75

563 32 2
                                    

Ale

Semua hal berjalan dengan baik, bahkan sesi konsultasi pernikahan kami pun hasilnya positif dan hubungan ku bersama Bita jauh lebih stabil dari hari ke hari, Bita dan aku sudah kembali ke rumah papa, rumah Bita digunakan untuk tempat tinggal Ibu selama ibu di Indonesia.

Sampai malam ini tiba, aku pulang kerja dan mendapati wajah istriku sudah bad mood, aku mengingat apa yang sudah aku lakukan hari ini yang berpotensi membuatnya bete seperti ini tapi aku menyerah, dan bertanya langsung padanya "Kamu kenapa yang? aku ada salah apa?" Bita menggeleng.

"Terus kenapa bete gini kelihatannya?"

"Aku mau sesuatu, harusnya kamu tanya dari tadi!" aku menggaruk tengkuk ku.

"Kamu mau apa yang? biar aku carikan,"

"Aku mau peluk sambil dicium Elang!" ujarnya dengan nada merengek dan mataku langsung segar mendengar apa yang dia mau.

"Elang?" dia mengangguk sambil mengusap air matanya, what pakai nangis segala?

"Kenapa tiba-tiba Elang?" jujur saja aku tidak terima, ngidam macam apa ini?

"Ya gak tahu Le! masa aku bisa atur mauku ngidam apa?"

"Kamu gak percaya?" tanyanya galak dan aku mengangguk, ya tentu ada terbesit di pikiran ku kalau ini hanyalah alasan dia saja, aku curiga dia masih menyimpan rasa ke Elang, tapi cepat-cepat aku tampik karena aku tidak mau menuang minyak tanah ke hubungan pernikahan kami apa lagi tersulut apinya.

"Tanya anak kamu nih!" dia menunjuk perutnya yang mulai besar, aku kemudian berlutut dan mensejajarkan wajahku dengan perut Bita "Sayangnya papa, apa iya kamu minta dipeluk sambil dicium om Elang?" dan anak ku menendang dari dalam perut, aku gemas!

"Sayang, tapi kan papa kamu itu aku nak, ini papa Ale, papa aja ya yang peluk sama cium mama?" seketika Bita menutup bibirnya dan menjadi mual, kehamilan Bita ini yang gampang sekali mual dan muntah dan tidak peduli waktu, jadi jika dia muntah aku memang sudah terbias tapi aku kasihan jika dia terus seperti itu.

"Eh, jangan buat mama mual nak, iya, iya papa telpon om Elang sekarang demi kalian ya, jangan buat mama memuntahkan makanannya lagi, kasihan mama ya," aku mengelus perut Bita sambil mengambil ponselku dan mencari nama Elang disana, aku langsung menghubunginya dan memintanya segera ke tempat kami dan bilang kalau ini hal serius dan agak darurat, Elang sepertinya juga baru pulang kerja dan dia terdengar langsung buru-buru masuk ke dalam mobil dan menutup sambungan telpon kami.

"Tuh om Elang nya lagi otw kesini, kamu yang sabar ya, gak boleh ngambek-ngambek, bilangin ke mama juga ya!"

"Senang kamu yang?" aku melirik Bita dari bawah dan kini tangannya telah mengelus puncak kepalaku.

.

Suara langkah kaki tergopoh sudah terdengar dari lorong yang menyambungkan pantry dengan ruang keluarga, aku sedang menemani Bita yang memakan sebuket es krim vanila sambil duduk di kursi pantry ini "Apa yang terjadi Le?" Elang seperti baru bisa mengambil napas ketika menyelesaikan pertanyaannya itu, aku menunjuk Bita.

"Kenapa kamu?" Elang buru-buru mendekat ke Bita dan mengecek keadaannya tapi istriku itu hanya menggeleng kecil sambil tersenyum, aku menghela napas dalam "Dia ngidam," aku mulai menjelaskan.

"Terus? ngidam es krim ini?" Elang mencoba menebak tapi aku dan Bita menggeleng bersamaan.

"Terus?"

"Dia pengen kamu peluk sambil kamu cium!" ujarku kesal dan aku langsung membuang muka.

"Oalah aku kira apa!"

"Heh!" aku tidak terima saat Elang menganggap remeh ngidam Bita ini.

"Kenapa Le?" tanya Elang bingung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pelanggan Rindu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang