/23.05.18/ ○ 07:10

7.1K 1.1K 303
                                    

¦that dream¦





Didi mengintip dari jendela panjang dan cengirannya mengembang. Dengan gaya senggak, ia masuk ke ruang ujian itu lalu menggebrak pelan meja Niki.

.

"Hey, girl."

"Go die."

.

Didi tertawa. Menarik bangku yang masih kosong di samping Niki lalu duduk bertopang dagu sok keren.

"Serius amat belajarnya."

Mata Niki beralih dari daftar vocabulary ke muka Didi yang minta dijejalin sepatu.

"Visi misi kita beda, cebol."

.

Kretak.

.

"Gue perlu belajar ni bahasa bukan cuma buat ujian, TAPI KARENA GUE JUGA KEPENGEN BISA NERJEMAHIN RAW BL CINAA ARGGGH...."

Didi mengernyit begitu mendengar beberapa kosakata asing. "Hah?"

Tapi Niki tidak menanggapi. Gadis itu malah meremas rambutnya. "Gue udah nggak sanggup lagi nungguin terjemahan dari pihak scanalation-nya. I can't take it anymooreeee."

"Lo ngomong apa."

Niki menarik napas. Menenangkan diri dari segala huru-hara. "Intinya lo pergi sana."

.

Kretak season dua

.

"Niiiik, lo kenapa parah banget sama gua."

"Iiih sana jauh-jauh lo! Jangan pegang-pegang!"

"Gue suka sama lo, Nik. Jadi pacar gue napaa."

"Gila lo ya. Pergi sana sama teman sehidup selubang kubur lo itu, si Zefanya! Biasa juga lo sama dia ke mana-mana. Jangan ganggu gue!"

Didi mengerang frustrasi. "Nggak bisa, Nik. Gue mimpi buruk."

"Hah."

"Gue merasa aneh kalo liat muka dia sekarang."

Pernyataan itu berhasil menyita atensi Niki. Kali ini gadis itu benar-benar menoleh ke arah Didi. "Kenapa?"

Didi sebenarnya tidak ingin menceritakan hal ini pada siapa pun. Namun, karena tampaknya hanya topik ini yang dapat menarik perhatian Niki, maka Didi melanjutkan, "Lo ingat kejadian yang waktu Valentine?"

Dahi Niki mengerut. "Yang mana?"

Didi menurunkan volume suaranya. "Yang gue ciuman sama Zef gegara lo. Elah, si biang kerok pura-pura lupa."

Niki menjentikkan jarinya lalu cengengesan. "Oh itu. Terus, terus?"

"Kebawa mimpi gua."

.

"HAHAHAHANJEEEENG BAGUS DONG."

Peserta ujian lain menatap mereka terganggu. Ingin sekali Didi pura-pura tidak kenal dengan Niki sekarang.

.

"Lo cantik-cantik gesrek."

Didi menghela napas. Padahal itu cuma mimpi, tapi ia tidak bisa berhenti memikirkannya. Terlalu membekas. Aroma deodoran Zefan tertangkap begitu nyata di inderanya.

Jugu sentuhan di bibir itu—sial.

Ia bahkan pura-pura terlambat bangun pagi kemarin hanya supaya tidak bertemu Zefan.

Didi menggaruk meja putus asa ketika bayangan itu kembali berkelebat di otaknya. "Geli! Gua gelii!"

Niki masih cengengesan. "Itu namanya listrik statis. Kupu-kupu di perut," koreksinya.

Didi menggeleng-geleng tak sependapat.

"Akuin aja, sampe kebawa-bawa mimpi gitu, lo pasti ada rasa sama—"

"Sama?"

Didi terlonjak di kursinya.

Niki berkedip sedetik. Ia memutar tubuhnya dan menemukan Zefan berdiri di samping mejanya. Lalu senyumnya melebar seperti setan.

Nah, penjahatnya udah datang.

"Sama—MMPH!"

Didi buru-buru membekap Niki. "Yo, Zef. Sejak kapan lo di situ?"

"Baru aja. Gue nyariin lo dari tadi."

"Gue pedekate bentar."

Niki menyikut Didi. Bekapan terlepas.

"Agh ... my tulang."

Saking kurusnya langsung nusuk ke rusuk.

"Kalo lo mau tahu, Zef—woii tunggu! Mau dengerin nggak??!"

Didi buru-buru merangkul Zefan ke luar ruangan sebelum Niki melanjutkan penganiayaannya lebih jauh.

.

"Lo udah belajar Mandarin, Zef?"

"Apa itu belajar."

"Sial, bener. Apa itu Mandarin."





A/n : Mau daftar UTBK 💨

SnackingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora