/08.09.18/ ○ 09:01

6.8K 1K 560
                                    

¦inspection¦




Didi, Kei, dan Zefan baru saja kembali dari kantin dan naik ke kelas mereka ketika mereka melihat sepasang guru BP ada di dalam kelas, tengah memeriksa satu per satu kepala murid laki-laki dengan gunting siaga di tangan.

Uh-oh. Razia rambut mendadak.

Ketiga orang itu otomatis mengerem langkah sebelum memasuki ruang kelas. Bertatap-tatapan.

"Waspada," bisik Didi.

Secara serempak, mereka balik kanan dan mengendap-endap untuk menjauhi TKP—

"Heh! Kalian bertiga mau ke mana?! Balik sini!"

Sayangnya, si Guru BP wanita—meskipun sudah paruh baya—matanya masih sangat jeli untuk menangkap berbagai pergerakan di sekelilingnya.

"Balik atau saya sikat!"

"AWAS!"

"KABOR ANJIR."

"PENCAR WOE PENCAR."

"Heii, Anak-anak! Berhenti kalian! HEI KALIAN! MAKIN KABUR MAKIN SAYA KEJAR!" Guru BP wanita geregetan. Berujar ke rekan kerjanya, "Kalau gitu, kita juga pencar, Pak! Kejar mereka!"

Rekan kerjanya, seorang pria jangkung yang lebih muda, hanya bisa menurut ketika seniornya itu memerintahkannya untuk mengejar Kei yang berlari ke arah jam sembilan.

Sementara itu, Zefan dan Didi yang berlari ke arah jam tiga dikejar oleh terminator.

"HEI KALIAN BERDUA BERHENTI!"

Zefan tidak hentinya mengutuk-ngutuk dalam hati tentang betapa beruntungnya Kei. Guru BP laki-laki itu setidaknya masih punya sense of forgiveness, sedangkan nenek-nenek horor ini tidak akan berhenti mengejar mereka sampai ke dimensi lain sekalipun.

"KALAU KALIAN BERHENTI SEKARANG MASIH SAYA AMPUNI!"

"Jangan terhasut, Di! Definisi pengampunan dia beda!"

"Gila lo ya! Siapa juga yang mau terhasut!"

Mereka berdua dengan lincah menuruni tangga. Selagi itu, Zefan berusaha memutar akal. Si Guru BP memang sudah tertinggal cukup jauh di belakang. Tapi tidak ada poinnya juga jika mereka terus berlari. Lebih baik mereka bersembunyi sebentar. Menunggu wanita itu berlalu. Kemudian diam-diam kembali ke kelas.

Jadi, begitu memijak lantai satu, Zefan segera menarik lengan Didi untuk mengumpet di bilik penyimpanan alat kebersihan sekolah yang terletak di bawah tangga.

"Hah? Ngapain?" Didi tersentak.

"Sshtt ... jangan berisik." Zefan mendorong Didi ke dalam gudang. Menekan saklar supaya lampu menyala. "Kita sembunyi."

Lalu menutup pintu.

Didi lagi-lagi tersentak saat punggungnya membentur dinding. Ruangan tersebut begitu sempit. Kepala Zefan bahkan hampir menyentuh langit-langit.

Zefan berusaha menahan kayu-kayu sapu ijuk dan kain pel yang nyaris jatuh. Botol-botol cairan pembersih lantai dan toilet berjejer di dinding sebelah kiri Didi, di mana langit-langitnya semakin rendah mengikuti struktur tangga. Satu-satunya ventilasi ada di atas pintu, berbentuk persegi panjang. Didi menebak-nebak apakah mungkin mereka mati keracunan akibat aroma karbol WC.

"Sempit, Zefanjě! Geser dikit!"

"Memangnya gue bisa geser ke mana lagi coba," protes Zefan.

Didi mendecak. "Keluar kuy. Cari tempat ngumpet yang lain. Sumpek banget di sini."

SnackingWhere stories live. Discover now