46

300 35 4
                                    

✨ Bita

Aku meminggirkan mobil ku sebentar di pinggir jalan dan mencari nomor Elang di ponsel ku, beberapa kali dering dan akhirnya dia mengangkat panggilan telpon dariku.

"Ya Ta?" Sapanya.

"Lang, aku boleh tanya?"

"Boleh, apa?"

"Apa menurut kamu Ale nikah sama aku benar-benar tanpa ada perasaan?"

"Kok tanya gitu? Ale ngapain kamu?" Aku menggeleng seakan Ale bisa melihat tindakan ku ini.

"Ta?"

"Gak apa-apa aku cuma kepikiran Lang"

"Gak mungkin mendadak kepikiran doang, bilang sama aku, kamu kenapa?"

Aku memejamkan mataku sebentar, menimbang apa aku harus menceritakan kejadian tadi pada Elang?

Akhirnya setelah beberapa detik berpikir aku memutuskan untuk menceritakannya saja, aku tidak pandai membual.

"Ta, dengar aku ya"

"Aku tahu Ale cinta dan sayang kamu, mungkin sadarnya lama, dia sudah mengutarakan sendiri kan saat kita masih sama-sama? Bahkan saat kita berusaha memperbaiki hubungan kita?"

"Aku tahu Ale sayang kamu, tulus, apa lagi kalian sudah mengenal hampir seumur hidup bohong kalau Ale cuma mau mainin kamu atau alasan kasihan"

"Ale cuma belum tahu cara yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya"

"Dan menurutku dia perlu waktu lagi setelah kita kehilangan Ratih, aku rasa dia menunggu kamu pulih perlahan"

"Tapi yang Laras omongin ada benarnya Lang"

"Dimana yang menurut kamu benar?"

"Laras mungkin pernah punya posisi khusus di hati Ale tapi dari yang aku lihat mereka sudah selesai, Ale sudah selesai meski dia masih perhatian ke Laras dan anaknya"

"Menurut ku itu karena Ale gak mau membuat Bima kecewa Ta, Lemba tidak punya ayah di dunia jadi Ale merasa harus ambil peran itu walau bukan kewajibannya"

"Kamu tahu kan perkataan orang lain di saat-saat terakhirnya bisa menjadi beban berat walau sebenarnya itu bukan tanggung jawab kita?"

Air mataku mendadak jatuh dan sudah membasahi pipi ketika Elang mengutarakan semua pikirannya tentang Ale.

"Ale baik, kalau dia gak sayang kamu, dia sudah pergi ketika tahu kamu hamil anak aku"

"Ale gak sedongkol itu Ta untuk menukar hidupnya yang nyaris sempurna hanya untuk menikah dengan wanita yang tidak bisa dia cintai"

"Sudah kamu sekarang tenangin diri dulu, aku tahu kamu di jalan kan? Jangan lanjut nyetir kalau kamu masih mikir kemana-mana"



Aku akhirnya sampai di rumah, meletakan tas kerja ku di meja ruang makan kemudian bertanya pada Tuti dimana Ale sekarang.

"Di perpustakaan non" jawabnya.

Aku meminta Tuti saja yang menyiapkan makanan untuk malam ini karena aku akan menghabiskan waktu dengan Ale setelah ini.

Tuti pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya yang lain dulu sebelum memasak, sedangkan aku beranjak untuk menemui pria yang telah menjadi suamiku itu.

Aku membuka pintunya dan berjalan sebentar menuju spot favorit Ale yaitu di meja besar yang ada di tengah ruangan yang memecah lorong rak buku yang berjajar menjulang.

Dia sedang sibuk dengan buku dan laptopnya, kacamata kerjanya bertengger sempurna di hidung mancung miliknya.

Aku berjalan semakin mendekat, tidak mengeluarkan sapaan apa pun sampai akhirnya dia menoleh sendiri ke arah ku sambil tersenyum "Sudah sampai? Gimana tadi meeting nya?"

Pelanggan Rindu [End]Where stories live. Discover now