73

340 41 5
                                    

Ale

Aku menikmati jam istirahat ku dengan makan di kafetaria rumah sakit, belum sempat aku menyantap makanan ku, tiba-tiba saja seorang wanita datang dan sudah duduk di hadapanku, dia Sandra "Aku perlu bicara sama kamu Le, maaf sampai menemui mu disini."

"Ada apa lagi?"

"Kamu benar-benar menutup komunikasi dengan Laras?" aku mengangguk.

"Apa gak bisa kamu pertimbangkan lagi Le? setidaknya pelan-pelan menjauhinya jangan langsung menghilang seperti ini."

"San, aku hampir kehilangan istriku dan juga anak kami" Sandra nampak terkejut ketika aku membahas soal anak.

"Ya, ternyata Bita hamil dan aku bahkan tidak sadar, aku kurang bodoh apa?"

"Laras benar-benar hilang arah Le, Lemba sampai tidak terurus dan sering drop." sebenarnya hatiku sakit ketika mendengar keadaan Lemba tapi aku juga akan segera memiliki anak, aku tidak mau menomor duakan anakku setelah anak orang lain.

"San, kejadian yang kamu lihat tempo hari itu murni ulah Laras, aku bahkan gak berpikir dia akan melakukan itu, misal kamu ada pikiran aku juga curi-curi kesempatan, jawaban dari aku adalah gak, aku sangat menghargai Bima, aku tahu gak mudah menjalani hubungan dengan pasangan yang punya trauma, karena itu aku gak akan dengan tega menaruh hati dan kesempatan lagi untuk Laras walau Bima sudah gak ada."

"Dan soal Bita, aku sayang Bita, ternyata aku lebih dulu ada rasa ke dia dibanding ke Laras, mungkin Laras pacar yang paling berkesan untukku, tapi ternyata cintaku tumbuh sama Bita, aku sudah membuang waktu cukup banyak hanya untuk sadar akan perasaan yang aku punya buat dia, jadi tolong aku hanya ingin menjadi diriku saat ini dan seterusnya."

"Aku tahu Laras masih memiliki orang-orang baik disekitarnya, termasuk kamu, Bita gak punya siapa-siapa sedari awal, aku gak mau meninggalkannya."

"Aku gak minta kamu meninggalkan Bita buat Laras Le, aku cuma mau kamu menemani prosesnya dalam........" aku menggeleng.

"Kamu bisa tanggung jawab kalau hidupku dan Bita benar-benar hancur?" Sandra salah tingkah.

"Laras itu menurutku hanya ingin diperhatikan lebih, selama ini dia selalu dapat itu kan, tapi tiba-tiba Bima meninggal, disusul dengan lahirnya Lemba yang menyita banyak perhatian dan mungkin itu membuat Laras sedikit merasa tidak dipedulikan lagi dan yang baru saja terjadi mamanya pun meninggal, aku tahu bebannya pasti sangat berat, dia hanya perlu terbiasa dengan hal itu bukan malah memintaku selalu ada untuknya dan membiarkan keluarga kecilku yang sebenarnya  hancur perlahan."

"Dan sekedar info aja buat kamu, bahkan Bita sudah mengajukan surat cerai yang sedang diurus pengacaranya, apa sekarang hidupku sudah lebih menyedihkan San?"

"Seharusnya dari awal aku memang mendengarkan istri ku saja, tidak boleh ada hal yang disembunyikan dalam pernikahan sekecil apa pun, tapi aku menyepelekannya" aku tersenyum miris.

"Aku sudah menjadi pria brengsek untuk dua wanita ini kan? aku hanya tidak mau menjadi pria brengsek juga dimata anak ku nanti San, jadi tolong mengerti posisi dan alasanku ya?" Sandra menghela napas lelah.

"Sejak dia seperti ini, semuanya menjadi berantakan Le, resto tidak berjalan dengan ideal, banyak vendor yang mendadak memutus kerjasama, bahkan Lemba sering drop akibat Laras yang tidak mau mengurusnya, jujur aku juga lelah tapi saat ini semua orang yang dulu pernah Laras bantu mendadak hilang dan gak berkabar, aku merasa sendirian membantunya."

"Kamu sudah coba menghubungi psikiater nya? menurut aku dia butuh konsultasi lagi secara berkala."

"Aku sudah menyarankan itu tapi dia semakin marah."

"Aku benar-benar gak bisa bantu lagi San, istri dan anak ku sekarang yang utama, aku gak akan menukar itu hanya demi membuat Laras senang, gak sepadan." Sandra mengangguk.

"Bita juga butuh bahagia kan?" aku memastikan dan Sandra hanya bisa mematung saat ini.

,

Aku kembali ke rumah Bita setelah pulang praktek, tepat saat jam makan malam akan dimulai karena aku melihat ibu sedang sibuk menyiapkan meja dibantu oleh Lia "Hai bu." sapaku sambil memberikan salam dengan bentuk ciuman di punggung tangan beliau.

"Eh sudah pulang, mandi dulu aja Le, Bita masih di kamar juga, setelah ini kita makan bersama ya." aku mengangguk kemudian permisi untuk berjalan ke kamar Bita.

Aku mengetuk pintunya belih dulu sebelum masuk, tidak ada balasan jadi aku masuk saja, ternyata Bita sedang bersandar pada papan tempat tidurnya sambil mendengarkan musik menggunakan earphone, matanya terpejam seakan menikmati alunan musik yang sedang berputar.

Aku duduk di sisi ranjang, perlahan menyentuh tangannya agar dia tidak terkejut dengan kehadiranku, matanya langsung terbuka dan aku tersenyum untuk menyapanya "Gimana hari ini? ada yang sakit?" aku memastikan keadannya selama aku bekerja dan tidak bisa memantaunya secara langsung.

Bita menggeleng sambil tersenyum simpul "Cuma mulai merasa mual." jawabnya.

"Wajar kok kalau itu." aku mengelus pelan perutnya yang masih nampak rata tapi tiba-tiba tangannya memaksa ku untuk menghentikan elusan pada perutnya.

"Kenapa?" aku khawatir.

"Kamu kok pulang kesini?" tanyanya.

"Lah harusnya kemana? kan istri aku lagi disini."

"Aku kan belum bilang kita bakalan rujuk."

"Kamu serius mau kita cerai?" tanyaku balik.

"Kamu gak mau mikir nasib anak kita Ta?"

"Memangnya kamu gak mau bebasin aku dari hubungan aneh ini?"

"Hubungan aneh gimana? pernikahan kita sudah mulai membaik kan? kamu hamil juga masa iya sih masih kepikiran kita cerai?"

"Serius kamu mau bertahan walau aku udah gak ada rasa ke kamu?"

"Ta..... kamu benar-benar mati rasa segitunya sama aku? tentang yang kapan hari terjadi aku  jujur Ta bukan karena mauku."

"Tadi Sandra kesini." dia memberikan informasi.

"Jam berapa? tadi soalnya dia juga datang ke aku waktu jam makan siang."

"Tadi pagi setelah kamu berangkat kerja."

"Bilang apa aja dia?"

"Minta aku buat kasih kamu kelonggaran untuk menemui Laras." aku menghela napas panjang.

"Aku gak kasih, itu jawaban dari aku, aku gak tahu jawaban yang kamu mau gimana Le."

"Aku gak mau berurusan lagi dengan Laras, aku pilih kamu dan anak kita Ta."

"Aku tadi sudah menegaskan ke Sandra."

"Tapi Lemba jadi tidak terurus dengan baik." ujarnya.

"Lalu? apa kewajibanku?"

"Yakin kamu?" dia seakan sedang memberikan ku kuis.

"Ta..... aku sudah sadar kalau yang utama ya hidupku sendiri, pilihanku sudah di kamu ya tanggung jawabku berarti kamu bukan Laras dan anaknya."

"Kamu sudah gak kepikiran lagi sama Bima?" aku menggeleng.

"Aku bawa dalam doa aja Ta soal dia, aku juga punya hidup untuk dilanjutkan?"

"Aku gak mau Elang benar-benar membawa kalian jauh dariku." Bita meirikku kemudian tersenyum miring.

Pelanggan Rindu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang