33

346 34 2
                                    

✨ Ale

Aku melihatnya, melihat semuanya, bahkan sampai Elang meninggalkan rumah Bita pun aku masih berdiri di ujung jalan.

Sengaja bersembunyi untuk tahu apa yang sebenarnya Bita rasakan, dan memang rasa itu masih ada untuk Elang walau mereka sadar sampai kapan pun mereka tidak akan pernah ideal untuk bisa bersama.

Apa hatiku sakit? Ya
Apa aku kecewa? Tidak

Aku tidak bisa kecewa pada Bita karena menikah dengan aku pun bukan sepenuhnya keinginan Bita, dia yang membantuku sampai akhir bahkan dia rela mewujudkan keinginan papa di akhir sisa hidupnya.

Dan aku sadar aku bukan pria yang sempurna, aku bahkan pernah menyakitinya tanpa aku sadari.

Aku memilih untuk masuk kembali ke mobil ku yang tadi memang ku parkir di ujung jalan, kembali pulang untuk mengistirahatkan badan ku yang belakangan ini sering pura-pura kuat.

✨ Bita

Aku masih mencoba menelpon Ale yang dari tadi belum juga dia angkat, sambil terus memperhatikan jam dinding di ruangan ini.

Malam ini sepulang kantor aku  melakukan fitting terakhir bersama tim WO di studio busana tempat MUA kami, dan Elang belum datang juga padahal kamu sudah datang sejak satu jam yang lalu.

"Kalau sampai fitting saya selesai dia belum datang, gak apa-apa besok saya dan Elang yang fitting baju dia sendiri" ujarku.

"Elang mbak? Mas Ale maksudnya?" Dia mengkoreksi kalimat ku dan aku baru sadar kalau aku sudah salah menyebut nama.

"Iya Ale, maksud saya Ale"

"Eh jangan mbak, gak apa-apa besok kami dampingi lagi mbak" ujar salah satu tim WO.

Harusnya dia sudah pulang sedari siang tadi karena dia kemarin shift malam "Saya coba hubungi lagi tempat kerjanya ya" aku mencari nomor asisten perawat Ale.

Beberapa kali dering dan akhirnya diangkat "Halo?" Sapanya.

"Halo saya Bita, benar ini nomor suster Anita?"

"Oh mbak Bita, benar mbak, ada apa mbak telpon saya?"

"Maaf mengganggu, saya mau tanya apa Ale masih di rumah sakit?"

"Jam prakteknya sudah selesai 3 jam yang lalu mbak, tapi tadi saya lihat dokter Ale berlari ke arah ruang tindakan, sepertinya ada pasien darurat" jelas Anita.

"Oh begitu ya, baik terima kasih banyak ya sus"

"Sama-sama mbak, atau mungkin ada yang bisa saya bantu kalau nanti bertemu dokter Ale?" Dia menawarkan bantuan.

"Gak apa-apa sus nanti saya coba hubungi lagi saja mungkin tindakannya belum selesai" kami akhirnya memutus sambungan telpon dan aku kembali fokus dengan baju yang akan aku coba.

Pegawai studio busana ini akhirnya mempersiapkan gaun untuk ku dan aku memberikan informasi pada tim WO ku "Ada operasi dadakan sepertinya, maaf ya Ale gak ngabarin dulu"

"Gak apa-apa mbak, sering kok kejadian miss di luar jam yang sudah kami jadwalkan, santai aja ya?" Mereka mencoba menghiburku.

Aku mencoba tersenyum kemudian mengangguk dan mencoba fokus pada fitting final ku.



Fitting ku sudah usai tapi aku memutuskan untuk menunggu Ale disini tanpa tim WO yang sudah aku minta untuk pulang duluan.

Aku sengaja tidak menghubungi Ale lagi, mau tau sampai mana dia ingat janji yang terhitung penting ini.

Satu jam sedari aku menunggu sendirian akhirnya dia datang dengan tergopoh-gopoh.

"Ta...... Maaf aku terlambat"

"Banget, terlambat banget" aku mengkoreksi.

"Iya maaf ya Ta, aku diminta ibu Laras menemani dia lahiran, anak Laras sudah lahir" ucapnya dengan senyuman bahagia tanpa berpikir aku akan sakit hati mendengarnya.

"Anaknya cowok, sehat, dia....." Aku berdiri dan itu membuat Ale terkejut.

"Harusnya kamu nikahnya sama Laras bukan sama aku, lebih excited cerita tentang Laras dan dunia nya kan?"

"Aku gak maksud........"

Aku menarik napas panjang, mencoba menahan amarah ku lagi kali ini entahlah belakangan emosiku seperti naik turun dengan sangat mudah, sepertinya aku suda di tingkat stress mengurus pernikahan ini.

"Pernikahan kita ini mungkin memang gak sesuai sama yang kita harapkan Le, tapi seenggaknya aku cuma mau nikah sekali seumur hidup dan pernikahan ini bisa jadi kenangan yang baik, bukan malah mengenang orang lain dalam prosesnya"

"Iya Ta aku paham, maafin aku"

"Aku tadi benar-benar sudah siap datang kesini, aku mampir rumah papa sebentar tapi telpon dari ibu Laras masuk, maaf aku jadi gak fokus sama prioritas kita"

"Kamu belum bilang Laras kan kalau kita mau nikah?" Ale terdiam.

"Terserah kamu Le, serius deh, terserah kamu, aku gak mau lihat muka kamu dulu sampai aku tenang" aku mengambil tas ku kemudian akan pergi meninggalkan tempat ini.

Ale mengejar ku sampai ke mobil, tangannya meraih ku sebelum aku sempat membuka pintu.

"Ta please, jangan seperti ini, waktu kita udah gak banyak, tinggal menghitung hari" ujarnya dengan renyah.

"Ya sama, waktu ku sudah terlalu mepet untuk mempersiapkan pernikahan dengan orang yang bilang sayang padaku, cinta padaku tapi gak tahu pedulinya untuk siapa"

"Waktu mepet ini gak sebanding dengan besok waktu yang ku habiskan dengan kamu Le!"

"Apa yang bisa aku harapkan dari pernikahan kita kalau kamu sendiri masih seperti ini?" Aku benar-benar lelah.

"Selamanya itu gak sebentar, apa aku masih harus mengalah di waktu itu? Aku masih harus menjadi yang kedua untuk bisa kamu pikirkan?"

"Kapan aku menjadi utama mu? Aku harus menunggu momen apa?" Emosi ku benar-benar meluap detik ini.

"Luapkan aja, luapkan dulu semuanya Ta sampai kamu puas" ujar Ale.

"Percuma Le, percuma kalau kamu sendiri belum tegas sama sikap mu sendiri"

"Aku belum bilang Laras karena kerjaan ku belakangan full, kamu tahu sendiri"

"Aku janji, aku kasih tahu Laras setelah ini"

"Terserah kamu" aku masuk ke mobilku kemudian langsung menjalankannya dengan meninggalkan Ale sendirian.

Di perjalanan perasaan ku tidak menjadi lebih baik, dan saat ini tangisku pecah.

Aku sengaja meminggirkan mobilku dan menuntaskan semua tangisan ku, aku tidak mau membahayakan diriku sendiri.

Baru aku jalani bersama Ale tapi rasanya ujiannya sudah datang di awal dan lebih cepat dari dugaanku.

Aku tidak bisa membayangkan Ale yang bisa tegas ke Laras bagaimana hubungan mereka setelah ini, ditambah dengan anak Laras yang baru saja lahir.

Aku sudah lebih dulu pusing membayangkan masa depan ku jika hal ini benar-benar kami paksakan.

Pelanggan Rindu [End]Where stories live. Discover now