1

2.5K 103 0
                                    

Bita

Pagi ini seperti biasa saat aku agak senggang dan tidak ada meeting pagi di kantor aku akan mampir sebentar ke rumah Pak Dewa, salah satu donatur tetap di panti asuhan tempat ku dulu tinggal dan tidak lain adalah ayah dari sahabat kecil ku disana.

Ya, aku salah satu anak yang dititipkan ibuku sendiri kala itu secara sadar di sana, usia ku mungkin masih 6 tahun saat ibu memutuskan untuk berpisah denganku.

Janji ibu akan menyusul ku secepat mungkin nyatanya hingga detik ini aku dewasa pun dia tidak kunjung hadir dan tiba kembali dalam hidupku.

Satpam rumah pak Dewa sudah hapal dengan mobilku jadinya dia langsung membukakannya saat aku akan turun.

"Masuk saja non!" ucap Pak Datu padaku.

"Saya cuma sebentar kok pak."

"Gak apa-apa non, biar bapak juga gak ngomelin saya kalau non Bita parkir di depan."

Aku tersenyum kemudian mengangguk kecil dan segera memarkirkan mobilku di halaman dalam rumah pak Dewa.

"Pagi Tuti!" sapaku pada salah satu ART di rumah ini.

"Pagi non, baru kemarin dirasani bapak loh non." ucapnya.

"Oh ya? Wah pantas kemarin mata saya kedutan." aku bercanda kemudian Tuti memintaku segera masuk ke dalam.

"Pak, ada non Bita." ucap Tuti pada Pak Dewa.

"Masuk Ta! mau kerja?" Pak Dewa nampak akan berdiri dan aku buru-buru menuju ke arahnya agar beliau tidak perlu repot.

"Duduk aja pak, iya Bita mau kerja sekalian mampir dulu bawa makanan yang tadi Bita masak." aku menunjukan box makanan kemudian aku memberikan salam untuk pak Dewa.

"Pasti Elis yang nyuruh kamu ya?" Beliau menelisik.

Aku tersenyum "Bita yang mau, soalnya ibu juga masih di Jogja buat rawat kakaknya, jadi gak bisa sering jenguk bapak buat sementara waktu." jelas ku.

Bu Elis adalah ibu pantiku dulu dan sampai saat ini pak Dewa dan Bu Elis memang masih berhubungan baik walau sudah berjarak kota.

"Oh ya, Ale semalam nginap sini dan belum berangkat kerja, mau sarapan bersama?" Tawar pak Dewa, Ale adalah temanku yang tadi aku ceritakan di awal.

"Biarkan istirahat aja dulu pak, lagi pula Bita mau langsung berangkat aja ke kantor."

"Eh gak bisa gak bisa, ayo makan dulu nduk!" Ekspresi pak Dewa memaksa.

Aku hanya bisa tersenyum dan meladeni maunya saja "Bita gak lama-lama ya pak." tawarku lagi.

"Iya yang penting bapak lihat kamu makan." setelah itu kami berjalan menuju ruang makan.

Setelah itu kami sibuk bercengkrama santai sambil menyantap sarapan, aku selalu senang ketika melihat senyuman Pak Dewa, kali ini lebih lebar karena menurutku sebuah kelegaan sudah terpancar disana.

Ya, beberapa tahun belakangan senyumnya tampak berbeda, ada beban terselip disana karena suatu hal, tapi untungnya beban itu sudah hilang ketika persoalan itu selesai belakangan ini.

Suara langkah kaki seperti berhasil aku dengarkan detik ini, langkah yang mendekati posisi kami disini.

"Pagi Pa!" sapa suara itu, dia Ale.

"Sudah bangun? Ayo makan, ada Bita juga disini Le." ajak Pak Dewa dan setelah menyebutkan namaku rasanya Ale baru menyadari kehadiran ku.

"Hai Ta, udah lama?" Tanyanya.

"Belum, ini mau langsung lanjut."

"Gak boleh, makan dulu!" pak Dewa masih memaksa.

"Langsung lanjut makan pak maksud Bita." aku meluruskan kalimatku dan seketika tawa pak Dewa sudah terdengar.

"Kamu ini loh nduk, suka banget bercanda." pak Dewa menepuk bahu kanan ku dan aku hanya menimpalinya dengan senyuman.

Akhirnya kami benar-benar sarapan bersama, entah terakhir kali kapan rasanya sudah sangat lama.

Beberapa saat kemudian ponsel ku berbunyi dan ternyata itu Elang, bos ku di kantor.

"Pak maaf, Bita harus angkat." aku meminta ijin pada Pak Dewa dan setelahnya Pak Dewa mengijinkan.

"Ya Lang?" Tanyaku setelah aku sudah melipir ke pinggir jendela.

"Bisa sampai kantor lebih pagi? Aku butuh diskusi dulu sama kamu." balasnya.

"Oh, oke oke, sebentar lagi bisa berangkat."

"Oke, see you, thanks ya Ta"

"Yup, sama-sama" aku menutup telponku dan kembali ke meja makan.

"Pak maaf, Bita mendadak harus sesegera mungkin sampai di kantor."

"Kok buru-buru?" Tanya Pak Dewa.

"Iya ternyata sebelum meeting ada yang harus diubah dan tim kami butuh diskusi." aku mencoba menjelaskan sesederhana mungkin.

"Diantar Ale aja apa? Biar kamu gak ngebut, bahaya." bapak memberi ide.

"Gak usah pak, Bita bawa mobil kok, dan janji gak akan ngebut."

"Kalian baru ketemu sebentar loh." ucap pak Dewa lagi.

"Ya udah aku antar aja Ta." Ale sudah berdiri dari kursinya.

"Gak usah Le, ngerepotin, pamit dulu ya pak, maaf gak bisa bantu cuci piring dulu." aku memberi salam pada pak Dewa dan seperti biasa pak Dewa mencium kedua pipiku, hal ini kami lakukan seperti bapak dan anak dan aku nyaman.

"Jangan kerja terus, gak enak jadi orang kelewat kaya
" goda pak Dewa.

"Mana ada, skincare mahal pak, gak ditanggung BPJS." balasku.

"Kamu itu, ngelucu terus." dan akhirnya aku permisi untuk segera berangkat.

Ale mengikuti ku di belakang "Elang yang menelpon?" Tanyanya tiba-tiba, aku tidak tahu sejak kapan dia menghapal nama-nama orang di sekitar ku yang tidak berhubungan dengannya.

"Iya." balasku singkat.

Aku langsung membuka pintu mobil dan akan masuk tapi tangan Ale menahan pintunya.

"Apa bisa makan malam nanti?" Tanyanya.

"Kayaknya aku lembur."

"Besok?"

"Aku belum lihat jadwalku lagi."

"Kabari aku kalau sudah lihat, oke?" Dia memastikan.

"Oke." jawabku singkat.

"Aku gak mau kamu terlalu lama mendiamkan ku." ucapnya.

"Aku gak mendiamkan mu."

"Kalau gitu kamu menjaga jarak denganku." Ale merevisi.

Aku menutup kembali pintu mobilku dan memilih untuk meladeni Ale sebentar "Kenapa aku harus jaga jarak?" Tanyaku.

"I don't know, mungkin kamu gak nyaman denganku setelah sekian banyak rencana kita keluar bareng yang gagal."

"Apa aku pernah pergi atau gak datang?" Tanyaku balik dan dia terdiam.

"Apa aku yang gak datang tanpa kabar Le?"

"Aku yang gak pernah berkabar dan membiarkan mu menunggu terlalu lama." jawabnya.

"Aku minta maaf Ta, tapi aku mau mencoba lagi."

"Le, aku memang kenal kamu sejak lama, tapi aku gak kenal kamu sejak kepergian Bima, kamu cuma Ale yang hilang arah." aku benar-benar masuk ke dalam mobil dan kali ini aku berhasil menjalankan nya sebelum Ale menahanku lagi.

Aku masih melihat dirinya berdiri mematung di posisinya semula ketika mobilku benar-benar keluar dari halaman rumah Pak Dewa.

Pelanggan Rindu [End]Where stories live. Discover now