau yang dikatakan paman itu benar? Bagaimana kalau Olympus beneran cuma dongeng? Bagaimana kalau selama ini kita mencari tempat yang tidak nyata keberadaanya?"

"Jake, lihat aku. Sekarang aku tanya, Jake ini nyata atau bukan?"

Jake diam.

"Jawab aku, Jake."

"Nyata."

Sunoo mengambil punggung tangan Jake dan mengelusnya pelan, "Jake di depanku ini nyata, bisa disentuh, bernapas, bahkan bisa menangis seperti sekarang. Tidak peduli apakah Olympus nyata atau bukan, Jake pasti berasal dari suatu tempat. Entah dimana. Bukankah perjalanan ini untuk mencari jawabannya, Jake? Selain itu, sampai sekarang kita melaluinya dengan bahagia mau bagaimanapun cobaannya. Selagi Jake ada di sini, tidak ada alasan untuk mengatakan semuanya adalah dongeng, bukan?"

Jake mengangguk, "Terima kasih, Sunoo."

"Nah, ayo pulang. Jungwon pasti ngomel kalau tidak dibantu menyiapkan makan malam."



-to be continued-

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDWhere stories live. Discover now