40

375 44 5
                                    

✨ Ale

Dua Minggu setelah pernikahan ku dengan Bita, kami harus merelakan papa kembali kepada sang pencipta, momen itu rasanya kami hancur, kehilangan dan seperti tidak tahu arah.

Aku dan Bita sama-sama berada dalam fase berdiam diri yang cukup lama, aku tahu papa juga sangat berarti baginya.

Tapi sebisa mungkin aku bangkit dan melanjutkan hidup, aku meyakinkan Bita bahwa ini sudah jalan yang paling baik untuk papa.

Setidaknya kami sudah mewujudkan cita-cita terakhirnya yaitu melihat kami menikah, kami akhirnya mencoba menata lagi hidup kami yang baru saja dimulai tapi sudah harus menghadapi cobaan besar ini.

Aku meyakinkan Bita kalau aku sudah baik-baik saja setelah kami berhasil melewati 7 hari kepergian papa, aku mau kembali fokus bekerja seperti biasa dan merelakan momen duka ini lebih cepat, karena aku juga tahu papa tidak mau melihat kami lebih lama terpuruk.

Aku baru akan berangkat kerja siang ini saat ponsel ku berbunyi dan yang menelpon adalah salah satu teman kantor Bita.

Aku langsung mengangkat nya "Halo?" Sapaku

"Mas Ale? Ini saya Tia mas, mbak Bita pendarahan"

Jantungku rasanya berhenti berdekat beberapa detik "Maksudnya gimana?"

"Ini saya nemuin mbak Bita pingsan di toilet dan pendarahan, ini kami mau bawa ke UGD tempat mas Ale kerja ya"

"Oke, oke saya ke rumah sakit langsung, kita ketemu disana ya"

"Iya mas, kita sudah diperjalanan"

Aku langsung menutup telpon dan buru-buru menuju mobil, tempat kerja Bita yang baru memang cukup dekat dengan rumah sakit tempat ku praktek jadi aku sebisa mungkin ngebut agar bisa sampai bersamaan.



Aku sampai di rumah sakit dengan keadaan was-was dan tidak tahu harus bagaimana, apa Bita berusaha melukai dirinya lagi? Apa yang dia pikirkan?

Disana aku langsung bertemu dengan Tia teman Bita yang tadi membawanya ke UGD dengan cepat.

"Makasih banyak ya Ti" ujarku.

"Iya mas sama-sama"

"Urusan disini biar saya yang ambil alih misal kamu mau langsung balik ke kantor gak apa-apa"

"Mas yakin?" Tanyanya dan aku mengangguk.

"Bita gak melukai dirinya sendiri kan?" Aku memastikan karena memang belum melihatnya langsung di UGD.

"Melukai gimana mas maksudnya?"

"Ada benda tajam disekitar nya mungkin?" Tia menggeleng.

"Pendarahan mbak Bita dan bagian bawah tubuhnya, tadi saya pikir malah mbak Bita terpeleset dan terbentur hebat" ujarnya.

Deg!
Apa ini?
Pendarahan dari bawah?

Aku langsung buru-buru masuk ke dalam UGD dan mencari siapa yang sedang menangani Bita.

Nampak dokter Anjar yang sedang sibuk melakukan tindakan dengan dibantu beberapa perawat, Bita sudah tidak sadarkan diri.

Seorang perawat menemui ku dan melakukan penjelasan tindakan apa yang harus segera mereka ambil, dan aku hanya bisa mengangguk sambil menahan air mataku agar tidak jatuh.

Aku keluar ruang UGD, mencari bagian yang sepi di sekitar tempat ini, mencari nomor Elang dan segera menelponnya.

Butuh beberapa kali dering sebelum akhirnya dia mengangkat telpon ku "Ya Le?" Sapanya.

Pelanggan Rindu [End]Where stories live. Discover now