/25.12.18/ ○ 01:06

5K 810 426
                                    

¦sleepless night¦




Zefan tidak tahu itu persisnya jam berapa, tapi sepertinya dini hari, ia terbangun karena merasakan kasurnya basah. Bau pesing.

Sebentar. Zefan masih berusaha mengumpulkan kesadaran. Ia mengusak-usak rambutnya. Gue nggak ingat gue mimpi seru tadi

Ia melirik ke bawah.

Oh.

.


"Bang Jer ... argh. Anak lu ngencingin gua!"







Ada dua kecurigaan Zefan kenapa Mika bisa sampai terdampar di kasurnya. Pertama, Yere mungkin sengaja mengarahkan bocah itu untuk pergi ke kamar lain karena dia punya rencana untuk bercinta dengan istrinya malam ini. Atau kedua, bocah tengil itu memang sedang melakukan ekspansi wilayah. Lalu dengan lancangnya menandai teritori Zefan.

Lagi pula si Yere itu kampret juga. Sudah tahu anaknya masih tukang ngompol begini  bukannya ingat dipasangin popok.

Zefan dengan jijik melepas celana Mika yang basah menggunakan kakinya lalu mencampakkannya ke lantai begitu saja. Acuh tak acuh ia menggelindingkan balita itu ke sisi kasur yang masih kering.

Ia membuka lemari. Mengganti celananya yang basah kemudian meninggalkan kamar. Mengangkut bantalnya ke ruang tengah untuk tidur di sofa.

.


Ajaibnya, pukul dua ia kembali terjaga dan Mika sudah nemplok lagi di sebelahnya. Nyempit-nyempitin sofa.

Zefan mengerang malas. Tidak bisa tidur. Dan jika ia memasang telinganya baik-baik, di kejauhan, samar-samar ia bisa mendengar desis-desis mencurigakan yang mengguncang iman.

Setengah mati Zefan berusaha menutup matanya. Yere sialan.





Pukul setengah tujuh pagi, Zefan menyerah. Memutuskan untuk mengungsi. Mika diam-diam ia tinggalkan di sofa.

"Heh! Mau ngapain kamu Zef?!"

Nyonya Lie yang sedang menyirami tanaman hias kaget ketika melihat anak tetangganya meloncati dinding pembatas, dengan mata merah dan setelan baju tidak nyambung.

"Numpang sebentar, Tan!"

Zefan mengatupkan tangan lalu ngacir menuju kamar Didi. Dan ia mendapati anak itu masih ngebo. Terbenam di lautan bedcover dengan posisi kaki keluar sana-sini. Lucu sekali, heran.

"Di." Zefan menepuk-nepuk pelan pipi anak itu. Mencoba menyusup ke dalam selimut.  "Geser dikit wey."

Tidak ada sahutan.

Zefan berusaha menggeser tubuh Didi perlahan supaya bisa memberi sedikit spasi baginya untuk berbaring.

Didi berjengit. Tetapi terlalu malas membuka mata. Ia anteng tidur saja. Tapi kemudian makhluk yang menjajah kamarnya bertambah—dan kali ini jauh lebih heboh. Menyalak dan melolong.

Zefan meringis ketika Anya menyelinap masuk dari pintu yang tak tertutup rapat. Kemudian berusaha naik ke tempat tidur. "Nya. Ke luar, Nya." Ia menunjuk-nunjuk pintu. Bersusah payah meyakinkan Anya untuk meninggalkan kamar.

Didi sudah mengerang serak. Terganggu. Tangannya meraba-raba. "Woy, siapa nih..."

"Gue."

"...hah, kenapa lo di sini, Zefanjě?

"Kasur gue dikencingin."

"Hah? Hahah ... haha ... ha."

Didi tertawa seperti mayat hidup. Tanda nyawanya masih belum terkumpul seutuhnya. Matanya saja masih tertutup.

"Geser dikit lagi, Di."

"Hng."






Pukul tujuh tepat, Didi kaget mendapati sepasang lengan dan kaki mengurung tubuhnya ketika ia terbangun. Ia mendongak dan ubun-ubunnya terantuk di dagu Zefan.

Mereka sama-sama mengaduh.

"Lah? Kenapa lu di sini Zefanjě?" seru Didi sambil mengusap-usap kepalanya.

Mata Zefan terbuka sedikit—sebelum kemudian kembali berputar ke atas. Suaranya terseret ketika menjawab, "... kasur gua dikencingin." Ada dendam di nadanya.

"Hah? HAHAHAHAHHAH. Pantes lu bau pesing."

Didi ngakak. Lututnya tidak sengaja menggesek sesuatu di balik selimut ketika ia bergerak. Bocah itu tersenyum nista. "Apa nih man."

"Berisik lu ah." Zefan menepuk kepala Didi. Menjawil pusaran rambutnya gemas. Iseng, tangannya kemudian menyelip ke bawah. "Kayak lu enggak aja—"

Demi apa pun, Didi berusaha menjauhkan pinggangnya tapi pada akhirnya Zefan berhasil juga mengetahuinya. Pemuda itu tertawa mengigau, "... ada yang menonjol tapi bukan prestasi."

"Fakyu, Jep."

Ditimpuk dengan bantal hanya membuat cengiran Zefan melebar segigi-gigi. Kantuknya jadi terusir.

"Lagian lo nggak tau apa aja yang gue lewatin semalam suntuk," sambungnya.

"He, apaan emang?" tantang Didi. Ia berusaha merayap keluar dari tautan kaki dan tangan Zefan, tetapi pemuda itu selalu memblokir jalurnya.

"Sebentar ... jangan ke mana-mana dulu kek."

Zefan jelas tidak rela ketika bantal manusianya ini ingin minggat. Salahkan Didi karena terlampau pas untuk ia dekap. Ditambah lagi aroma tubuh anak ini seperti cologne bayi.

Oke, bohong. Yang bisa Zefan endus hanyalah bekas samar aroma musk ala body spray pria bercampur iler. Tidak sesuai ekspektasi tapi tidak masalah.

"Temenin gue sampe tidur lah, Di. Salah lo gue jadi kebangun lagi."





Pukul sepuluh pagi, Zefan mengerjap bangun dan menemukan Didi menggamit tubuhnya seperti anak koala.







A/n: Jepan sepertinya light sleeper ya. Gampang kebangun kalo diusik.

Btw saya kaget updatean terakhir itu ternyata tanggal 1 Oktober dan sekarang udah tanggal 31. Kemarin saya cerita chapter Sneking tinggal belasan lagi tapi kalau saya apdetnya sekali sebulan kacau juga ini. Sabar-sabarlah dengan saya ya aowkwowk.

SnackingWhere stories live. Discover now