#042 Final Arc: Pemberontakan (4)

2K 566 255
                                    

Sunghoon mengambil napas lalu menghunuskan pedangnya ke depan. Seketika udara dingin berhembus, membekukan kaki-kaki kuda yang dikendarai militer. Mau tak mau, mereka harus turun dan menghadapi Sunghoon tanpa kuda-kuda mereka.

"Seandainya aku bawa Berry, pasti seru," monolog Sunghoon, "Aku akan benar-benar terlihat seperti seorang ksatria."

Tiba-tiba, tombak yang terbang ke arahnya membuyarkan imajinasi Sunghoon. Bila instingnya tidak bekerja terlebih dulu, pasti tombak itu sudah menembus dan melubangi wajah tampannya.

Para tentara militer berseru, menyerbu Sunghoon dengan senjata mereka. Sunghoon tidak mau kalah, dia menyambut mereka, menusuk anggun pada bagian-bagian tubuh tentara yang tak terlindungi oleh baju zirah. Luka dari tusukannya tak dalam dan sebagian tentara terang-terangan meremehkannya.

"Baru belajar pedang, Nak?"

Ya, kalau untuk pedang jenis ini, itu tidak salah juga, sih.

Silva Horn tidak memiliki bilah yang lebar namun cukup panjang, sehingga Sunghoon lebih memilih untuk menusuk daripada menebaskannya. Karena tusukan kecil saja sudah cukup.

Cukup untuk menanamkan bunga salju pada tubuh target. Perlahan-lahan, semakin banyak bergerak, mereka yang tertusuk oleh pedang Sunghoon akan mengalami pembekuan paksa. Mulai dari darah hingga ke otot-ototnya. Mereka akan merasakan dingin yang menusuk pada tulang mereka dan akhirnya sama sekali tidak bisa digerakkan.

Paling ekstrem, bila pembekuan itu sampai ke jantung, tentu saja mereka akan mati.

Sunghoon senang. Entah bagaimana pusaka ini bisa begitu cocok dengan kekuatannya, baik teknik maupun warna peraknya yang senada dengan aura dingin yang selalu Sunghoon tampilkan.

Dengan ini dia bisa men–

Dor!

Terdengar suara tembakan dan Sunghoon baru menyadari bahwa tembakan itu ditujukan padanya saat lengannya terasa panas dan nyeri.

Tapi, untung saja tembakan itu meleset!

Sunghoon merasa bodoh sekali. Dia salah perhitungan dan bertindak gegabah.

Tidak mungkin, kan, kalau militer hanya membawa tombak dan gada berduri. Saat menginvasi Kota Shin saja mereka membawa tank. Jadi, bukan hal yang mustahil bila mereka mempunyai pistol atau semacamnya di sini.

Mengabaikan rasa sakit di lengannya, Sunghoon memilih untuk terus menyerang. Tapi, tembakan demi tembakan yang dilepaskan ke arahnya membuat pergerakan Sunghoon jadi terhambat. Sunghoon dapat mengaktifkan esnya dari jarak jauh dan kelebihannya itu malah membuat dia jadi banyak celah.

Dalam pertempuran semacam ini, Sunghoon tidak punya cukup ketangkasan. Gampangnya, dia tidak cepat. Kemudian, mengaktifkan bunga es pada tusukan Silva Horn juga tidak semudah kelihatannya.

Sunghoon terbiasa mengeluarkan es dalam skala besar, boros energi dan membuat tubuhnya jadi cepat membeku. Namun, dengan Silva Horn Sunghoon belajar untuk membuat es-es yang sangat kecil –seukuran satu tetes salju dan mencurahkan energinya di sana.

Rumit? Ya, Sunghoon saja sampai pening semalaman saat Sunoo memberinya ide ini.

Dan sekarang lengannya terluka, menempatkan Sunghoon dalam posisi yang lebih sulit lagi. Walaupun Silva Horn dan udara panas di Central mencegah Sunghoon membeku lebih cepat, tapi pasukan militer di hadapannya tidak sedikit. Sudah dikalahkan bukannya berkurang, malah seperti bertambah banyak.

"Malu sekali aku," sesal Sunghoon. Padahal dia sudah berlatih setiap hari di dekat air terjun maupun di rumah bersama Jake dan Sunoo.

Sunoo mengajarinya teknik dan Jake dengan senang hati menjadi lawan tandingnya. Kalau kalah, dia tidak akan punya muka lagi untuk menghadapi mereka berdua.

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDМесто, где живут истории. Откройте их для себя