/20.07.18/ ○ 12:55

6.7K 1K 256
                                    

¦the birthday boy¦




Sekolah sudah bubar sejak lima belas menit yang lalu, tetapi koridor masih cukup ramai.

Riko berjalan cepat menuju toilet pria. Matanya awas memindai setiap manusia di sekelilingnya. Waspada kalau-kalau saja ada guru terdeteksi di dekat mereka.

Sementara itu, Ron menyusul selangkah di belakangnya dengan tubuh berlumur tepung terigu. Berusaha mengabaikan berpasang-pasang mata yang menatap ganjil ke arahnya.

Toilet tersebut terletak di ujung koridor, dekat tangga. "Shit! Cepat masuk." Riko mendadak menarik Ron.

Ron sedikit terhempas saat masuk ke toilet. "Apaan woy," protesnya.

"Gue liat Guru BP di tangga bawah," bisik Riko. "Merapat ke dinding," pintanya.

Sebenci-bencinya Ron pada Riko, kali ini dia terpaksa manut.

Guru BP mereka adalah seorang wanita paruh baya yang perkasa. Terkenal dengan slogan: "Semakin kalian kabur, semakin saya kejar." Jika sampai dia melihat ada siswa yang bertingkah menyimpang, dia pasti akan menangkapnya meski harus masuk ke toilet cowok sekalipun.

Riko terus mengintip waswas dari ekor matanya sampai wanita horor itu berlalu.

Riko akhirnya menghela napas. "Aman," ucapnya. Lalu tersenyum nista pada Ron. "Panjang umur ya."

Ron menjauhkan punggungnya dari dinding. Ia lalu sibuk menepuk-nepuk kemejanya yang berbercak tepung. "Asem lo," desisnya.

Riko tertawa. "Hei, hei. Ini bukan gue yang gagas."

Ron mendelik. Jelas tak percaya. Apalagi karena Riko kelihatan sekali menikmati saat mengguyurnya dengan tepung di kelas tadi.

"Si Yohan tuh panitianya," ujar Riko lagi. "Gue ya ikut-ikutan aja."

Ron mengancungkan jari tengah.

Riko terkekeh. "Sini gue bantu bersihin."

Ron menepis tangan Riko. "Nggak usah sok peduli."

"Biarin gue bantu, elah. Biar benar-benar bersih." Dari sakunya, Riko mengeluarkan tisu kemasan kecil yang tadi dipinjamnya dari Alessia. "Kalo sampe ada guru yang liat baju lo kotor karena tepung, kita sekelas bisa kena masalah."

Tata tertib sekolah memang melarang mereka untuk merayakan ulang tahun dengan cara yang 'ekstrem'.

Ron terus berontak saat Riko memegangi lengannya. "Lepasin, anjir! Gue bisa sendiri!"

"Memangnya lo bisa bersihin muka lo sendiri?"

"Bisa!" Ron merogoh saku celananya. Bermaksud menggunakan kamera depan di ponselnya. Sayangnya ia tidak menemukan benda itu di sakunya. Shit, ketinggalan di tas.

Riko mengerti apa yang hendak dilakukan Ron. Ia tersenyum meledek ketika melihat tampang Ron yang mati gaya. "Mana, hm?"

"Berisik lo."

Ron akhirnya membiarkan Riko membersihkan wajahnya dengan tisu sementara ia lanjut menepuk-nepuk seragamnya.

"Argh! Tepungnya sampe masuk ke kutang gua masa." Ron mengedik risih. Punggungnya serasa berpasir-pasir. "Gila lo semua, memang."

"Sini gue lihat."

Riko dengan seenaknya menarik kerah belakang Ron dan mengamati area tengkuknya. Leher anak itu memang penuh dengan tepung. Riko kini mengusapkan tisunya ke leher Ron.

"Uh."

Kepala Ron secara otomatis meneleng, menjepit telapak tangan Riko. Alis Riko sedikit mengernyit mendapati reaksi manis itu.

"Geli, ya?"

Ron mendengus mendengar nada melecehkan itu. Ia menyanggah, "Semua orang juga bakal kegelian kali kalo dipegang lehernya."

"Masa sih." Riko menjulurkan tangannya semakin dalam.

"A-ah anjir! Singkirin tangan lo!" Ron refleks menarik tangan Riko menjauh dari lehernya.

"Lemah lo." Riko akhirnya menyerahkan tisunya ke tangan Ron. "Nih, bersihin sendiri."

Ron menerima tisu itu dan mulai menggosok lehernya.

"Biar gue bukain kemeja lo."

"Lo gila ya setan?!"

Riko sudah keburu membuka satu kancing Ron.

"Biar gua sendiri aja, oi!"

"Udah, biar cepat, anjir. Lo kira gue juga niat, apa?"

"Nggak, nggak—"

Dan lagi-lagi, Riko pada akhirnya berhasil melepaskan kemeja Ron. Ia kini mengibas-ngibaskan kemeja itu. Butir-butir tepung berhamburan seperti debu. Riko sampai harus menahan napas.

Setelah yakin bahwa tidak ada lagi tepung yanh tertinggal, Riko mengembalikan kemeja itu pada pemiliknya.

"Nih. Bilang apa."

Ron mengambilnya lalu mengenakannya kembali. "Sama-sama."

Riko mendengus. "Ngomong-ngomong, gue udah kasih konfirmasinya ke kelas Tessa. Anggap aja hadiah ulang tahun."

"Hah? Kapan?"

"Waktu istirahat pertama tadi. Lo langsung turun ke kantin sih." Melihat cara Ron menatapnya, Riko menambahkan, "Lo nggak pernah percaya sama gue ya."

"Jelas lah."

"Tanya Didi nanti. Dia saksinya."  Riko kemudian menepuk pelan ubun-ubun Ron untuk menyingkirkan butiran tepung yang masih tertinggal. "Dengan ini deal ya, lo nggak akan deketin Miranda lagi."

"Gue tanya Didi dulu."

"Cih."









A/n : Sepenggal kisah sebelum UTBK tadi pagi;

Teman Gw : *dengan senggaknya sampai di lokasi persis tiga puluh menit sebelum ujian*

Gw : "Udah belajar lu?"

Teman Gw : "Heh. Percaya diri lah."

Gw : "Nyesel gue nanya."

Ngomong-ngomong, soalnya tadi HOTS banget.
Udah panas pake es lagi.
/abaikan

SnackingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang