#026 Invasi (5)

2.5K 629 42
                                    

Tepat setelah tuasnya diputar, Jake sampai di atas benteng Kota Shin. Masih bersama Jungwon. Anak itu bersikeras untuk ikut Jake, dia bilang dia belum bisa menghadapi warg desa terutama ayahnya atas kejadian yang barusan terjadi. Bahkan pakaiannya masih sama, pakaian yang penuh cipratan darah.

Jake mengedarkan pandangan ke penjuru kota dan betapa terkejutnya ia melihat semuanya sudah hampir habis. Tidak, maksud Jake manusianya. Kota Shin tetap utuh tak kurang apapun.

"Apinya terlihat menjijikkan," kata Jungwon. Jake baru menyadari bahwa api benteng telah berubah warna jadi hitam. Dan prajurit Central terbakar dengan begitu buruk oleh api hitam itu.

Apa yang ditakutkan ternyata Jake betulan terjadi. Padahal Jake sudah memberi peringatan pada Heeseung semalam, tapi nampaknya Miko naif itu tak peka dengan maksudnya.

Jake berlari menuju ke tengah, ke tempat Heeseung yang berdiri sambil mengepalkan tangan.

"Yah, beginilah kalau manusia sudah dibutakan oleh kebencian," kata Jake.

Dia memandang Heeseung dan para prajurit Central yang terbakar bergantian. Sungguh, orang semurni Heeseung bisa menyebabkan bencana mengerikan seperti ini.

Jake mengusak rambutnya kasar, "Hentikan," perintahnya pada Heeseung.

Tapi, Heeseung tak bergeming. Bahkan tak sedikit pun berjengit meski kulit tubuhnya melepuh oleh apinya sendiri. Heeseung tetap menatap kekacauan di bawah sana penuh dendam. Mengabaikan segala eksistensi di sekitarnya.

"Hentikan, kataku!" ulang Jake marah. Dia menyentak tangan Heeseung untuk menyadarkannya. Api tak mempan pada Jake, seharusnya begitu. Namun, api hitam ini berbeda, Jake tidak bisa menyentuhnya.

Api hitam itu perlahan tidak hanya melahap prajurit yang menyerang mereka, tapi juga menjalar menuju hutan dan anggota klannya sendiri. Seolah belum puas bila belum membakar semuanya.

Tak punya pilihan lain, Jake mengeluarkan tongkatnya lalu mengarahkan tongkat itu ke udara. Awan hitam yang sudah ada di sana sejak pertempuran dimulai, kini mengeluarkan kilatan-kilatan petir di antara gumpalannya. Jake mengingatkan sekali lagi, "Kalau kau tidak segera menghentikannya, aku tak segan menyambarmu, Heeseung."

Tetap tidak ada jawaban.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Jungwon.

"Dia dikendalikan oleh amarah dan kebencian, sama sepertimu beberapa saat yang lalu. Bedanya, orang ini perlu disengat listrik biar sadar," jawab Jake.

Jake mengayunkan tongkatnya lalu petir menyambar tepat di tempat Heeseung berdiri. Jake tidak sebebal itu untuk sembarangan menyambar seorang Miko apalagi mereka telah mendapat banyak kesulitan demi menyelamatkan Miko ini.

Petir itu menghancurkan tembok benteng, meruntuhkan sebagian batu-batu yang menyusunnya. Karena itu, Heeseung ikut terperosok ke bawah begitu pula Jake dan Jungwon. Tanpa diminta, Jungwon membuat penyangga dari dahan-dahan pohon di sekitar agar pendaratan mereka tidak menyakitkan.

Heeseung pingsan terantuk batu dan api hitam itu berangsur-angsur padam.

Dari kejauhan, kakek Heeseung melihat petir menyambar dan bercak hitam pada kristal inti juga perlahan memudar. Pria tua itu berjalan gemetaran menuju balkon, "Dewa mendengarkan doa kita!"

"Jake!" Sunghoon memanggil sambil menggendong Jay di punggungnya.

"Sunghoon, apa yang terjadi pada Jay?"

"Tertusuk tombak. Aku sudah menghentikan pendarahannya dengan es. Dia perlu dibawa ke tabib."

Jake mengamati Sunghoon dari atas ke bawah, "Kau juga perlu pergi ke sana. Kondisimu tidak lebih baik darinya"

Mereka melihat ke sekitar.

Banyak korban yang jatuh. Tapi, semuanya sudah berakhir, kan?

Kematian pejuang Klan Penjaga Kuil tidaklah sia-sia. Meskipun mereka menang karena entitas yang buruk keberadaannya, yang terpenting adalah mereka telah selamat. Seluruh pasukan militer habis menjadi lelehan yang menggenang di atas tanah.

"Kau bisa menjemput Sunoo sekarang, Jake."

Jake mengangguk.

"Tunggu kami membawa kalian ke Pulau Olympus yang kalian tuju."

Sekali lagi, Jake mengangguk. Dia senang.

Jungwon juga terlonjak kegirangan, "Aku juga mau ikut kalian la–"







Ngiiinggg!







Duarrrrr!

Sebuah ledakan terjadi dan merobohkan gerbang Kota Shin. Membentuk celah yang sangat besar pada benteng mereka. Dari balik tanjakan, Jake melihat sebuah kendaraan yang besar dan keras dengan meriam di atasnya.

Sepertinya pertempuran mereka belum berakhir.

.

.

Nicholas menambah kecepatan saat mereka sudah dapat melihat Kota Shin dari atas dataran tinggi. Ada api hitam yang menyelimuti benteng dan awan mendung yang mengkhawatirkan. Sunoo yakin di sana pasti ada Jake karena mendung itu punya petir.

Sunoo pernah membaca soal api hitam. Dan pasti telah terjadi hal yang sangat buruk hingga api neraka itu bisa ada di sana. Semoga teman-temannya masih hidup saat ia sampai.

"Nicholas, kenapa berhenti?" tanya Sunoo ketika Nicholas menghentikan sepeda motornya di tepi lembah. Hanya beberapa ratus meter hingga Kota Shin.

"Kotanya sudah terlihat, ayo cepat! Waktu kita tidak banyak."

Nicholas menunjuk ke arah kota, "Ada yang tidak beres."

"Tentu saja tidak beres, mereka sedang diserang!"

"Bukan itu yang ku maksud. Lihatlah, para tentara membawa tank! Bukan hanya satu tapi tiga."

Dari semua hal yang pernah Nicholas lihat selama perjalanannya menjelajah tempat-tempat antah berantah, tak pernah sekali pun dia merasa lebih ngeri daripada satu teknologi penghancur yang dinamakan 'tank'.

Dan entah menarik atau malah menakutkan di matanya saat pemerintah Central bertindak sejauh ini hanya karena Miko tidak mau tinggal di istana. Membuatnya tersenyum karena tiba-tiba teringat seseorang di masa lalu pernah memberi tahunya tentang sesuatu yang menurutnya bualan waktu itu dan kini malah terbukti oleh mata kepalanya sendiri.

"Sunoo," panggil Nicholas, "Aku tidak pernah tahu bahwa keputusanku untuk kabur dari panti asuhan dulu ternyata sangat tepat. Tak pernah ku sangka bahwa Central sebenarnya sebusuk ini."





-to be continued-

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang