#048 Final Arc: Pemberontakan (10)

2.3K 554 123
                                    

Di salah satu sudut Kota Central, sang jenderal menggertakkan giginya. Inti istana kehitaman itu tertangkap matanya saat dia menoleh ke arah jendela. Dia pikir dia telah lalai sampai kecolongan seperti ini. Membiarkan dirinya jauh dari raja saat eksekusi sedang dijalankan.

Seharusnya dia tahu, bahwa Tentara Revolusi yang hebat itu tidak akan tertangkap begitu saja tanpa tujuan tertentu. Seharusnya dia menyadari hal itu. Namun, dia sudah terlambat.

Jenderal bangkit dari duduknya dengan tergesa, tak segan langsung menembak hakim di depannya saat pria itu mencoba untuk menghalangi, "Pantas saja, aku merasa aneh kenapa seorang hakim yang sama sekali tidak ku kenal akan mengajakku berbincang. Kau juga salah satu dari mereka rupanya."

Saat jenderal hendak memutar kenop pintu, tiba-tiba sebilah pedang terhunus tepat di depan lehernya.

"Siapa?" tanya jenderal.

"Saya berdiri di sini sejak lama, Tuan Jenderal."

Ah, dia adalah butler yang menemani hakim itu.

"Apa Anda tidak mengenali saya? Sedikit pun?"

Alis jenderal bertaut, dengan perlahan, dia melirik sosok pemuda di belakangnya. Memangnya siapa? Apa mereka pernah saling mengenal?

"Padahal saya tidak berubah sama sekali sejak usia saya masih 15 tahun. Coba ingat lagi, saya harap Anda tidak akan lupa pada apa yang telah Anda perbuat pada Chroma dan kakak saya."

"Kau!"

"Kembalikan kakakku, bajingan!" Daniel masih berusaha memberontak di tengah cekalan tentara militer. Warga Chroma yang lain tak tahu harus melakukan apa selain menatap anak itu dengan pandangan mengiba.

Tidak ada yang mengerti kenapa militer berani berjalan-jalan di Kota Chroma setelah apa yang mereka lakukan pada Isabella. Daniel yang melihat betapa tidak tahu malunya militer menghampiri mereka dan menyumpahi mereka dengan suara keras.

Yang orang-orang tahu, Daniel adalah pemuda yang sopan dan punya pembawaan tenang. Tidak jauh berbeda dengan kakaknya –Isabella. Tapi, hari ini dia tampak berbeda. Anak itu mengumpati militer dan menuntut balik nyawa kakaknya.

Namun, para perwira tinggi itu tak menggubris. Mereka menatap Daniel dengan tatapan dingin lalu mengatakan, "Rombongan yang membawa kakakmu diserang perampok di tengah jalan. Itu bukan kesalahan kami. Bukan hanya kakakmu yang meninggal, tapi kami juga kehilangan beberapa anggota militer."

"Perampok?" Daniel mendengus, "Kalian pikir aku anak kecil yang bisa dibohongi seperti itu?! Siapa pun di kota ini tahu bahwa kalian yang membunuh–"

Salah seorang dari militer menempelkan mulut pistolnya ke dahi Daniel dan membuatnya berhenti bicara.

"Rodric, kau tidak boleh menembak warga sipil di hadapan umum seperti ini."

Daniel tertawa, "Itu artinya kau boleh menembakku di tempat lain, kan?"

Rodric menurunkan pistolnya, "Peluruku terlalu berharga bila disia-siakan untuk membunuh anak sepertimu. Daripada menyalahkan kami, bagaimana kalau kau berkaca pada dirimu sendiri? Siapa yang tidak bisa melindungi kakak yang berharga di sini?"

Daniel diam. Tangannya dilepaskan dan rombongan militer itu pergi meninggalkannya. Sebelum mereka benar-benar pergi, Rodric berbisik di telinga Daniel, "Kenapa tidak kau jemput saja kakakmu kalau kau benar-benar menginginkannya?"

"Kenapa kau lakukan itu pada klanku? Apa salah kami?" tanya Daniel.

"Seharusnya Ariel masih hidup kalau saja darah kakakmu adalah yang asli,"

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin