#049 Final Arc: Pemberontakan (11)

2.9K 580 395
                                    

Istana telah menjadi reruntuhan, tudung penghalang pun sudah diturunkan. Tapi, mereka masih berada dalam posisi yang sama. Jake masih mendekap Sunoo yang sudah pucat di atas pangkuannya, membiarkan bajunya menjadi pekat dan basah oleh darah. Lalu yang lain hanya menatap Jake di belakang dengan pandangan sendu.

"Hei, Jay, Sunoo mati?" Jungwon menarik-narik lengan baju Jay, "Jay, jawab aku."

Jay menggigit bibir bawahnya, menunduk dalam lalu mengangguk.

"Kalau Sunoo mati, kenapa kita masih hidup? Kau bilang kita hidup dari energi Sunoo, kalau dia mati, kenapa kita tidak ikut mati juga, Jay? Jawab aku. Kenapa? Kenapa dunia seperti pilih kasih padanya?" sergah Jungwon sambil menangis keras.

Apa yang Heeseung lihat adalah ledakan besar yang terjadi akibat ulah Jake yang tak terima dengan kematian Sunoo –sahabatnya yang bahkan lebih dekat daripada saudara serahim.

Heeseung mengusap wajahnya kasar, lagi-lagi Sunoo menyelamatkan mereka. Dia menahan jiwanya sesaat untuk mencegah Jake memusnahkan semuanya. Meskipun pada akhirnya, dia tetap harus meninggalkan dunia ini.

Sendirian.

Sunoo pergi sendirian ke tanah keabadian milik raja bumi tanpa teman-temannya.

Sementara itu, Sunghoon menancapkan pedangnya ke tanah lalu berlutut dalam kemuraman. Sunoo bilang, dia harus melakukan ini saat pertempuran berakhir demi menghormati seluruh nyawa yang terenggut selama peperangan. Itu adalah hal terakhir yang Sunoo ajarkan padanya sebelum berangkat ke Central dan itu pula yang akan menjadi pembuktian terakhir Sunghoon pada Sunoo yang telah menjadi guru pedangnya.

Tempat itu dipenuhi kesedihan bahkan sejak awal berdirinya istana adalah tempat yang diciptakan dari penderitaan manusia selama masa kekacauan. Dan kini, istana pun hancur oleh kemalangan orang-orang.

Di sana, tak satu pun di antara mereka berkeinginan untuk mendekati Jake. Pemuda itu menelan dukanya sendiri karena kehilangan seseorang yang sangat berharga.

Namun, ada satu langkah kaki yang berjalan ke arahnya. Langkah kaki yang tenang dan senyap.

"Jake," panggilnya.

Jake mendongak untuk melihat siapa, lalu dia menunduk lagi dan semakin mengeratkan pelukannya pada Sunoo. Saat orang itu mengulurkan tangan, Jake berseru, "Jauhkan tanganmu! Menurutmu siapa kau berani menyentuh Sunoo! Kau bahkan tidak memperhatikannya dengan benar dan meninggalkannya begitu saja. Masihkah kau berani menyebut dirimu pamannya?"

Mulut Daniel terkatup rapat. Dia menarik tangannya lalu kembali berdiri tegak.

"Ini semua salahmu! Kalau saja kau tidak mengajak kami ke Tentara Revolusi, Sunoo tidak akan mati seperti ini. Dia–" Jake sesenggukan, "Dia mempercayaimu karena kau pamannya. Bahkan setelah kau membuangnya ke panti asuhan. Bahkan saat dia tahu, bahwa tujuanmu hanyalah untuk balas dendam."

Biarlah, batin Daniel. Biarlah Jake memarahinya seperti ini. Daniel memang brengsek yang melepaskan satu-satunya keponakannya ke medan perang yang berbahaya lalu membiarkannya mati seperti ini.

"Jake," Daniel berusaha untuk mendekatinya lagi.

"Sudah ku bilang menjauh dari Sunoo!"

"Aku akan menyembuhkannya," kata Daniel.

"Apa? Jangan bercanda, Sunoo sudah mati. Dia sudah tidak bisa disembuhkan."

Daniel tersenyum tipis, "Aku adalah dokter, jadi aku bisa membawa Sunoo kembali."

"Dokter?"

Di malam bersalju yang dingin, Jake berlari dari satu rumah ke rumah lain dengan menggenggam tangan Sunoo di belakangnya. Mengetuk tiap pintu yang punya plakat 'Dokter' di depan rumah.

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDWhere stories live. Discover now