/24.12.18/ ○ 11:41

4.9K 824 406
                                    

¦dear jon¦




"Lo gak inget jasa-jasa gue, hah?! Gue yang bantuin lo stalking Instagram-nya Kak Miranda dulu! Gue nge-back up lo setiap kali lo mau modus ya anjing! Giliran sekarang—astaga gue cuma minta anterin, Rik!"

"Lah, mainnya ngungkit-ngungkit. Coba lo mikir dah, kenapa nggak dia aja yang datang jemput—setan, ngapain lo di sini?"

Riko memaki ketika Didi menyelonong masuk ke rumahnya. Mana timing-nya jelek sekali.

"Salam sejahtera, Ketua. Kacang disko ini tampaknya lezat." Didi memasang tanda peace sebelum kemudian menyerobot toples dari meja.

Zefan menyusul masuk tidak lama kemudian. Ikut duduk di sofa. Sok menyelutuk dalam logat Melayu ketika melihat ketegangan di antara Riko dan Rein. "Ape pasal ni?"

"Lu yang ape pasal, ngapain lu di sini?"

Zefan mendecak. "Silaturahmi masa ga boleh," katanya.

Padahal nyatanya dia cuma kabur karena tidak ingin disuruh menjagai Mika. Berhubung jam dua nanti Yere dan istrinya ada acara reunian dengan teman-teman sekampus mereka dulu. Dengan demikian, Zefan pasti didapuk untuk memantau Mika sepanjang hari. Dan dia jelas ogah. Yang benar saja, dia bukan pengasuh anak full timer.

Nah, kalau Didi cuma ikut-ikutan saja—buat menuhin jok motor supaya Zefan punya alasan untuk menolak Mika yang minta ikut.

.

Reine sama sekali tidak memedulikan dua kacung abangnya itu dan berusaha mengembalikan atensi Riko padanya. "Oke, dia nggak mau nyamperin gue ke sini karena dia ga enakan kalo ketemu elu! Katanya dia pernah bermasalah sama lu?!"

"Dikit—bukan sama gue sebenarnya. Tapi gue tahu lah dia. Tuh orang nggak sebagus yang lo pikir. Mending lu nyari cowok lain aja sana."

"Lo nggak berhak ngatur-ngatur gue."

"Ya terserah." Riko menghempaskan diri ke sofa. "Intinya, gue nggak nganterin lu."

Rein mengunyah kukunya sendiri. Berusaha menahan diri agar tidak menjambak Riko sekarang.

Zefan sejak tadi menonton sambil menggamit toples kue bawang dan mencomot isinya seperti milik pribadi. Ia menyelutuk, "Siapa, Rik?"

"Si Joni."

Di sofa, Didi spontan mengakak tidak karuan. "AOWKWOWKWOWK SI JONI YANG ITU RIK?!"

"Siapa itu anjir." Zefan jadi ingin ikut tertawa melihat Didi yang terbahak-bahak sebegitunya.

"Masa lu nggak ingat, Zefanjě?" Didi sakit perut. "Yang bentrok sama si Kei kemaren! Ah lu nggak ikut sih!"

Zefan plenga-plengo. Tidak tahu-menahu. Tapi ya kalau dipikir-pikir, jika Zefan punya adik perempuan, dia mungkin juga akan melarangnya berpacaran dengan spesies burung-burungan seperti itu. No offense, Jon.

"Dari sekian banyak ikan di laut, dek." Didi menggeleng-geleng sok bijak.

Rein memutar bola mata. "Jangan sok tahu soal dia lah."

Tapi Riko malah membenarkan Didi. "Mending lo pacaran sama si Tegar noh, nganggur."

"Gue gak mau ya pacaran sama teman-teman lo. Nggak ada yang waras."

"WEHH," protes Didi.

Sementara Zefan anteng-anteng saja. Mungkin tidak merasa kalau dia temannya Riko.

"Apa susahnya sih nganterin doang?!" Rein masih misuh-misuh. "Kan sayang uang gue kalo kudu naik ojol."

"Ya udah jalan kaki sana. Merangkak, ngesot, apa kek. Gua nggak peduli."

Demi apa pun, Rein sudah siap mengunggah foto Riko ke Tokopedia. Entah kenapa dua hari belakangan ini abangnya itu mendadak jadi luar biasa menyebalkan.

Rein melirik Zefan dan Didi yang masih sibuk makan-makan di sofa. "Temen lu ini ada masalah hidup apa sih? Dari kemarin ngegalau mulu ga jelas."

Didi mengangkat bahu.

"Siapa yang ngegalau?" sambar Riko tak terima.

"Elu lah." Rein bersedekap. "Tiba-tiba sensi gini. Gue minta anterin doang jadi banyak drama. PMS lo?"

"Kalo bukan adek gua, udah gua puter leher lo."

Tuh kan. Rein menyipit malas.

"Coba lu mikir, Rik. Dulu gue banyak ngebantuin lo buat jadian sama Kak Miranda. Gue wingman lu anjir! Lu gak kepikiran buat balas budi gitu?"

"Jadi lo pamrih ceritanya?"

Gigi Rein mengerat. Benci. Benci sekali. Andai saja ia bisa mengutuk abangnya ini jadi kodok banteng. Argh.

"Ah, lu emang manusia ga tau balas budi! Gue—gue bisa beberin aib lu sekarang, tahu nggak?!"

"Ceh, bocah banget. Mainnya buka kartu."

Riko santai-santai saja menyandar di sofa. Pertengkaran mereka selalu tipikal. Paling-paling Rein akan me-review perbuatan busuk Riko yang entah dari tahun kapan lalu mendramatisirnya. Biasanya sih, Riko akan sedikit panik jika Rein melakukan ini di hadapan orang tua mereka. Tapi sekarang? Heh. Audiens mereka juga cuma si Didi sama Zefan.

"Oke! Lo yang minta ini, setan!" ucap Rein geram. "Kak Miranda nge-chat gue kemarin."

Riko mengerjap. Biasanya acara reality show mengungkit dosa ala Rein ini tidak membawa-bawa nama pihak ketiga. Perasaan Riko mendadak tidak enak.

"Katanya lo berusaha nikung gebetannya Kak Miranda ya?!"

Anjing.

"Lo tau, gue bahkan perlu loading sampe—UMMPHH!"

Riko buru-buru membekap Rein dengan bantal sofa.

"Lo—ugh! RIKO!"

"Iya, iya! Gue anterin! Puas lo? Ke depan sana."

Rein tersenyum menang. Segera beranjak dari sofa menuju teras. Sementara itu, Zefan sudah menatap Riko dengan alis yang terangkat tinggi-tinggi.

"...gebetan Miranda?"

Riko hanya mengibaskan tangannya. Mengambil kunci mobil dari lemari gantung.

Zefan mengunyah kue bawang pelan-pelan. Berpura-pura menerawang ke plafon. "Yang manis kemarin ya, Rik."

"Diem."

Kali ini giliran Didi yang plenga-plengo.




A/n: Ini Rein pasti bakal nerusin bahasan mereka di mobil nanti wkwkw.

SnackingOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz