58

384 39 1
                                    

✨ Ale

Aku membawa Bita naik ke atas dan masuk kembali menuju kamar, dia sudah benar-benar lelah, aku akan membaringkannya di ranjang tapi dia menolak "Aku mau mandi dulu Le." Ujarnya dan aku menurutinya dengan membawa diri kami ke kamar mandi.

Aku mendudukkannya di bathtub kemudian aku menyiapkan air hangat di dalamnya "Gak apa-apa aku bisa Le, thank you."

"Kamu yakin mandi sendiri?" Dan dia mengangguk.

"Oke kalau gitu aku di luar, jangan lama-lama Ta biar gak masuk angin." Dia mengangguk sebelum aku keluar dari tempat ini.

Aku kembali lagi ke area kolam lebih tepatnya ke area bilas yang ada di sampingnya, aku membilas diriku di sana, dan potongan-potongan adegan dewasa yang baru saja kami lakukan sudah muncul lagi di otakku, entahlah kenapa aku jadi se mesum ini aku tidak tahu.

Aku memilih untuk segera menyelesaikan bilasku dan menunggu Bita selesai mandi agar aku bisa mandi juga, aku bahagia hari ini tapi pandangan ku lagi-lagi tersita pada benda hitam miliknya yang seharian ini memang tidak sempat dia pegang.

Aku mengeceknya lagi, memastikan jika Elang benar-benar tidak menghubungi Bita, apa dia tahu kami sedang honeymoon dan dia tidak mau mengganggu kami, tapi setauku pun Bita tidak bilang ke siapa-siapa terkait honeymoon kami ini, sedang asik membaca chat mereka ini tidak sengaja jariku membuat pergerakan tiba-tiba yang cukup membuat jantungku berdegup kencang.

Aku tidak sengaja menelpon Elang menggunakan nomor Bita, aku buru-buru mematikannya dan sebisa mungkin meletakkan ponsel itu ke tempat semula semirip mungkin.

Baru mencoba mentralkan kerja jantungku tiba-tiba suara pintu kamar mandi sudah terbuka "Kamu sudah mandi Le?" tanya Bita sambil berjalan ke arah ku, lebih tepatnya ke arah lemari tempat dia meletakan baju-bajunya.

"Baru bilas, ini mau mandi, aku ke kamar mandi dulu ya Ta." Aku mencoba sesantai mungkin untuk melewatinya dan berharap Elang tidak pernah menerima panggilan yang tadi tidak sengaja aku ciptakan.

Di dalam kamar mandi pun aku masih berdoa agar kali ini semesta benar-benar membantuku, aku hanya tidak ingin Bita tahu kalau aku mengecek ponselnya diam-diam.


✨ Bita

Aku mengeringkan rambutku saat dering ponselku yang ku setting tidak terlalu keras suaranya mulai terdengar, aku memastikan kalau itu benar suara ponsel ku dan memilih untuk mematikan sebentar hair dryer yang sedang aku gunakan.

Benar, itu suara ponselku, aku berjalan mendekati tempat terakhir kali aku meletakkannya, sesampainya di Bali aku hanya beberapa kali mengecek benda itu selebihnya aku tidak memegangnya.

Nama Elang tertera di layar ponselku dengan jelas, aku menekuk dahiku, menimbang apa perlu aku angkat?

Aku hanya gak mau Ale menganggap aku melanggar aturan yang aku buat sendiri, tapi mungkin ini telpon yang penting jadi ku putuskan untuk mengangkat nya saja, mengingat kami juga sudah lama tidak bertukar kabar.

"Ya Lang?" Tanyaku.

"Kenapa telpon Ta? Sorry aku tadi di jalan, gak cek" balasnya, aku makin bingung karena pertanyaan baliknya itu.

Aku tidak menelponnya, tapi aku coba mengecek panggilan keluar dari ponselku, dan benar saja, beberapa menit lalu aku memiliki riwayat memanggil nomor Aksa dan itu hanya terjadi beberapa detik saja sebelum sambungan itu terputus.

"Ta? Kamu baik-baik aja?" suara Elang terdengar lagi.

"Eh sorry Lang, tadi gak sengaja kepencet kayaknya"

"Oh ya sudah, aku kira kenapa, oke deh"

"Sorry ya Lang, bye"

"Bye Ta" dia menutup sambungan telpon kami.

Aku masih memegang ponselku ketika Ale keluar dari kamar mandi, dia seperti terkejut ketika tahu aku memegang ponselku sendiri tapi dia tidak membahasnya dan sekarang sibuk berjalan ke arah lemari untuk mencari pakaian ganti.

"Le...." Panggilku dan dia menyahut "Ya Ta?"

"Kamu mengecek ponselku?" Aku langsung pada intinya.

Tangannya terhenti di tumpukan baju-bajunya kemudian berbalik melihatku.

"Ya, maaf"

"Kenapa?" Tanyaku.

"Kamu masih belum percaya sama aku?" Aku menebak.

"Aku percaya, cuma......."

"Cuma apa?"

"Aku gak yakin kalau kamu sudah benar-benar selesai dengan Elang."

"Gimana?" Aku seakan tidak percaya dengan pikirannya.

"Iya, aku gak mau kalau kamu masih berharap bisa bersama dengannya, makanya aku cek diam-diam isi chat kalian, maaf Ta"

"Kamu sendiri kan Le yang punya ide honeymoon ini?"

"Tujuan mu mengajak honeymoon buat kita semakin dekat dan lebih mengenal satu sama lain kan?" Dia mengangguk.

"Terus kenapa kamu hancurkan sendiri?"

"Bukan gitu maksud ku Ta"

"Terus gimana?" Tanyaku balik.

"Aku cuma benar-benar takut kamu masih membuka hati dan kesempatan untuk Elang"

"Aku sedang berusaha membuka hati untuk mu Le, sejak awal kita menikah, aku memaksa hatiku kerja lebih keras untuk tidak tertutup walau kamu masih sering menyembunyikan banyak hal dariku"

"Aku cuma mau memastikan kalian benar-benar sudah bisa saling melepaskan" ujarnya.

"Apa usaha kami selama ini gagal dan terlihat di depan matamu Le?"

"Kamu kira sesusah apa kami berusaha untuk menghormati peranmu di keluarga kecil kita ini?"

"Elang mungkin pernah menjadi pria ter brengsek di hidupku tapi untuk merebut ku dari suamiku aku rasa dia gak akan pernah melakukan hal hina itu"

"Aku benar-benar kecewa Le, aku berusaha percaya dengan gak otak-atik privasi mu, walau aku tahu kamu masih diam-diam menemui Laras, tapi apa yang aku dapat?"

"Ta, aku benar-benar minta maaf, aku kelewatan" dia berusaha memegang tanganku tapi aku menghindarinya.

"Memang sebenarnya dari awal kita ini gak perlu ada, kita bersama cuma untuk saling curiga dan menyakiti satu sama lain" tandas ku.

"Jangan berpikir seperti itu Ta, aku butuh kamu"

"Gak Le, kamu cuma takut sendirian setelah bapak pergi, kamu takut aku pergi karena cuma aku manusia yang tersisa yang mengenalmu sejak kecil"

"Kamu cuma takut kehilangan memori-memori mu, bukan takut kehilangan aku!" Suaraku sudah meninggi, entah rasanya hatiku sakit sekali.

Tubuhku rasanya remuk hati ku apalagi, sudah menjadi serpihan detik ini.

Aku terduduk dengan melipat kedua kaki ku ke depan dada, meluapkan tangis kekecewaan ku disana, rasanya sesak, lebih sesak saat waktu Ale memilih menemani Laras lahiran ketimbang datang final fitting kami.

Usaha kami sia-sia, usahaku sia-sia, suami ku tidak pernah bisa percaya padaku meskipun aku tidak pernah menuntutnya untuk cepat-cepat meninggalkan masa lalunya.

Entahlah, kepala ku benar-benar terasa berat, detik ini aku sangat menyesal sudah menikah dengannya, entah apa lagi yang kurasakan karena dunia ku menjadi gelap secara tiba-tiba.

Pelanggan Rindu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang