#008 Negosiasi (4)

2.3K 601 141
                                    

"Huaa... aku minta maaf," Jungwon menangis keras dan menggelandoti Sunoo seperti koala. Sunoo sendiri hanya memegangi kepalanya yang terasa pening.

Keadaan tidak bisa lebih buruk dari ini.

"Saat bibi pemilik penginapan bilang dia membuat roti lapis di bawah aku berjalan terburu-buru lalu menabrak Mas Daniel lagi. Aku lupa kalau waktu itu aku mengantongi bola emas ini dan malah tertimpa tubuhku,"

Jake dan yang lain hanya menghela napas melihat pusaka Hanbin yang biasa mereka gunakan untuk berteleportasi kini telah terbelah jadi dua. Tidak ada yang bisa menyalahkan Jungwon, justru mereka harus menyalahkan diri mereka sendiri karena memercayakan benda sepenting itu pada Jungwon.

Padahal mereka tahu sendiri seceroboh apa anak itu.

"Berhenti menangis," perintah Jake. Jungwon langsung menutup mulutnya, mencebik, lalu cegukan. Meskipun dia selalu bertengkar dengan Jake, hanya dialah yang marahnya selalu dihindari oleh Jungwon.

"Kita cari solusinya," Jake memijit pelipisnya, "Pertama, kita tidak punya alasan untuk berdiam lebih lama di Central. Kedua, benda ini harus segera diperbaiki, seandainya bisa."

"Bagaimana kalau kita ke rumah Viscount?" usul Sunoo.

"Viscount?" tanya Jay.

"Ayahnya Kak Hanbin. Bangsawan yang lumayan ramah, meskipun dia tidak menyetujui keinginan Kak Hanbin untuk merawat kami dulu."

Viscount merujuk pada salah satu kasta bangsawan di Central. Mereka umumnya tidak begitu berpengaruh dalam pemerintahan, tapi keberadaannya masih menjadi pusat perhatian ketika pesta atau jamuan. Rumah Viscount yang mereka kunjungi terletak di lingkungan elit dengan pagar tinggi dan bangunan yang besar berwarna putih.

Saat Jake dan Sunoo menyebutkan nama, mereka langsung dipersilahkan masuk dan dibawa ke ruang tamu. Untuk mereka yang tinggal jauh dari Central, ruang tamu ini terlihat penuh kelipan.

Lantainya tertutup karpet halus berwarna merah, sofanya mewah dan banyak hiasan mahal di dinding. Lampu yang menggantung di tengah ruangan terbuat dari kristal yang berkilauan. Pasti cantik sekali bila dinyalakan di malam hari.

"Aku ingin punya itu satu di kamarku," Jay menunjuk pada lampu kristal.

"Mau sebanyak apapun uangmu, kalau Kota Shin tidak punya listrik percuma saja," kata Jake.

Pintu terbuka menampilkan seorang pria paruh baya bertubuh tinggi. Pakaiannya bagus dan rapi. Dia mengenakan sebuah kemeja, celana kain, vest, dan semuanya berkualitas terbaik.

"Selamat datang, Jake, Sunoo. Lama kita tidak bertemu," sapanya.

"Hai, Tuan,"

"Kalian membawa rombongan," Viscount memerhatikan mereka yang menenteng tas dan beberapa hal lain, lalu memanggil seorang pelayan, "Siapkan kamar untuk tamu-tamu kita."

Sunoo buru-buru mencegah, "Tidak, jangan, Anda tidak perlu melakukan itu. Kami hanya mampir sebentar untuk menanyakan sesuatu."

"Begitu rupanya. Kenapa tidak duduk dulu?"

"Jadi begini," Sunoo mengeluarkan pusaka itu dan meletakkanya di atas meja, "Kami tidak sengaja merusaknya."

"Ah, Choco!"

"Choco?"

Viscount mengangguk, "Nama pusaka ini Choco."

Jungwon menautkan alis, "Darimana cokelatnya?"

"Dia terlihat seperti Choco Ball, manisan kesukaan Hanbin waktu kecil. Ah, Hanbinku yang manis sekarang sudah dewasa," Viscount itu mengeluarkan selembar sapu tangan dan bertingkah seolah menghapus air matanya, "Dia memilih untuk melepaskan semua privilege-nya dan mendirikan sebuah kedai di kota."

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora