/06.11.18/ ○ 12:43

5.5K 849 332
                                    

¦the—what¦


Riko mengipasi kerah seragam olah raganya. Mengambil sembarangan kaleng kopi cincau dari tangan Zefan. "Beli Pocari atau apa kek," katanya tapi tetap menyesapnya juga. Lalu ia mengerjap. "Seger juga."

Zefan mengusap peluh. Menoyor Riko ketika pemuda itu terus meneguk minumannya. "Beli, anjir."

Riko mengembalikan kaleng berembun itu. "Btw, Zef."

"Apa."

"Kalau lo bilang ke seseorang—kalau dia manis, bukan harus berarti lo naksir kan."

Zefan terbahak. Tidak kuat mendengar pertanyaan gadis ABG ala ala keluar dari mulut Riko. "Cewek mana lagi yang lo PHP-in, huh."

Namun Riko hanya mengedik tidak jelas. Langsung cabut begitu saja untuk membeli minuman yang sama dengan milik Zefan.



Gimana awalnya dia tahu kalau dia suka sama Didi?

Ron mengawasi Zefan yang sedang melangkah santai di sampingnya seraya memutar-mutar kaleng minuman.

Apa dia mikir Didi manis atau semacamnya? Atau jangan-jangan lebih ke sesuatu yang seksual? Apa sama aja kayak ketika tertarik sama cewek?

.

Ron tidak berlebihan kan. Bukan geer atau apa, sedikit waspada rasanya cukup wajar.

Masalahnya adalah Riko tidak seperti mengatakan hal itu secara sambil lalu.

Dia mengatakan itu dengan nada yang ... bermuatan listrik.

.

.

"Zef."

"Ya?"

"Kalau ada sesama cowok yang bilang lo manis, apa artinya dia maho?"

Zefan menyemburkan kopinya ke tanaman pakis.

.

Belum sempat ia berkata apa pun, Roni Wijaya sudah melipir menyusul Kei yang melangkah agak jauh di depan.

Samar-samar Zefan bisa mendengar omongan mereka.

"Kei, gay itu nular nggak sih?"

.

What in the world

.

Tegar yang berjalan persis di depan Zefan hanya tertawa datar saat menoleh dan mendapati tampang priceless temannya itu.

"Mau dengar kesaksian gua, cuy?"

"...fuck"



A/n: Selamat memperingati Maulid Nabi bagi yang kemarin merayakan!

Happy weekend!

Ah, and Happy Halloween too 🎃

SnackingWhere stories live. Discover now