/30.10.18/ ○ 16.50

5.2K 854 360
                                    

¦costume¦

Dijadikan duta produk untuk aneka panganan berbasis pisang sama sekali tidak pernah diantisipasi Zefan sebelumnya.

Okelah, Tante Lie memang pernah sekali dua kali bergurau soal, "Mungkin kamu aja kali ya Zef, jadi bintang iklannya Bananable," tapi Zefan kira itu hanya sebatas ... ya, guyonan.

Dan itu sudah lama sekali.

Kontan saja ia kaget ketika dua minggu yang lalu, Tante Lie menghampirinya. Pagi-pagi, sebelum ia dan Didi berangkat ke sekolah. Menjelaskan bahwa si Tante perlu bantuannya untuk mempromosikan menu baru mereka.

"Om-nya Didi baru ngehubungin Tante kemarin. Katanya bakal ada menu spesial buat Halloween nanti. Tante mau minta tolong ke kamu nih, bantuin ngiklanin, ya?"

Awalnya Zefan tidak terlalu ngeh. "Ah, ngeditin ya?"

"Bukan. Kamu yang diiklanin bareng produknya."

.

Shit, apa—

.

"Tapi kalau mau ngeditin juga gapapa kok. Bayarannya bakal Tante tambahin. Nanti Tante jelasin lagi teknisnya lebih lanjut, oke? Sekarang, berangkat sekolah aja dulu. Nanti takutnya telat."

Salim. Salim.

Sementara Zefan masih melongo, Didi sibuk ngakak di jok belakang. "Ini ide lu kan?" desisnya.

"Enak aja, bukan!"

Zefan tahu bahwa Tante Lie selalu berusaha memilih duta produk yang tidak harus membuatnya merogoh kocek terlalu dalam. Jika menggulir postingan di Instagram Bananable, Zefan bahkan bisa menemukan Anya dan Didi mengiklankan produk makanan tersebut.

Tapi tetap saja—ah sudahlah.

.

"Seharusnya kita tentuin dan diskusi soal kostumnya dulu. Terus photoshoot-nya, aduh. Kamu sih, waktu luangnya sedikit banget. Kelas tiga apa sesibuk itu ya? Padahal rasanya Didi gabut banget di rumah. Kamu banyak ikut kegiatan non-akademik ya?"

Yang benar saja.

Zefan menyandar letoy di sofa sementara Anya senantiasa menggerecokinya. Ia melirik ke Didi yang baru saja tiba membawa nampan berisi gelas kopi, meminta bantuan. Namun anak tengil itu hanya melempar cengiran licik.

Dasar.

"Kamu banyak ikut ekskul ya? Jangan-jangan kamu anggota OSIS? Kamu jadi lebih pendiam semenjak puber. Tante jadi nggak tahu banyak lagi soal kamu."

"Haha, iya Tante." Zefan tertawa garing. "Aku ikut ... ehm, organisasi."

Didi nyaris terjungkir tawa. Tahu persis organisasi tolol mana yang dimaksud Zefan.

Tapi, terlepas dari itu semua, tentu saja Zefan memang sengaja menghindar. Berpura-pura sibuk. Harus mendesain poster lah, kerja kelompok dengan teman lah. Berharap Tante Lie akan lupa sendiri dengan rencananya. Sayangnya harapan itu tidak terkabul. Dan sekarang, ia sudah kehabisan alasan untuk kabur.

Well, sebenarnya ia sempat berdalih ingin menjenguk Riko, tetapi akhirnya ia membatalkan niatnya. Tante Lie ternyata sudah memberitahu mamanya Zefan terkait iklan tersebut. Jadilah ia mendapat desakan dari kiri dan kanan. Apalagi Tante Lie juga menjelaskan bahwa ia telah menyewa set kostumnya.

"Produknya udah diluncurkan sejak seminggu yang lalu, sebenarnya. Udah diiklanin juga tapi tanpa figur. Tapi ngga apa-apa. Kita masih bisa post lagi yang ada kamunya besok. Daripada enggak sama sekali." Wanita itu memilah lipatan kain hitam yang ada di pangkuannya. "Sebenarnya ada beberapa kostum alternatif yang udah tante list dari kemaren-kemaren. Hmm, penyihir, bajak laut, jester, Robin Hood, vampir, inkubus—"

Zefan nyaris tersedak kopi.

"—awalnya mau minta pendapat kamu juga, tapi akhirnya tante mutusin sendiri deh. Waktunya udah mepet habisnya."

Setidaknya Zefan cukup lega begitu melihat kain yang dibentangkan mamanya Didi berupa jubah hitam panjang dengan leher tinggi.

"Tante jadinya ambil tema yang mudah. Vampir juga gampang dikenali sama audiens. Dan udah identik banget sama Halloween. Haah. Padahal tadinya Tante pengen milih yang jester aja, lebih colourful. Tapi susah juga nyari kostumnya dan harus lukis wajah juga. Ah, nanti kamu juga bakal di-make up tapi sedikit aja. Kamu nggak keberatan kan, Zef? Dari tadi diem mulu."

"Ah, nggak apa-apa, Tan."

Zefan sejak tadi hanya memperhatikan. Lain dengan anaknya yang suka berteriak-teriak, Tante Lie suka berbicara cepat dan panjang-panjang, terutama ketika ia sedang antusias. Zefan jelas tidak akan bisa lolos dari sini.

"Nah sekarang, kamu pakai kostum ini dulu."


"Berhenti ketawa."

Zefan menghela napas kesal. Mengaitkan kancing-kancing kemeja ruffle. Lalu rompi sewarna anggur merah. Diakhiri jubah drakula. Pakaian berlapis-lapis pasti akan membuatnya kepanasan andai kamar Didi tidak full AC.

Ia kemudian memasangkan gigi taring palsu berbahan resin. "Wow, ini keren juga."

"Memang keren kok." Didi mengancungkan jempol. Memandangi penampilan setan aristokrat di hadapannya. Bibirnya masih berkedut-kedut. "Habis ini lo pose sama  pisang goreng. HAHAHAH—"

"Nggak lucu."

"Lucu lah, coba lo bayangin—bangsat Zefanjě!"

Cengar-cengir Didi membeku saat jemari Zefan menyapu lehernya, perlahan menarik turun leher bajunya. Didi ingin melangkah mundur tetapi tangan pemuda itu sudah bersarang di pinggangnya.

"Argh!"

Sesuatu berkelontangan jatuh.

"Proof-test." Zefan menyeringai. Taring panjangnya tinggal sebelah. "Giginya payah. Ngga pake perekat sih."

Didi hanya bisa memegangi perpotongan leher dan bahunya. Bukan karena sakit, melainkan masih terasa panas sehabis diterpa napas Zefan.

Degup jantungnya berloncatan. Untung saja mamanya segera memanggil mereka berdua supaya turun.



A/n: pengambilan gambarnya barangkali dilanjut di chapter depan heheu

SnackingOnde histórias criam vida. Descubra agora