/20.05.18/ ○ 10:10

7.4K 1.1K 162
                                    

¦agree or disagree¦


"Oke, gaes." Riko menepuk-nepuk meja kopi tempat personil Heksagon duduk mengeliling. "Langkah paling awal dari program kita hari ini adalah; kita harus tentuin tempat beli snek. Ada saran?"


Zefan angkat tangan. "Indomaret," katanya. "Ada satu di dalam komplek ini."



"Gimana? Semua setuju?"

Ketika yang lain pada mengangguk, Riko melanjutkan, "Untuk anggaran snack, gue bakal ngutip dua puluh ribu dari masing-masing kalian. Ada yang keberatan?"


Delapan tangan serentak terancung ke udara. Diiringi berbagai protes.

"Goceng aja napa."

"Serebu."

"Dua puluh ribu kali lima orang udah seratus ribu wak. Mending gua belanja ke grosir terus buka warung sendiri."

"Di seberang komplek ada warung Bu Yani. Modal ceban dapet ciki-ciki berhadiah. Serenteng."


Riko menggeleng-gelengkan kepala. "Guys, we talking about Indomaret here. Goceng is only enough to pay off the tax."

"That's why I told you, I prefer Warung Bu Yani, arsehole"—Zefan.
[Trans: Itulah kenapa gue bilang, gue maunya Warung Bu Yani, lubang pantat.]

"I'm sided with Zef. Twenty thousand rupiah for each person is too much"—Tegar.
[Trans: Gue memihak Zef. Dua puluh ribu rupiah untuk setiap orang itu terlalu banyak.]

"That's true, carcass."—Ron.
[Trans: Itu benar, bangke.]

"Bahasa Indonesia, please"—Didi.
[Trans: Bahasa Indonesia, tolong.]

"Don't squeeze us too hard,"—Ron.
[Trans: Jangan peras kami terlalu keras.]

"....pardon?"—Riko.
[Trans: ....maaf?]

"Fuck"—Didi.
[Trans: Kawin.]


Setelah satu menit momen internasional tidak jelas berlalu dan Riko selesai mempertimbangkan segala opsi yang ada, si ketua Heksagon itu kemudian berkata, "Gini aja, kita tetap beli snack di Indomaret tapi kutipannya gue turunin jadi lima belas ribu?"

"Nggak mau. Sepuluh ribu, titik," tukas Didi.

"Sepuluh ribu atau enggak sama sekali," dukung Ron.

Riko mendecak. "Kalau sepuluh ribu per orang, berarti dikumpulin bakal jadi lima puluh ribu. Bisa dapet apa di Indomaret? Kita ada lima orang, gaes."

"Sepuluh ribu atau Warung Bu Yan—"

"Oke. Cukup, cukup," potong Riko. Ia pasrah. "Fine. Sepuluh ribu per orang. Memang setan lo Zef."

Zefan sibuk selebrasi di tempat.

Riko berdiri. "Ayo cabut."

Anak-anak Heksagon mengikutinya berjalan ke luar rumah Zefan. Menghampiri Brio Satya merah yang terparkir di luar pagar.

Riko meraih kunci mobilnya dari saku celana lalu melemparkannya ke arah Zefan. "Lo yang nyetir."

Zefan menangkap kunci itu. "Lah, kok gua?"

Riko membuka pintu mobil di samping kursi pengemudi. "Kan lo yang tau jalan ke Indomaret-nya, Zefanjě."

"Satu blok dari sini, nanti gue kasih tau arahnya."

Riko bersiul tak peduli dan menutup pintu. Tiga orang yang tersisa sama saja tidak kooperatifnya. Mereka langsung mengambil posisi cantik di bangku penumpang dan menutup pintu kiri dan kanan.

Suara pintu mobil yang berdebam seolah mengejek Zefan.

Zefan bersumpah serapah. Mau tidak mau, ia berjalan memutar ke kursi setir dan duduk. "Didi juga tau di mana Indomaret-nya."

Zefan menyalakan mesin. Dongkol karena Didi pura-pura budek.

"Ah, gue lupa. Kaki dia nggak nyampe ke pedal gas."

DUK.

Itu suara kepala kursi kemudi yang dipukul Didi dari belakang.




A/n : Bahasa Inggris gue yang—udahlah ga usah dibahas :v

Btw, kali aja ada yang nggak tau, ceban itu artinya sepuluh ribu.

SnackingWhere stories live. Discover now