/30.04.18/ ○ 11:32

8.1K 1.1K 82
                                    

¦why??¦


"Menurut lo kenapa dia mutusin gue? Apa ada yang salah dari perlakuan gue?"

"Mana gue tau, bangke."

Ron risih. Ia berusaha menyingkirkan tangan Riko yang merangkul bahunya sok akrab.

"Memangnya sesalah itu ya kalau gue akhir-akhir ini lebih sering luangin waktu bareng Heksagon daripada dia."

Semenjak diputusin, Riko jadi sering curhat seperti orang teler. Dan Ron tidak mengerti kenapa dirinya yang sering jadi sasaran curhat si ketua tidak tahu diri itu.

"Minggir lo. Sesak anjir."

"Gue pengen tahu pendapat lo, Ron."

"Seolah pendapat gue penting aja."

"Gue pengen tahu. Sebagai orang yang benci sama gue, lo pasti tahu banyak kekurangan gue. Apa yang salah?"

"Semua salah. Otak lo apalagi—salah cetak. Lo kan produk gagal."

"Gue nggak minta pendapat lo, Zef."

"Yang dibilang Zefan bener sih," gerutu Ron.

"Hmm?"

Ron semakin tidak nyaman. Setiap kali ia bergeser menjauh, Riko akan menariknya mendekat sampai ia setengah tercekik.

"Udah, Rik." Tegar mendecak sok prihatin. "Lo suka banget nyiksa dia."

"Gue cuma minta pendapat," sanggah Riko.

"Woi, wooi! Gimana kalo kita nonton Infinity War besok?" Didi mendadak heboh. "Kalian belum nonton kan?"

"Belum."

"Belum."

"Belum."

"Udah—"

"WOOH! Gini lo sekarang, Gar. Nggak ngajak-ngajak."

"—trailer-nya."

"Ha-ha lucu banget lo anak setan."

Tegar menimpuk Zefan dengan lem stik yang sudah kandas akibat digilir seisi kelas.

"Jadi gimana, Rik? Besok kita nonton ke XXI? Untuk mengusir kegalauan lo yang menjijikkan itu."

Riko berpikir sejenak.

Sejenak.

"Daripada nonton XXI, gue sih lebih demen yang XXX."



"....sekarang gue tau apa yang salah, my man."




A/n : Apa ini coba—

SnackingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ