74

271 28 1
                                    

✨ Bita

Aku menyerahkan ponselku pada Ale, dia tampak bingung tapi aku memintanya untuk membaca pesan yang ada disana, itu room chat ku antara aku dengan Pak Marwan, pengacaraku yang aku tunjuk mengurus perceraian kami, Ale membacanya dengan seksama dan tampak serius, kerutan di dahinya sampai menjadi penghias dahinya.

Selesai membaca dia langsung menatapku aneh, bukannya paham tapi dia seolah semakin bingung ketika selesai membaca percakapan kami "Ini maksudnya gimana Ta? aku gagal paham." aku mendengus kesal sambil merebut kembali ponselku dari tangannya "Aku gak pernah masukin permohonan perceraian kita ke pengadilan."

"Terus? berkas yang aku terima?"

"Cuma gertakan sambal dari aku atas saran Elang." aku akhirnya jujur, karena saat aku kemarin di titik paling lemah Elang tetap memintaku tidak gegabah, akhirnya Elang memberi ide ini dibantu oleh Pak Marwan agar nampak meyakinkan "Jadi kamu......"

"Kapan-kapan bilang makasih ke Elang ya, walau dia pernah brengsek nyatanya dia gak mau aku kehilangan pria yang benar-benar mencintaiku walau kalau dilihat dengan mata kepala kayaknya gak mungkin karena dia lebih banyak ada dan menghabiskan waktu dengan mantan pacarnya." aku tetap menyindir, oh demi Tuhan aku sudah punya rencana ketika besok aku benar-benar memberi kesempatan lagi untuk Ale memperbaiki semuanya, aku tidak akan lupa satu pun tindakan nya yang sudah menyakitiku, terserah mau dibilang jahat atau apa yang penting aku tidak mau diam saja jika ada babak baru di depan.

Ale langsung berlutut di hadapanku, meraih kedua tanganku dan menangis disana, dia meminta maaf di tengah kesibukan mengobral air matanya itu "Maafin aku ya Ta, aku benar-benar akan berusaha berubah demi menebus semua yang sudah aku lewatkan."

"Jangan pernah minta maaf hanya karena kamu takut kehilangan seseorang Le, kamu harus melakukannya dari hati dan sadar benar-benar bisa melakukan semua janji-janji yang kamu ucapkan ketika menahan seseorang untuk tidak pergi."

"Iya Ta, iya aku janji, aku benar-benar niat kali ini, aku gak mau anakku gak punya sosok bapak, aku gak mau anakku yang harus menanggung semua kelakuan buruk bapaknya di masa lalu, aku minta maaf ya Ta."

"Kalau kamu memang  benar mau merubah dan memperbaiki semuanya, aku minta satu hal ke kamu Le, aku gak tahu ini akan mudah atau sulit buat kamu, tapi yang terlintas dalam pikiranku selama ini yang cuma satu hal ini."

"Apa itu Ta?"

"Tolong jangan buat aku merasa bisa memiliki ragamu tapi tidak bisa memiliki hatimu, jujur tenyata capek banget berenang di kubangan pikiran seperti itu." aku tersenyum untuk menertawai diriku.

Ale membawaku dalam pelukannya, entah gumaman apa yang dia lontarkan, aku hanya bisa mendengar dia meminta maaf lagi sambil mengeluarkan kalimat lainnya yang aku sendiri tidak jelas karena dia sudah memelukku cukup erat yang berakibat lengannya berhasil menutup sebagian telingaku dengan hampir sempurna.

Kegiatan kami ini akhirnya harus berakhir ketika ada sebuah ketukan dari luar pintu kamarku "Kak, mas, makan malamnya sudah siap nih!" itu suara ibu, Ale meminta ijin padaku untuk menemui ibu sebentar di daun pintu dan aku mengangguk.

"Iya bu, Ale mandi dulu ya." ujar Ale setelah tatapnya berhasil bertemu dengan tatap ibu.

"Loh dari tadi belum  mandi?"

"Iya bu, maaf ya."

"Habis ngobrol sama Bita bu, Ale biar mandi ayo aku bantu ibu siap-siap."

"Sudah siap kok, kamu tunggu Ale selesai aja, biar nanti bisa barengan keluar kamarnya, ibu ke ruang TV dulu ya!" aku menganguk kemudian ibu berlalu meninggalkan kami.

"Sudah sana mandi, aku siapin baju buat kamu." aku memintanya untuk sesegera mungkin masuk ke dalam kamar mandi dan aku menyiapkan pakaiannya untuk ganti.

"Aku aja Ta, kamu istirahat aja biar gak capek,"

"Ale aku tahu kamu dokter, tapi aku ini hamil bukan sakit jadi jangan berlebihan!"

"Kata dokter kandungan kemarin kamu disuruh bed rest kan? itu artinya tidak mengerjakan apa pun dalam waktu dekat ini, jadi cukup berbaring di ranjang kalau mau menungguku disini," Ale menggendong ku secara bridal , aku yang terkejut otomatis merangkul lehernya dengan kedua tanganku, setelahnya dia memabaringkan ku kembali di ranjang.

"Tunggu disini, aku gak akan lama!" dia mengecupku singkat tapi tepat di bibir, membuatku merasakan serangan mendadak untuk kedua kalinya, aku akan memukul dadanya tapi dia lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi, aku sadar saat ini pipiku sudah menghangat dan pasti menjadi merah setelah mendapat perlakuan dari Ale barusan, tapi anehnya aku tidak ingin dia tahu aku seperti ini.

.

✨ Ale

Aku dan Bita sudah sama-sama berbaring dan bersiap tidur di ranjang yang sama, sedari tadi aku mengelus tangannya, kami diam sambil menatap langit-langit kamar yang sudah gelap karena lampu kamar sudah aku matikan setelah memastikan Bita sudah naik ke ranjang dengan baik.

"Le...."

"Ya?"

"Kamu mau kabulin satu kemauan ku gak?"

"Kamu ngidam? akhirnya....... apa? aku cari mumpung belum terlalu malam,"

"Bukan makanan,"

"Terus?"

"Aku mau kita ikut sesi bareng konsultan pernikahan," jujur aku tahu hubungan pernikahan kami tidak baik-baik saja selama ini, tapi kalau sampai ke konsultan pernikahan aku benar-benar merasa sedikit terhina, apa aku sejahat itu selama ini sampai-sampai istriku meminta kami kesana?

"Agak gak memungkinkan kan kalau aku ke psikiater dan diresepkan berbagai macam obat selama kehamilan ini?" tanyanya, aku tahu mentalnya memang tidak baik-baik saja setelah melewati banyak hal belakangan ini.

"Aku harap kamu gak tersinggung, aku cuma mau kita gak menganggap semua baik-baik saja setelah semua yang terjadi Le,"

"Iya, aku mau, kamu sudah dapat tempat konsulnya?" dia mengangguk.

"Aku dapat rekomendasi dari kolega ku, mau kita coba disana?"

"Boleh, aku ikut kamu aja, yang penting kamu nyaman dan gak memaksakan diri Ta,"

"Makasih Le," tidak seharusnya dia yang berkata demikian, harusnya aku, karena itu aku langsung memeluknya dari samping "Maafin aku Ta...... sudah membuat hidupmu rumit," tangannya mengelus lenganku pelan, tapi aku bisa merasakan nyaman disana, sepertinya ini benar-benar rumah, ya, dia benar-benar rumahku yang selama ini aku butuhkan.

"Kita perbaiki sama-sama ya, mumpung masih ada waktu sebelum anak kita lahir, sebisa mungkin jangan berimbas ke dia apa pun itu yang kurang baik, aku gak mau." aku mengangguk dan pelukanku semakin erat.

"Ayo tidur kalau gitu, besok kamu dinas pagi!"

"Kamu duluan, apa mau sambil aku pijat?" aku menawarkan dan dia berkata "Boleh," aku tersenyum kemudian memintanya mencari posisi tidur yang paling nyaman agar nanti dia langsung tertidur di tengah sesi pijatan ku.

Pelanggan Rindu [End]Where stories live. Discover now