/24.12.18/ ○ 20:45

5.3K 805 685
                                    

¦christmas eve¦

Keanu ngakak. "Weh buka jalan, buka jalan. Putra altar mau lewat neh."

"Bacot."

Keanu mengumpat ketika sepatu pantofel Riko dengan songong menendang tulang keringnya. Tamu tak diundang itu baru saja tiba, masih well dressed. Kelihatan jelas habis beres misa dan langsung cabut ke tongkrongan.

Malam itu, beberapa anak IPS 05 memang sedang kumpul-kumpul di sebuah warung makan yang lokasinya masih di sekitar sekolah. Sebuah ruko yang menjual segala jenis menu sarapan di pagi hari. Namun ketika berganti malam emperannya akan berubah jadi tenda remang-remang tempat menjajakan lonte bugil alias lontong telur bumbu giling sebagai salah satu varian lontong malam andalan mereka.

Dan beberapa minggu belakangan, karena sedang musim, tenda itu juga berbagi lahan dengan penjual durian keliling.

"LAMA LU RIK," teriak Didi.

"Berisik." Riko menarik salah satu kursi. Nyengir lebar. "Menurut kabar, di sini ada pembagian makanan bergizi."

"Hadeh." Yohan memutar bola mata. "Tajem juga hidung lu."

"Baunya ke mana-mana masalahnya, Pak. Buruan ke tengahin lah durennya."

"Habis cuy."

"Ya anjing." Riko memukul meja jengkel. "Gua udah jauh-jauh ke sini woy."

"Telat lu, Ketua." Tegar mengakak. Christmas carol yang digenjrengkannya berubah jadi jingle susu murni nasional. Ketika tidak sengaja melirik Roni, Tegar menyelutuk, "Eh ini Rik, di piring si Ron masih ada satu."

Ron melotot. Baru kali ini ia merasa ingin memaki Tegar. Apalagi karena Riko jadi menoleh ke arahnya. Padahal sejak tadi ia kalem-kalem saja dan berusaha agar tidak ternotis.

Sialnya, Riko malah berpindah duduk di kursi kosong di sebelahnya. "Hei."

Ron melengos. Meski sebenarnya agak tercekat. Tapi ia membalas sapaan itu pada akhirnya. "... hei."

Tegar jijik juga melihat kelakuan dua primata itu.

Kenapa lo berdua anjir.

Untung saja anak-anak yang lain tidak memperhatikan mereka lantaran sedang sibuk mendiskusikan sesuatu.

Namun jangankan Tegar, Ron saja heran Riko kerasukan apa sampai-sampai punya tata krama seperti itu. Well, bisa saja efek jangka pendek sehabis dijejali khotbah. Tapi ... suara Riko terdengar canggung sekali.

Ron meneguk ludah. Atmosfer seperti ini sungguh tidak mengenakkan. Meski begitu ia berusaha menahan diri untuk tidak segara berpindah kursi. Ayolah, kenapa juga dia harus segelisah ini hanya gara-gara Riko duduk di sampingnya? Memangnya si Riko itu siapa?!

"Wow. Gue bisa melihat adanya konflik batin yang hebat."

Yah. Mungkin pada dasarnya, Riko itu memang manusia yang diciptakan untuk digaplok.

"Berikan durian itu."

"Tidak akan." Ron mengelak ketika Riko berusaha mencomot durian di sisi piringnya. "Minggir lo!"

"Gue nggak habis pikir kenapa ada orang yang bisa makan lontong pakai durian."

"Setan." Ron berdesis rendah. Tidak memedulikan ledekan itu. "Ngapain lo duduk di samping gue."

"Kenapa?" Riko malah balik bertanya. Sama rendahnya. "Bukannya kita juga udah duduk samping-sampingan selama satu semester."

Ron mendecih. Akhirnya memutuskan untuk lanjut makan saja. Tidak akan ada habisnya jika harus meladeni Riko.

Di sisi lain, Riko gemas sekali. Si Ron ini jelas harus dibuat terbiasa dengan kehadirannya. Lihat saja, bisa-bisanya bahu Ron tegang begitu seolah yang duduk di sebelahnya adalah predator seksual. Menjengkelkan sekali.

.

Tapi—ck. Riko mencoba mengalihkan pandang. Tidak tahu bahwa ia akan sedemikian menyukai Ron dalam balutan oversized sweatshirt bercorak rusa kutub seperti itu.

A/n: Selamat bermalam minggu, teman-teman! Btw, mungkin "Snacking" bakal tamat dalam 160an chapter hehe.

SnackingWhere stories live. Discover now