/29.09.18/ ○ 11:06

7K 1K 370
                                    

¦take your time¦





Didi sedang melintasi halaman menuju gerbang belakang sekolah sambil menggulir layar ponselnya dengan ekspresi malas saat suara klakson keras mendadak mengudara.

Didi spontan menegakkan kepala. Sebuah Vario Techno 150 baru saja muncul dari mulut parkiran dan tengah melaju mulus ke arahnya. Buru-buru ia melompat ke samping sembari memaki, "Zefanjeng! Lo mau bunuh gue ya, setan?!"

Sepeda motor hitam itu berhenti di samping Didi. Pengendaranya tertawa. "Makanya liatin jalan. Jangan liatin hape mulu," ucapnya meski tentunya ia tidak benar-benar berniat untuk menabrak Didi.

"Berisik. Gua di-chat sama wali kelas nih."

Zefan tidak terlalu menggubris pernyataan itu. "Kemana aja lo dari kemarin? Nggak, mau nebeng gua lagi, huh?"

Didi bungkam. Diam-diam menelan ludah.

Zefan hanya mendengus kecil mendapati reaksi itu. Sejak hari pertama ujian tengah semester hingga satu minggu setelah ujian tersebut berakhir, Didi tidak pernah lagi berangkat ke sekolah bersamanya. Mereka hanya akan bertemu di kelas. Di meja. Frekuensi komunikasi mereka juga berkurang.

Didi juga selalu berhasil ngacir duluan saat pulang dari sekolah. Kabur dari Zefan. Menggunakan rute-rute yang jarang dilewati Zefan.

Dua minggu sudah lebih dari cukup bagi Zefan untuk menyadari gelagat Didi.

"Tumben lewat gerbang belakang."

Didi mendecak. Naik ke boncengan. "Gue ngehindar dari lo. Puas?"

"Yeah."

Didi selalu begitu. Bersikap seolah tidak ada masalah di awal, tapi ujung-ujungnya malah menghindar. Zefan sudah familiar dengan tindak-tanduk anak itu.

Didi menepuk bahu Zefan. "Jangan ke rumah, cuy."

"Huh?" Yang ditepuk mengernyit. "Lo minta gue bawa kabur ke mana?"

"Terserah. Ke mana aja."

"Yakin?"

"Iya." Didi geregetan. "Yang penting jangan ke rumah dulu," katanya keras kepala. "Males gua."

Tidak ingin mendebat, Zefan akhirnya melajukan sepeda motornya menuju Kejora Mart. Salah satu minimarket di jejeran pertokoan di Jalan Kejora, pintu belakang SMA Utama. Minimarket itu terkenal dengan sebutan KM (cara pelafalan : kei-em).

Zefan sekadar menyeduh kopi dan mengambil beberapa makanan ringan lalu naik ke semacam tempat dine in di lantai dua usai membayar di kasir. Didi menyusul dengan popsicle di tangan.

"Jadi?"

Didi mengeluarkan sebuah lipatan kertas dan memampangkanya di hadapan Zefan.

"Gue dapet surat panggilan orang tua."

"Nilai-nilai lo biasa jelek juga ga pernah dapet surat panggilan."

Didi mendecih. "Kali ini lebih parah sih. Gua ga memenuhi KKM di tujuh mata ujian."

"Jadi karena itu lo ga mau pulang?"

"Hmmm." Didi bergumam mengiakan sambil menggigit ujung atas es krim stiknya. Zefan bertanya-tanya apa gigi anak itu tidak ngilu. "Kalo sampe nyokap gue tau, dia bakal berisik banget. Apalagi sekarang gue udah kelas tiga. Omelannya pasti bakal lebih kompleks." Didi mencoba menirukan suara mamanya dengan ekspresi penuh cela, "Gimana kamu bisa lulus jalur undangan kalau grafik rapor kamu begini. Kamu ga mau jadi kayak kakakmu? Masuk universitas anu tanpa tes blablabla. Sakit kepala gua."

SnackingWhere stories live. Discover now