/31.12.18/ ○ 21:41

4K 671 360
                                    

¦no turning back¦





Oke, Ron menyesali keputusannya.

.

.

Mampus. Mampus. Mampus. Tadi gue bilang apa anjirrrr. Gua kerasukan apa arghhh.

Dia makan tidak tenang. Duduk di tepian teras. Menggulung-gulung mie-nya suntuk. Bahkan sanggup menolak ketika teman-temannya menawarinya daging bakar.

Ron meremas buku-buku jarinya pada pegangan sendok. Membatin rusuh. Oh Tuhan, tidak bisakah satu kali dalam hidupnya ia mampu mengambil keputusan yang tidak membuatnya takut atau menyesal. Keragu-raguan menggerogotinya begitu cepat.

Ketika Ron mengangkat pandangan dari mangkuknya, matanya tidak sengaja bersirobok dengan Riko. Pemuda itu tampak berjongkok di dekat panggangan, dengan keji mempreteli daging lele muda yang tadi mematoknya.

Barangkali Riko sejak tadi memang terus mengawasinya. Barangkali, jika terjemahkan, tatapan pemuda itu berbunyi; tampang lo kayak orang sesak boker.

Ron buru-buru memutus kontak mata. Sialnya, Riko kemudian menghampirinya dan duduk di sampingnya. Mencoba menyendok mie-nya dengan sembarangan.

"Bagi dikit."

Ron otomatis menjauhkan mangkuknya. Menggeser sedikit duduknya sehingga menciptakan spasi di antara mereka.

Riko mengernyit mendapati hal itu. Lalu merapatkan tubuh mereka kembali. Ron-- spontan--bergeser sejengkal lagi. Dan Riko harus kembali menutup spasi itu. Berulang kali.

.

"... tuh orang berdua ngapain dah?"

Evan sampai angkat komentar begitu melihat dua mamalia itu bergeser-geser tolol sampai terpentok ke pilar di sudut teras.

Tegar yang sejak tadi sadar akan kelakuan abnormal dua makhluk itu hanya berkata pendek, "Udah, udah. Jangan diliatin, Van."

"Hah? Tapi serius--"

"Udah. Nggak usah diliatin, gue bilang." Tegar memutar kepala Evan agar kembali menghadap ke depan. "Nanti lo menyesal."

.

.

.

Awalnya Riko bermaksud mengetes saja, tapi ketika ia mencoba menyentuh telapak tangan Ron, anak itu benar-benar langsung menarik tangannya seolah habis terkena bara api.

Sungguh respon yang menyebalkan. Namun di sisi lain ... sedikit encouraging.

"Kenapa sih?" tanya Riko jengkel.

"Apanya yang kenapa?" Ron malah bertanya balik. Sengit.

Riko mengusap-usap dahinya pasrah. "Coba luruskan kalau-kalau gue salah kaprah," katanya pelan, "tapi setelah yang tadi itu ... kita pacaran bukan ya?"

Dan respon yang Riko terima hanyalah Ron yang membatu seperti anak durhaka.

"Pac--" Ron menelan ludah. "Lo tahu Rik ... kayaknya gua tadi--"

"Apa?" potong Riko. Seolah bisa menebak template alurnya. "Lo ngerasa keliru? Pengen minta maaf?"

"...iya anjing."

Kurang ajar.

Kesal, Riko mengacak kasar rambut Roni. "Lo suka gue nggak sih, sebenernya?"

"Nggak tahu--ah fuck," Ron menepis tangan pemuda itu, "jangan sentuh-sentuh rambut gua!"

Riko menyengir iseng. Bukan pertanda baik. "Kalo gitu ayo cari tahu."







Seingat Niki, terakhir kali ia lewat tadi, kumpulan anak laki-laki kelasnya tengah berdiskusi mengenai harga CPO. Kemudian, berdebat seru mengenai interpretasi lagu "Bukan Alpukat"-nya JKT48. Dan Niki tidak mengerti kenapa sekarang mereka sedang mengganggu habis-habisan salah seorang temannya yang ereksi random--seolah mereka tidak pernah mengalami hal tersebut.

Tapi yah, Niki tidak akan mengeluh sih.

"Ada yang tegak tapi bukan keadilan!" pancing Keanu.

"ADA YANG MENONJOL TAPI BUKAN BAKAT!"

"Ada yang tegang tapi satuannya bukan volt."

"Melainkan sentimeter, Prof," sambung Kei takzim.

"PENGGARIS VANN."

"ANJENG."

"Kita ukurin. Biar dicantumin di buku tahunan!"

"BANGSAAAT AAAAAHHH."

Niki tentu saja sibuk melakukan dokumentasi. Sampai kemudian ia sedikit tersadar. Tumben, pikirnya. Padahal biasanya di mana ada keributan, di situ ada Riko.










A/n: Halo gais, sebenarnya chapter lanjutannya udah sekitar 80% di draft jadi mungkin bisa langsung update lagi besok. Atau jangan-jangan malam ini juga. Ehey.

SnackingWhere stories live. Discover now