37

341 46 5
                                    

✨ Ale

Aku terkejut ketika Bita datang untuk menjenguk Laras dan Lemba, tidak ku pungkiri aku seperti maling yang sedang tertangkap basah mencuri sesuatu ketika tatapanku dan tatapan Bita bertemu.

Aku tahu pasti tidak mudah bagi Bita untuk melakukan ini semua, datang berkunjung menemui Laras padahal sebelumnya aku lebih memilih menemani Laras daripada mendahulukan urusan kita.

Aku tahu dia tidak nyaman dengan interaksi ku dan Laras makanya dia akan berpamitan pulang, dan momen itu ku gunakan untuk memberikan surat undangan pernikahan kami kepada Laras.

Laras terkejut setelah tahu apa yang aku berikan padanya, dia langsung mengutarakan rasa tidak enaknya pada Bita terlebih saat Bita menjawab aku yang melewatkan sesi final fitting kami karena harus menemani Laras melahirkan.

Akhirnya kami pun berpamitan pada Laras, Bita akan masuk ke mobilnya tapi aku lebih dulu mengambil kunci mobil dari tangannya dan mengarahkan Bita untuk duduk di kursi penumpang.

"Aku yang nyetir aja"

"Mobil kamu mana?"

"Di bengkel" jawabku apa adanya.

Kami sudah berada di dalam kemudian aku mengeluarkan mobil dari rumah Bita dan segera meninggalkan tempat itu.

"Kok gak tanya kenapa mobilku di bengkel?"

"Kenapa?"

"Kemarin aku nabrak pohon di pinggir jalan"

"Oh" balasnya terlalu apa adanya.

"Cuma oh?"

"Kamu mau aku bilang apa?"

"Kamu gak khawatir?"

"Buktinya sekarang kamu gak apa-apa kan?"

"Tangan aku sakit" ucapku.

"Buktinya bisa gendong Lemba, sekarang juga bisa nyetirin aku" ucap Bita tanpa melirik ku.

"Kamu marah lagi karena tahu aku di rumah Laras?"

"Gak, sudah terbiasa sama kamu yang lebih mentingin dia" Aku menarik napas dalam.

"Maaf Ta, harusnya aku tahu kalau kamu marah gara-gara aku ada waktu buat Laras aku gak lakuin itu lagi, minimal aku usaha buat kamu lebih cepat maafin aku, gitu kan konsepnya?"

"Minta maaf gak perlu dikonsep, lakukan aja yang penting niat sama ikhlas"

"Aku cuma gak habis pikir, kenapa kamu yang nemenin dia lahiran" ujarnya.

"Laras sendirian Ta"

"Laras sendirian? Sendirian?" Tanyanya sambil matanya melotot.

"Kalau Laras sendirian, aku ini disebut apa?"

Deg, aku tahu maksudnya, lagi-lagi sepertinya aku salah memilih kata.

"Maksud aku gak ada yang berani menemaninya kemarin waktu lahiran"

"Apa diwajibkan? Aku pikir banyak wanita di luar sana yang berhasil melahirkan hanya dibantu tenaga ahli tanpa di dampingi suami atau orang-orang terdekatnya"

Aku semakin pusing menanggapinya, aku sadar aku sendiri yang membuat lingkaran ini tak kunjung usai.

"Okay, aku salah, aku minta maaf"

Kami terdiam beberapa saat, sampai akhirnya Bita yang lebih dulu buka suara.

"Aku rasa rencana pernikahan kita gak layak untuk diteruskan Le"

Hatiku rasanya langsung berdebar hebat ketika kalimatnya itu dia selesaikan.

"Menurut kamu gimana?" Tanya Bita.

"Aku mau kita lanjut" balasku tegas.

"Apa kamu punya gambaran untuk kita kedepannya? Apa kamu yakin bisa memprioritaskan aku dulu sebelum Laras?"

"Perasaan ku ke Elang juga masih ada, walau kami sama-sama tahu kalau lebih baik kami gak bersama"

"Apa kamu gak sadar itu? Aku dan Elang yang masih sama-sama ada rasa saja memutuskan untuk gak bersama, apa lagi kamu?"

"Apa yang kamu harapkan dari hubungan kita kedepannya?"

Aku sudah meremas setir mobil ini, menyalurkan kekesalan ku disana ketimbang aku harus memukul benda disekitar ku atau bahkan memukul Bita agar dia bisa diam sejenak.

"Aku bisa buat kamu sayang ke aku lagi Ta, karena aku sayang kamu"

"Kamu cuma gak mau lihat bapak kecewa Le"

"Bukan, aku mau dapat kesempatan kedua dari kamu buat membuktikan kalau aku pria yang paling tepat di hidupmu"

"Aku mau menebus waktu ku yang terbuang percuma di masa lalu, aku sadar aku terlambat banget menyadari kalau aku butuh kamu, aku mau kamu"

"Ini kesempatan ku jadi aku gak mau melepaskannya" dia diam saja, tidak mendebat lagi kalimat yang aku utarakan.

"Kalau besok pernikahan kita gagal, aku mau kamu yang menceraikan aku karena kamu yang memilih tetap melanjutkan pernikahan yang terlalu dipaksakan ini Le"

"Cerai? Kenapa bahas cerai?"

"Bahkan menikah saja kita belum Ta, apa itu tujuan kamu? Tujuan kamu untuk aku ceraikan?"

"Kenapa kamu pilih melanjutkan hal yang bisa jadi akar masalah kita kedepannya?" Balas Bita.

"Aku akan memperbaikinya Ta, pegang janjiku"

"Aku mau kamu merasa aku cintai seutuhnya, cuma kamu"

"Dengan masih meluangkan waktu untuk Laras kedepannya?"

"Aku gak mungkin langsung memutus hubungan kami yang sudah baik lagi ini kan Ta?"

"Aku gak bilang harus putus silahturahmi, aku mau kamu mendahulukan aku dibanding dia!"

"Ya kamu harus ngerti kondisinya juga dong Ta, Bima sudah. ......"

"Stop Le, sudah!"

"Selalu menjadikan Bima sebagai alasan kalau sudah terpojok seperti ini"

"Bima cuma berpesan jaga Laras sebisa kamu, bulan artinya kamu gak bisa melanjutkan hidup kan? Bukan artinya juga kamu selalu harus mengurusi hidupnya kan? Bukan artinya pasangan kamu harus mewajarkan hal itu kan?"

"Aku gak bisa berbagi semua itu Le"

"Aku cuma mau kamu tegas ke diri kamu dulu, biar kamu bisa tegas ke Laras dan juga keluarganya kalau setelah kita nikah gak ada lagi kamu harus melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan Bima untuk Laras"

"Kamu Ale bukan Bima, dan Bima sudah gak ada Le, kenapa kamu lebih mendahulukan permintaannya ketimbang aku yang masih hidup dan bisa langsung kamu dengar?"

"Paham maksud aku gak? Tolong lebih hargai orang-orang yang kamu anggap penting ketika mereka masih ada di dunia"

"Terlalu jahat untuk meminta kami yang masih ada disini bertahan sendirian ketika kami lebih membutuhkan kamu dibanding mereka yang sudah tenang"

"Aku cuma capek mewajarkan hal-hal yang harusnya tanpa aku bilang pun kamu sudah harusnya tahu porsi kamu dimana"

Aku merasa tertampar, detik ini aku menghentikan mobil di pinggir jalan kemudian berusaha mengatur napas ku sendiri.

Aku tidak mengira Bita akan se meledak ini dan sekarang dia sudah tersedu-sedu sambil mencoba menghapus air matanya yang semakin menjadi.

Aku memeluk dirinya dari samping, aku baru benar-benar sadar kalau selama ini apa yang aku lakukan ke Bita memang tidak ada apa-apanya dengan apa yang aku lakukan untuk Laras dan Bima.

Benar katanya Laras tidak sendirian, Laras masih punya banyak orang terdekat yang siap membantunya kapan saja, beda dengan Laras dia hanya punya aku dan Papa, itu pun aku sering lupa kalau dia juga membutuhkan ku di saat saat terpuruknya.

Getaran tubuhnya terasa pilu, aku semakin mempererat pelukan untuknya "Maafin aku Ta, maafin aku"







Pelanggan Rindu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang