/10.08.18/ ○ 13:46

6.8K 1.1K 517
                                    

¦this is bad¦






Nyatanya, Ron berakhir terikat oleh simpul kepompong. Terlilit bagai mumi.

Personil Heksagon kemudian beramai-ramai menggotongnya ke luar kelas.

"Gimana, Di? Aman?"

"Aman, Pak Bos. Guru BP tidak terdeteksi."

"TURUNIN GUA BANGS—MMFF."

Riko menyumpal mulut Ron dengan telapak tangannya, tetapi malangnya Ron malah balas dengan meludah di tangannya.

"Fuck." Riko mendesis kesal. Mengelap telapak tangannya asal ke kemeja Ron.

Sementara itu Niki menyusul sambil melompat-lompat kecil. Riang gembira. "Mau lo masukin ke bagasi mobil lu ya, Rik? Terus, terus—"

Belum sempat Niki merampungkan imajinasinya, Riko sudah menyela, "Mau gue masukin ke tempat sampah."

"YAH JANGAN ANJIR, GUE KIRA MAU LO LEMPAR KE TEMPAT TIDUR."

Niki bergidik saat menyadari mereka benar-benar berjalan ke arah sebuah tong sampah besar.

Ron semakin panik.

"TURUNIN GUEEE. GILA LO SEMUA YA."

Ron bersumpah kalau sekarang ia tengah digerogoti rasa horor seolah ia akan ditumbalkan untuk upacara pengorbanan suku barbar.

"LEPASIN GUEE RIIIIK."

Ujung sepatunya sudah menyentuh tepi tong sampah. Orang-orang gila yang menggotongnya ini kembali  mengatur posisi supaya tubuhnya bisa masuk—nyungsep telak ke dasar tempat sampah.

"WOY TURUNIN GUE ... UKH—"

.

Yang pertama kali menyadari bahwa ada perbedaan dari nada suara Ron adalah Tegar.

.

"Rik. Mampus lo. Dia nangis, oi."

"Hah?" Riko terkesiap. Langsung menoleh ke arah wajah Ron.

Benar saja, mata anak itu mulai sembap.

"Turunin, woy! Turunin!" instruksi Riko buru-buru.

Yang lain hanya bisa patuh. Mereka segera menurunkan Ron lalu melepaskan tali yang melilit tubuh anak itu. Mengerumuni Ron yang tengah menutupi wajahnya dengan sebelah lengannya.

Riko mengusap wajahnya tidak percaya.

Ah, gawat.

Riko berjalan ke tengah. Sedikit panik, ia berjongkok di dekat Ron. Berusaha menyingkirkan lengan yang menghalangi wajah itu. Namun, Ron menepisnya.

"Ron, hei."

Tidak ada sahutan. Kerumunan membisu.

Riko mengusap tengkuknya. "Astaga." Tidak percaya harus mengatakan ini. "Sorry, oke?"

Masih tidak ada respon.

"Gue cuma bercanda, Ron."

"Bercanda lo nggak lucu!"

Dengan suara serak, akhirnya anak itu membalas. Namun lengannya tetap tidak mau lepas dari wajahnya.

.

.

"Hayo lo, Rik."

"Tanggung jawab, Rik."

"Becanda lo udah keterlaluan, Rik."

"Minta maaf yang bener lah, Rik. Gimana sih lo."

"PELUK RIK! PELUK!"

.

.

Riko menyeringai kesal. Teman-teman bejatnya ini benar-benar provokator ulung. Padahal tadi mereka sama semangatnya saat mengerjai Ron.

"PELUUUUK! "

"Berisik, Nik."

Ron sendiri dalam hatinya juga sudah cukup gusar. Bahunya semakin bergetar. "Minggir lo semua!" Ia bangkit berdiri dan berniat pergi dari situ—

"PELUK CEPETAN! PELUKAN PERDAMAIAN, ELAH."

—sebelum kemudian Riko malah menahannya. Dan benar-benar memeluknya.

Ron semakin murka.

Niki ternganga.

Empat anggota Heksagon yang lain memasang ekspresi yang terlalu abstrak untuk dideskripsikan.

.

Sedikit kaku, Riko menepuk-nepuk bahu Ron. "Oke, oke. Gue akuin candaan gue yang tadi memang kelewatan." Ia berusaha keras untuk menenangkan ketika mendapati bahu Ron sedikit bergetar (yang sebenarnya  itu adalah gidikan jijik). "Ssh, maaf oke?"

Ron bisa merasakan dagu Riko ada di puncak kepalanya. Ia memberontak—membuat Riko mengeratkan dekapannya. Telapak tangan pemuda itu dengan sialnya menekan belakang kepala Ron agar semakin tenggelam.

"Lagian, ayolah, nggak mungkin juga kan gue bakal benaran ngelempar lo ke dalam tempat sampah. Lo pikir gue sejahat itu."

"Bacot."

Ron dengan kasar mendorong Riko menjauh.

Punggung Riko sedikit terhempas mundur. Ia tidak bisa mencegah sudut-sudut bibirnya terangkat mendapati Ron akhirnya membiarkan wajahnya terekspos. Ujung hidung anak itu tampak sedikit memerah.

"Maaf ya. Gue cuma bercanda, serius. Masa lo sampai nangis."

"Gue nggak nangis."

"Kalo lo nangis gini gue bawaannya jadi makin pengen nge-bully."

Riko jelas tidak tahu cara yang benar untuk menghibur seseorang.

.

.

"Woy anjirlah Nik jangan di-videoin!"




A/n : Meskipun rada gaje, saya jujur menikmati saat menulis ini—

*batuk

Dan, serius, tolong jangan tiru perbuatan Riko dkk.

SnackingWhere stories live. Discover now