/24.10.18/ ○ 07:13

6.2K 870 443
                                    

¦ recent news ¦



Katanya, hari ini, pagi-pagi sekali, seseorang dari klub jurnalistik sekolah menempelkan selembar berita pada rubrik informasi di majalah dinding bertajuk Seputar Sekolah dengan judul Penindasan terhadap Siswa Homoseksual, Wajar?

Berita itu sempat bertahan beberapa puluh menit, tersemat di antara artikel mengenai pembaruan fasilitas perpustakaan dan kolom-kolom horoskop dari rubrik sebelah, sebelum kemudian terlihat oleh Bu Ermi dan langsung dilaporkan ke guru pembimbing ekstrakulikuler jurnalistik.

Atas persetujuan kepala sekolah, berita itu diturunkan paksa karena—selain tidak sesuai dengan peraturan internal klub yang menghindari tulisan bertopik sensitif seperti SARA, seks, dan sebagainya—tulisan itu juga melanggar beberapa poin kode etik jurnalistik.

Di antaranya yang paling mencolok, nama korban tidak disamarkan dan korban sempat-sempatnya mempromosikan channel Youtube serta akun Instagram dan Twitter-nya di artikel.

Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan berita beralibi bahwa mereka melakukan hal tersebut atas permintaan korban sendiri. Namun tentunya, alasan itu tidak dapat diterima.

"Kalian seharusnya sudah lebih profesional. Lebih tahu mengenai apa yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Ini sudah keterlaluan," ceramah guru pembimbing.

Sisanya, artikel itu juga tersandung beberapa masalah teknis seperti peletakkannya ke dalam rubrik informasi umum yang dirasa kurang tepat karena isinya lebih seperti opini yang berpihak pada satu sisi.

Kendati artikel itu telah ditarik, beberapa siswa sudah sempat membacanya dan menjadikannya konten snapgram. Berbagai tangkapan layar dengan cepat tersebar luas dan menjadi perbincangan panas.

"Di, ada taijutsu elu jadi selingan."

"BANGKE."

Didi heboh menyelonong untuk mengintip layar ponsel Zefan. Mencari-cari paragraf yang dimaksud sohibnya itu.

Tegar nimbrung. "Lu dapet dari mana beritanya, Zef? Lengkap amat," tanyanya penasaran.  Sebab sebagian besar yang tersebar hanya berupa penggalan berita.

"Group chat."

Zefan memang sempat tergabung dengan ekstrakurikuler jurnalistik saat kelas sepuluh. Dia bertugas sebagai desainer layout sebelum kemudian didepak karena sering absen, dan juga karena desainnya tidak bagus-bagus amat—kata mereka. Anehnya, sampai sekarang pemuda itu belum keluar dari grup obrolan jurnalistik dan tidak ada yang tampak keberatan. Atau jangan-jangan tidak ada yang sadar.

"Liat, liat, woy!"

"Geser dikit."

"Si Kei goblok emang."

Semakin banyak yang berdatangan dan mengelilingi Zefan. Bel masuk berdengung tidak lama kemudian, tetapi tidak ada yang serta-merta beranjak.

Riko yang baru masuk kelas dengan napas ngos-ngosan hanya bisa mengernyit melihat kerumunan tidak jelas di kelasnya. Ia setengah mati mengatur napas. "Ngapain lo pada?"

"Woy, Rik. Sini lu, sini." Yohan melambaikan tangannya, membuat gestur memanggil. Riko berjalan mendekat dan ia merangkulnya. Mengisyaratkan pada beberapa orang supaya menyingkir. "Lihat nih, kelakuan antek lu."

Riko berkedip sebentar sebelum membaca kepala berita. "Lah si Kei? Ini berita apaan, Zefanjě?"

"Berita mingguan di mading."

Riko ngakak.

Ia teringat kemarin pagi Kei datang terlambat sehingga dihukum menyanyi satu album di depan kelas. Ketika ia tanyai, anak itu dengan songong beralasan bahwa ia habis dikejar-kejar pers. Riko tidak menyangka kalau si bego itu serius.

SnackingWhere stories live. Discover now