/31.12.18/ ○ 19:51

4.8K 760 955
                                    

¦paracetamol¦



Halaman belakang di rumah Yohan ternyata memang luas. Ditumbuhi rumput gajah yang lebat dan balutan paving block di beberapa bagian. Serta tumbuhan paku ditanam di beberapa sudut.

Dan kolam lele di ujung sana sungguh disturbing.

Setidaknya menurut Ron.

Namun, Yohan bercerita bahwa dulunya kolam itu adalah habitat ikan koi. Sebelum sistem filtrasinya berulang kali rusak dan ayahnya tidak serajin itu untuk menguras kolam secara rutin. Bibit lele dilepas di sana sementara untuk mencegah kolam tergenang kosong begitu saja dan menjadi sarang nyamuk.

"Tangkap habis aja." Yohan menyerahkan sebuah serokan ikan. Panjang mulutnya sekitar tiga puluh senti. "Kolamnya mau dirombak bulan depan."

"Hmm, mencium bau-bau dana cair." Riko melibas-libaskan jaring ikan itu ke udara. Menurutnya, jaring itu masih terlalu kecil. "Ini sih buat nangkep ubur-ubur. Rarararara."

Ron merampas jaring itu. "Kalo lo nggak mau make ya udah."

"Woi!"

Riko protes. Sayangnya Yohan hanya punya satu jaring. Si Ketua Kelas mengambil ember berisi air untuk wadah tangkapan sebelum kemudian melenggang begitu saja dan mengurus hal lain.

Riko mendecih. "Jadi ini maksudnya ngebantu."

Namun, karena melihat Ron yang di seberang kolam sudah mulai menangkap, akhirnya Riko juga mulai bekerja.

Kolam itu tampaknya sudah disurutkan sedikit. Ikannya tidak begitu ramai. Paling banyak sepuluh ekor. Menangkapnya satu-satu seharusnya bukan perkara yang sulit. Beberapa menit saja, Riko dan Ron sudah hampir menyapu bersih seisi kolam.

Hanya tersisa satu ekor lagi. Yang paling muda dan paling gesit. Sepertinya belum ingin mati dan masih punya mimpi.

"Tuh, di ujung dia! Di ujung!"

"Mana sih?!" Ron agak kesulitan melihat.

Riko mengumpat ketika ikan itu lolos lagi dari jemarinya. Geregetan, pemuda itu menggulung celananya dan masuk ke dalam kolam untuk mengejar.

Insiden yang terjadi selanjutnya adalah yang kita semua sudah ketahui.

.


Riko berjalan tertatih, menyeret kakinya yang sedikit berdarah di sekitar area pergelangan. Ia meringis. "Ah anjing lah."

Yohan tertawa setengah prihatin melihatnya. Roni sih tertawa dan tertawa.

"Sialan emang ikan lu."

Yohan semakin ngakak. "Ambil hikmahnya aja, Rik."

"Berisik."



Pukul delapan ke atas, satu-persatu teman sekelas mereka akhirnya berdatangan. Berdalih terjebak kemacetan parah.

Dengan demikian, halaman belakang itu semakin hidup dan suasana semakin ramai. Api sudah dinyalakan dan ikan-ikan dibakar di atas jaring besi panggangan. Aromanya membubung campur aduk dengan hidangan lain yang sedang digoreng dan direbus.

Di seberang panggangan, intro lagu dimasukkan. 'Tu, dua, tiga, ya. Tegar menggenjrengkan lagu Peterpan dan bernyanyi trio dengan Didi dan Evan. Ia mengode dengan jemari ketika menuju bridge lagu, meminta memecah suara. Yang selanjutnya jatuh sumbang seperti biasa.

"Hahahah!"

"Tarik, Gar!"

"Tuang lagi, tuang!"

Ron berjalan melewati teman-temannya yang sedang berkumpul itu. "Geser dikit, woy."

SnackingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang