/27.11.18/ ○ 10:07

4.5K 764 502
                                    

¦how to¦

Berdasarkan beberapa video dan bahkan artikel gadis remaja yang Didi bantai demi mendapat tips-tips jitu untuk cepat move on dari mantan gebetan yang menolakmu mentah-mentah, langkah pertama yang katanya harus dilakukan ialah; luapkan kesedihan kamu.

|Meraunglah. Menangislah. Berteriaklah. Rolling depan lah. Apalah. Jangan tahan kekesalanmu.|

Namun, mengingat kemarin Didi sudah cukup merengek-rengek di warung nasi sampai tersedak bubuk Milo, rasanya-rasanya bisa dikatakan ia telah melalui fase ini.

.

Maka ia kemudian loncat ke langkah kedua. Accepting and let it go.

"Fakyu," desis Didi waktu itu.

Teriritasi.

Bacot sekali artikel ini.

Namun, ia tetap lanjut membacanya.

|Berlapang dada-lah. Terimalah kenyataan kalau kamu telah ditolak. Jangan memaksakan diri. Apalagi menyalahkan diri sendiri. Tarik napas—buang. Biarkan sakit hati kamu berlalu pergi seperti air.|

Cueh.

Birlili pirgi sipirti iir.

Mulus sekali dia mengetiknya.

Didi menggerutu. Ia bersila di atas kursinya, tak memedulikan guru geografi yang memanggil satu per satu murid untuk memeriksa catatan. Menegakkan badan. Postur teratai. Berusaha mengatur pernapasannya juga pada akhirnya. Suatu rongga di dahi sampai pelipisnya terasa melonggar.

Alis mengerut dan mata terpejam erat.

Baiklah, ia akan mencoba. Ia menerimanya. Niki sudah menolaknya. Lepaskan saja. Ia tidak perlu terus-terusan menyalahkan dirinya karena telah memilih pohon saga sebagai tempat menyatakan cinta.

Niki sudah menolaknya dan ia menerima.

Niki sudah menolaknya dan ia menerima.

Niki sudah menolaknya dan—

ARGH TAPI KAN PRIA SEJATI GABOLEH GAMPANG NYERAH.


.

Gagal.

.



Baru langkah kedua dan Didi sudah malas melanjut. Masih banyak lagi poin-poin berikutnya tapi Didi terlanjur menyerah.

.

Nomor tiga. |Gain back your confidence! Pede aja! Katakan pada dirimu sendiri kalau doi yang rugi karena sudah menolak kamu! Beuh!|

"Beuh!" Di luar dugaan, poin yang ini membuat Didi cukup bersemangat. "Memang dia yang rugi, ha!" gumamnya pongah. Meski masih sambil mencuri lirik juga pada Niki.

"Gue ingat kayaknya Zefan pernah bilang beginian ke gue...." bisik Didi pada dirinya sendiri.

.

Empat. |Cari gebetan baru! Atau, sstt ... coba berhenti sebentar dan perhatikan sekelilingmu! Mungkin aja ada yang suka kamu diam-diam. Lebih baik kamu fokus pada mereka yang menyukaimu daripada ngejar-ngejar yang tidak tergapai kan, girls!|

Bangsat.

.

Ya, ya. Didi tahu harus fokus pada siapa.

Tapi yang benar saja. Zefan itu sohibnya. Temannya sejak orok. Ce'es kentalnya*.

Tentu, dia suka pada Zefan. Hanya saja dengan cara yang berbeda. Ia tidak ... tertarik pada Zefan seperti ... bagaimana ya.

Mungkin bisa dibilang, Didi tidak pernah merasa berdebar atau semacamnya jika dia bersama Zefanya.

.

Oke.

Mungkin pernah.

.

Tapi cuma ketika waktu itu Zefan mengaku pernah menciumnya diam-diam. Atau ketika Zefan confess mendadak.

Cuma ketika Zefan menyosornya di balik buku. Atau—demi Tuhan—ketika Zefan menggigit bahunya.

Cuma ketika jalan-jalan di pameran kampus. Atau, dan terutama, ketika Zefan suka dengan usil menyinggung fakta bahwa ia naksir Didi, secara tersirat atau tersurat.

.

Sebentar, harusnya tidak sebanyak itu—

"Di."

fak.

"H—hah?"

Terdengar dengusan tawa.

Meditasi Didi terinterupsi. Ia celingak-celinguk. Lalu mendapati Zefan tengah jalan jongkok di samping meja. Pemuda itu harusnya tengah dihukum di depan kelas karena terlambat masuk usai jam istirahat tadi.

"Lu liat catetan gue, petapa?" Zefan membongkar lacinya yang padat dengan buku yang hampir tak pernah dibawa pulang. "Harusnya di sini, njir."

"PAK! ZEF KABOR DARI HUKUMAN PA—HMMPH!"

"Heh, siapa itu?! Balik ke depan kamu!"

"Cuma mau nyari buku sebentar, Pak!"

"Balik sekarang!!"

"Sialan." Zefan melepas bekapan tangannya dari mulut Didi. Lalu asal mencomot buku tulis Didi yang terbuka di atas meja. "Pinjem sebentar."

"WOY Zefa—"

Pemuda jangkung itu sudah ngacir untuk kembali lesehan di depan kelas.

"—njing."

Didi mangkel. Menyandarkan dahinya ke atas meja.

.

Atau yang tadi.

*teman karib (jangan tanya dari bahasa mana lol)

A/n: Kaget ya //ga

Sebenarnya saya udah tau pasti mau nulis apa buat beberapa chapter ke depan jadi harusnya saya bisa update cepat untuk beberapa kali.

Harusnya.

Makasih udah baca:)

SnackingWhere stories live. Discover now