28

352 37 6
                                    

✨ Ale

Aku menatap Elang yang tatapannya masih saja kosong walau sekarang petugas medis sudah sibuk mengobati luka yang ada di tangannya.

Aku menunggu Bita sadar karena lukanya tidak terlalu dalam dan parah, dia hanya masih shock dengan semua kejadian yang baru saja dia alami.

"Lang" aku mencoba memanggilnya agar dia bisa kembali fokus.

"Elang!" Aku mencoba lebih keras, tapi tetap membuahkan hasil.

"Elang!" Dan percobaan ketiga dia baru mencari suara ku dan berhasil menatap ku.

"Ya Le?" Tanyanya dengan suara parau.

"Bita gak apa-apa" jelas ku dan dia hanya mengangguk kaku.

"Bisa bicara saat luka mu sudah diperban?" Tanyaku lagi dan dia mengangguk.

Akhirnya kami keluar dari ruangan IGD, membiarkan Bita istirahat dulu sampai dia sadar sendiri.

Kami duduk di bangku panjang tempat khusus para penunggu pasien yang sedang ditangani di IGD rumah sakit tempat ku kerja.

"Aku gak tahu kamu sudah melakukan ini berapa kali ke Bita"

"Tapi yang perlu kamu tahu, dulu dia sempat menjadi korban pemerkosaan saat kami SMA" Elang menoleh padaku, tatapannya seakan tidak percaya.

Aku menganggukkan kepala ku "Tidak sampai mengambil keperawanannya memang, tapi itu cukup membuatnya trauma"

"Apa yang dia dapatkan Le?"

"Dia dipaksa untuk memuaskan pria brengsek itu menggunakan mulutnya" aku melihat tangan Ale mengepal setelah mendengar penjelasan ku.

"Aku terlambat, dan tadi pun juga, aku gak pernah berada di waktu yang tepat untuk Bita" imbuhku.

"Aku yang menghancurkan hidupnya Le, aku yang gagal bukan kamu" ujarnya.

"Kamu selalu berhasil membuat dunianya lebih bahagia, entah apa pun caranya, menurut ku begitu" aku meliriknya dan dia tersenyum remeh.

"Mungkin selama ini Bita cuma kasihan ke aku dan perasaannya palsu"

Aku menatap Elang "Bita gak pernah sebodoh itu untuk mengambil pilihan Lang, dan bunuh diri? Dia gak mungkin rela melakukannya hanya karena pura-pura kecewa padamu"

"Menurut ku perasaannya padamu gak palsu" imbuhku.

"Dan yang tadi bukan gertakan" imbuhku.

Mataku memandang kosong ke depan kemudian tanpa melihat Elang aku mengangkat tangannya yang terluka "Rasa sakitnya nyata kan? Berarti dia tidak sedang menggertak"

Kami sama-sama terdiam beberapa saat kemudian akhirnya Elang yang bersuara "Aku akan mundur setelah semua ini Le"

"Maksud kamu?"

"Ya, aku akan pergi dari hidup Bita, ternyata aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri ketika di mataku Bita tidak seperti yang aku mau"

"Pikiran-pikiran ku terlalu berbahaya untuk keselamatan Bita, dan aku tidak yakin bisa berubah secepat itu, benar katanya kalau aku harus berubah untuk diriku sendiri dulu baru bisa mempertahankan nya"

"Aku tahu kamu sayang dia, aku mendengar pengakuan mu tempo hari, kamu pasti lebih bisa menjaganya daripada aku, ya kan?" Elang memastikan tapi aku tidak menjawab.

"Aku tidak tahu dia masih sanggup melihat ku secara langsung atau tidak, akan aku pikirkan caranya untuk menyudahi hubungan kami yang terlalu tidak sehat ini"

"Saat itu datang, tolong temani dia, ya?"

"Apa aku telah benar-benar menyakiti hati Elang? Apa aku benar-benar telah menghanguskan impiannya bersama Bita dengan semua perkataan ku?" Batinku bicara.

"Seharusnya aku gak menambah luka di hidupnya, tapi kenapa aku yang memberinya paling banyak?" Elang menghapus air matanya sambil tertawa, aku tahu dia hanya menghibur dirinya sendiri.

"Dokter Ale" seorang perawat dari UGD memanggil ku.

"Ya sus?"

"Bu Bita sudah sadar" aku langsung buru-buru masuk kembali ke ruang UGD tapi aku berhenti ketika langkahku hampir masuk ke dalam pintu.

Aku berhenti ketika sadar Elang tidak ada di belakang ku, aku menatapnya seakan bertanya apa yang dia lakukan tapi dia menggeleng sambil tersenyum.

"Masuklah" ucapnya dari kejauhan sambil menggerakkan tangannya seolah memintaku segera masuk.

Aku menarik napas dalam tapi kemudian melanjutkan langkah ku dan meninggalkan Elang sendirian.

"Hei" sapaku pada Bita yang masih tampak bingung tapi tatapannya nampak kosong.

"Apa yang kamu rasakan? Bagian mana yang sakit?"

"Aku mau pulang Le" ucapnya.

"Besok baru bisa pulang, oke?" Dia menggeleng, kemudian mencoba duduk dari posisinya.

"Aku mau sekarang" dia nampak linglung tapi juga seperti tidak nyaman berada disini.

"Cairan infus kamu belum habis Ta, nanti setelah habis aku langsung antar pulang, ya?" Dia menggeleng hebat, tangannya langsung berusaha melepas selang infus itu.

Aku menahannya dengan susah payah karena dia tetap berontak "Jangan gini Ta, demi keselamatan kamu" aku mencoba memeluknya tapi dia masih melawan.

"Ta, aku minta maaf, aku minta maaf" ujarku lirih.

"Maaf aku terlambat lagi, tapi aku janji setelah ini aku benar-benar akan menjaga mu" dia menggeleng dan masih berusaha melepaskan diri dariku sambil melepas paksa selang infusnya.

Aku sudah kewalahan sampai akhirnya sebuah tangan memegang tangan Bita dengan kuat dan berkata "Kamu boleh putus asa, tapi jangan mati hari ini Ta" tiba-tiba semua pelawan Bita terhenti, itu tangan Elang.

"Biar aku saja yang mati, biar aku yang menyiksa diriku, jangan kamu"

Bita langsung mencoba mengambil jarak dengan Elang, aku merasakan tubuhnya tegang detik ini dan menurutku itu adalah hal yang wajar.

"Aku minta maaf sudah menghancurkan kepercayaan mu, aku brengsek dan memang gak pernah layak untuk dapat kesempatan apa pun darimu"

"Aku cuma pria brengsek yang egois, aku pria yang penuh amarah dan kecemburuan"

"Dan kamu gak kayak mendapatkan pria yang seperti itu, aku minta maaf tentang semuanya, aku mempersilahkan kamu buat pergi dari hubungan kita, tapi kamu jangan coba-coba mengakhiri hidup seperti tadi ya?"

"Aku akan pergi sejauh yang kamu mau, aku akan lakukan itu, asal kamu gak menyakiti diri dan mau melanjutkan hidupmu"

Bita tidak menatap Elang, aku tahu dia melakukannya karena masih ketakutan "Aku pamit ya, semoga kamu bisa maafin aku walau mungkin akan memakan waktu lama"

"Bahagia terus ya Ta setelah ini" air mata Elang jatuh lagi dan dia buru-buru menghapusnya.

"Aku pamit ya Le, tolong jaga Bita" aku bingung harus bagaimana, jujur sangat bingung.

Padahal awalnya aku berencana menghabisi Elang dan membuatnya tidak bernapas lagi, tapi sekarang? Aku merasa seperti orang yang terjebak di tengah-tengah pertikaian pasangan yang sangat dahsyat badainya.

"Besok aku kirim surat resign ku" ujar Bita.

"Oke, aku akan beri surat rekomendasi kerja ke beberapa kolega" balas Elang tapi Bita menggeleng.

"Gak perlu" Elang menanggapi dengan anggukan.

"Kalau gitu aku pergi, maaf aku nyerah Ta, padahal aku yang brengsek dan egois"

"Maaf harus seperti ini akhirnya, aku sadar bahagia mu bukan aku jadi kejarlah yang benar-benar membuat mu bahagia, ya?"

Bita diam, dia diam saja dan akhirnya Elang pergi meninggalkan kami, setelah itu tangisan Bita baru tumpah dan aku tahu itu tangisan kekecewaan, kesedihan dan kebebasan yang menjadi satu.

Pelanggan Rindu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang